Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

royani1975Avatar border
TS
royani1975
SAAT HATI RENATA TAKUT
Apakah sang mantan begitu menakutkan? Simak kisahnya berikut ini!



SAAT HATI RENATA TAKUT 

 
By : Royyani Erlangga
 
’Dikira aku enggak tahu ya, kalo secara diam-diam kalian berdua sedang kepo dengan aku. Ganti-ganti akun,  hanya buat ngepoin akunku setelah kemarin kublokir. Kalo mainan sosmed, otak dungunya diilangin ya, biar keren! Oh, ya ajari juga istrimu adab yang baik. Jangan suka nyuri hapemu, hanya buat cari tahu siapa aku sebenarnya. Entar dia bisa pingsan dia loh! Kalo tahu siapa aku yang sesungguhnya. Karena jambakanku itu sangat sakit, bila mengenai rambut di kepalanya. Lagian ngapain kalian mengikutiku di sosmed. Mau apa? Mau pamer bahagia ya? Pamer sudah punya uang banyak, rumah, sawah dan juga usaha. Lantas semua itu milik siapa? Mertua dan istrimu yang kamu nikahi ‘kan? Cuihhh! Ngomong-ngomong kamu dengan dia sudah punya apa sekarang? Semoga enggak numpang hidup lagi ya, seperti saat bersamaku dulu.’’
 
Postingan akun sosmed Renata pagi itu lengkap dengan emotikon mengejek tertawa sinis, sontak mengagetkanku. Sejenak aku termenung di atas pembaringan. Dahiku berkerut, berpikir keras ditujukan kepada siapa cuitan itu.
 
Lama nian kupandangi tulisan Renata. Aku tahu wanita yang kucintai bukan orang sembarangan. Perempuan itu seorang penulis. Jadi apapun yang ia tulis di sosmed, kupercaya jika semua itu merupakan bagian dari idenya saat hendak membuat karya nanti. Tapi status ini terdengar agak beda di telingaku. Terkesan sindiran yang teramat kasar pada seseorang.
 
Bila benar demikian, ditujukan pada siapa? Apakah kepada mantan suaminya terdahulu yang aku sendiri tidak tahu benar siapa dia dan ada di mana sekarang. Ataukah memang hanya penggalan paragraph fiksi seperti yang biasa ia lakukan sebelum menulis.
 
Ah, wanita itu memang benar-benar penuh misteri. Dia bisa mengagumkan banyak orang lewat karyanya. Akan tetapi Renata juga bisa begitu amat menakutkan bila hatinya terlanjur kesal dan menulis sesuatu di akunnya. Jika perempuan itu sedang bermasalah dengan orang lain.
 
Kugeser tubuhku dan meraba handuk di tepi bantal, sambil mataku tak terlepas menatap sosoknya di handphoneku. Sebagai prianya, aku harus memaklumi semua keadaan ganjil yang dimiliki. Keadaan ganjil? Ah, tiba-tiba lengkungan bibirku sedikit melebar. Kuanggap apa Renata? Senyumku akhirnya mengembang seketika. Meski dia memang aneh, realitanya aku sekarang telah menjadi suami keduanya.
 
Tapi postingan itu sedikit agak mengganggu pikiranku. Bila benar dirinya tengah menyindir sang mantan, berarti laki-laki itu masih mencintai Renata. Brengsek! Kubanting ponselku di atas kasur. Untung tidak pecah. Buru-buru kuambil dan gegas pergi ke kamar mandi.
 
**
 
’Dikira aku enggak tahu ya, kalo secara diam-diam kalian berdua sedang kepo dengan aku. Ganti-ganti akun, hanya buat ngepoin akunku setelah akunmu yang kemarin aku blokir. Kalo mainan sosmed, otak dungunya diilangin ya biar keren! Oh, ya satu lagi. Ajari juga istrimu adab yang baik. Jangan suka nyuri hape suaminya buat cari tahu siapa aku sebenarnya. Entar dia bisa pingsan loh! Kalo tahu siapa aku yang sesungguhnya. Karena jambakanku itu sangat sakit, bila mengenai rambut di kepalanya. Lagian ngapain kalian mengikutiku di sosmed. Mau apa? Mau pamer ya? Pamer sudah punya uang banyak, rumah, sawah dan juga usaha? Lantas semua itu milik siapa? Mertua dan istri yang kamu nikahi ‘kan? Cuihhh! Ngomong-ngomong kamu dengan dia sudah punya apa sekarang? Semoga enggak numpang hidup lagi ya, seperti saat bersamaku dulu.’’
 
