Lukisan bergambar wayang menjadi latar saat Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto makan siang di Sate Khas Senayan, FX Sudirman, Jakarta, Sabtu (13/7).

Lukisan yang dimaksud itu bergambar para punakawan dan raksasa, lengkap dengan gunungannya. Entah kebetulan atau tidak, hal tersebut memiliki makna yang dalam.

Ada tujuh tokoh wayang dalam lukisan tersebut. Empat di kanan adalah Punakawan : Semar, Petruk, Gareng dan Bagong, yang bertugas menjadi pendamping para ksatria berwatak baik.

Kemudian dipisahkan gunungan yang biasanya digunakan sebagai pembuka atau penutup sebuah babak dalam pewayangan.

Sementara tiga di kiri adalah Togog, Bilung yang menjadi pendamping abdi dalem Raksasa yang berwatak jahat.

Menurut peneliti cerita rakyat UI, Suni Wasono, Semar bukan hanya sebagai pendamping para ksatria, tetapi juga merupakan Dewa Ismaya yang menjelma dalam wujud manusia.

Sementara itu, Punakawan adalah representasi rakyat. Jika ditafsirkan, maka pimpinan yang didukung sudah rukun, oleh karena itu rakyatnya pun ikut rukun.

Kalau pimpinan mereka sudah berekonsilisasi, rakyatnya pun bersatu. Inilah pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden Jokowi dan Prabowo.

Sedangkan menurut "Dalang" politik, Rohmad Hadiwijoyo, lukisan tersebut menggambarkan para abdi dalem (Jokowi dan Prabowo) sedang bernegosiasi untuk kepentingan bosnya (rakyat) yang berseberangan.

Pertemuan keduanya sangat positif karena mengutamakan kepentingan rakyat. Itulah watak ksatria yang dimiliki keduanya.

Diawali dengan naik MRT yang menunjukkan mereka berdua sudah dalam satu tujuan untuk membangun Indonesia yang padat teknologi dan inovasi, serta makan sate menunjukkan keduanya merakyat.

Kita sangat senang bahwa para pemimpin yang dulu berkontestasi dalam politk sudah menggelar rekonsiliasi. Kini saatnya rakyat yang berada di akar rumput untuk mengikutinya.

Mari kita saling bergandengan tangan setelah proses Pemilu 2019 lalu. Kini saatnya membangun Indonesia bersama-sama.