Sudah berhari-hari unggahan itu ada di sosmednya dan hingga hari ini aku selalu terus memecahkan misteri atas postingan itu yang terlihat menakutkan. Aku juga sudah berusaha mencari tahu melalui kawan terdekatnya. Rata-rata mereka tidak tahu. Ya, iyalah! Mana mungkin mereka bisa membaca status Renata. Dia ‘kan cukup pintar mengatur segalanya jika berhubungan dengan privasi dia di sosmed.
 
Renata punya dua akun sosmed, tepatnya Facebook. Tapi untuk jenis akun yang lain, tampaknya dia tidak terlalu ambil pusing. Mungkin jika dibanding yang lain, Facebook lebih bebas dan luas. Bisa berkomentar dan menulis panjang status. Berbeda dengan yang lain.
 
Dua akun sosmed miliknya itu dia bagi antara untuk pekerjaan dia menulis dan bergaul dengan orang-orang terdekatnya. Termasuk orang tua, saudar, kerabat dekat dan juga teman-teman sekolahnya dulu. Bisa dikatakan orang yang mengenalnya di dunia nyata saja. Sedang bila akun yang buat dia menulis, dikhususkan buat teman sesama penulis, klien dan teman-teman jauh saja.
 
Begitulah cara istriku melindungi privasinya di sosmed yang kadangkala membuatku merasa heran sendiri. Mengapa dia cenderung tidak bisa bebas dengan dirinya. Sebab bila kulihat dia juga tak punya masalah dengan keadaan jiwanya saat ini. Ia tampak baik-baik saja di mataku dan juga anak-anak kami.
 
Sebenarnya aku tidak terlalu ambil pusing dengan orang-orang yang berada di dekatnya. Baik teman dia di sosmed maupun teman di dunia nyata dia. Selama dia bisa menjaga diri dan menghormati aku sebagai suaminya, aku membiarkan dia berteman dengan siapa saja. Karena aku dulu mengenalnya juga lewat jalur yang sama, yakni sosmed.
 
 
Tapi entah mengapa, jejeran kalimat menohok pada unggahan Renata waktu itu di akun sosmed miliknya yang ditujukan entah pada untuk siapa, tetap mengganggu pikiranku hingga saat ini. Meski tak satupun jawaban kudapat, nyatanya unggahan tersebut sukses membetot perhatianku sampai sekarang.
 
**
 
Akan tetapi aku masih belum mau menyerah. Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga. Bila tak salah ada semacam kata-kata hinaan yang dia lontarkan. Membicarakan mengenai masalah keberhasilan hidup, tentang harta dan kekayaan.
 
Ini sesuatu yang menurutku sangat tidak bijak, bila benar Renata mengungkapkan kalimat itu. Jika sekadar untuk bahan menulis kisah fiksinya, itu bisa kumaklumi sebab itu bukan dia melainkan tokoh-tokoh yang ditulisnya. Tapi bila benar itu dirinya, aku tentu sangat tidak nyaman sekali.
 
’Dikira aku enggak tahu ya, kalo secara diam-diam kalian berdua sedang kepo dengan aku. Ganti-ganti akun hanya buat ngepoin akunku setelah kemarin kublokir. Kalo mainan sosmed, otak dungunya diilangin ya, biar keren! Oh, ya ajari juga istrimu adab yang baik. Jangan suka nyuri hapemu buat cari tahu siapa aku sebenarnya. Entar dia bisa pingsan loh! Kalo tahu siapa aku yang sesungguhnya. Karena jambakanku itu sangat sakit, bila mengenai kepalanya. Lagian ngapain  kalian mengikutiku di sosmed? Mau pamer bahagia ya? Pamer sudah punya uang banyak, rumah, sawah dan juga usaha? Lantas semua itu milik siapa? Mertua dan istrimu yang kamu nikahikan? Cuihhh! Ngomong-ngomong kamu dengan dia sudah punya apa sekarang? Semoga enggak numpang hidup lagi ya, seperti saat bersamaku dulu.’’
 
Menilik dari kalimat yang ada dipostingan itu, jelas Renata bersikap arogan banget. Dia membicarakan kekayaan dan juga men-judge lawan bicaranya sebagai lelaki tidak bertanggung jawab. Kata ‘’numpang hidup’’ itu terdengar sangat mengerikan di telinga pria mananapun, bila dilontarkan wanita ke hadapan mereka. Seketika langsung meluluh-lantakkan harga diri seorang lelaki.
 
Tapi akankah Renata setega itu kepada orang yang dulu pernah berhubungan dengan dirinya, sekalipun dulu memang pernah berkonflik? Entahlah! Kepalaku seketika berdenyar-denyar tak karuan bila memikirkannya.
 
 
***
 
Kupandangi buket mawar merah yang kuletakkan di atas bantalnya di sampingku. Ketukan sandal di luar sana menandakan mungkin Renata sebentar lagi masuk.
 
Kini Renata sudah berbaring tepat di sisiku dan aku berpura-pura memejamkan mata. Di bawah bantal yang kubuat menutupi kepalaku, aku bisa membaca jelas airmukanya. Antara kesal, cemas dan ketakutan, ia akhirnya membuka suara.
 
‘’Aku tahu Mas belum tidur. Dan aku tahu Mas juga secara diam-diam kepo dengan status Facebookku kemarin.’’
 
‘’Kalau iya, kenapa? Apa aku tidak berhak tahu apa yang dipikirkan istriku?’’ Aku membuka bantal yang menutupi mukaku dan menatapnya lembut.
 
‘’Sebenarnya apa yang kau takutkan Renata? Menulis seperti itu di sosmed itu tidak baik. Temanmu bisa salah sangka, jika mereka bukan berasal dari dunia yang sama sepertimu, yaitu penulis.’’
 
‘’Tapi mereka tahunya itu cuplikan catatan fiksiku saja, Mas?’’ Ia masih mencoba berkilah tak mau berkata jujur.
 
‘’Oh, ya? Lantas bagaimana dengan ragam komentar mereka yang bukan penulis? Apa itu tidak penting? Mereka tidak memahami itu, Re.’’
 
Dia tidak menjawab. Dalam hitungan detik, kulihat tubuhnya mulai tergunjang hebat. Dia menitikkan airmatanya.
 
‘’Sampai kapanpun, orang tetap menganggap aku bukan wanita baik-baik. Bahkan setelah aku menikah denganmu Mas, mereka masih melabeli aku demikian.’’
 
Air bening itu dalam sekejap sudah begitu deras mengalir. Aku tidak ingin menyakitinya. Aku sudah tahu semuanya tentang dia. Tidak! Aku tak ingin dia terluka, sebab anak-anakku dan aku sangat membutuhkannya.
 
‘’Hentikan salah pahammu. Jangan suka menilai buruk diri sendiri itu tidak baik.’’ Kuraih tubuhnya dalam pelukanku. Sebenarnya Renata tipikal wanita yang penuh percaya diri. Namun kadang-kadang sisi hatinya juga sulit aku mengerti seperti sekarang ini.
 
‘’Okelah, Mas percaya dirimu sedang gundah? Tapi bukankah semua juga berasal dari dirimu sendiri yang memulai?’’ kutatap matanya dengan serius.
 
‘’Maksudnya?’’ kembali ia membalas tatapanku tak kalah serius juga.
 
‘’Coba kau turuti permintaan Mas memajang foto kita berdua, pasti aman dirimu.’’
 
‘’Tapi aku tak melakukan apapun di sosmed. Mas sudah tahu sendiri ‘kan?’’ jawabnya agak kesal. Dia pasti juga menuduh telah membaca semua pesan pribadi yang masuk di akunnya tadi dan kenyataannya memang aku sudah berpatroli tadi menghack akunnya tadi sewaktu aku masih di kantor.
 
Aku tersenyum menghadapi kekesalannya.
 
‘’Maksudku baik sayang. Mas tak ingin melihatmu celaka karena ulah penggemarmu dan mantan suamimu. Apa kamu diganggu mantanmu kemarin?’’
 
Ia mengangguk.
 
‘’Kapan itu?’’
 
‘’Beberapa minggu yang lalu di akunku yang satunya. Tapi setelah itu kublokir. Lalu ia kembali membuat akun baru dan meng-add akun yang khusus kubuat menulis.’’
 
‘’Lantas karena itu kau langsung memposting status berisi hinaan itu padanya.’’
 
Kembali ia mengangguk dan untuk anggukan terakhir ini cukup membuat hatiku merasa tercengang tak percaya.
 
‘’Aku tahu, Re juga bukan orang kaya. Dulu sewaktu Mas menyatakan lamaran, Re juga tidak berharap terlalu banyak, sebab kemiskinan Re. Di dunia ini mana ada sih lelaki tulus yang mau menikahi janda miskin seperti aku.’’
 
‘’Tapi pendapatmu terpatahkan bukan? Mas tetap mencintai dan menikahimu. Sekalipun, mohon maaf kamu juga dulu pernah hampir….’’
 
‘’Ya, aku hampir saja gila gegara dia?’’ Renata melepaskan pelukannya dan menatap sekitar ruangan kamar dengan pandangan memerah. Wajahnya seketika berubah dingin. ‘’Untungnya aku selamat dan berhasil mengatasi keadaan itu. Memiliki penghasilan dari pekerjaan menulis sehingga tidak diremehkan orang lagi.’’
 
‘’Nah, itu dia yang kumaksud!’’ Aku meraih tangannya dan menggenggamnya sangat erat. Menghapus sisa airmatanya yang masih tergenang di kedua sudut tulang pipinya yang putih mulus.
 
‘’Apa kau tahu, bahwa hidup itu selalu ada dua sisi. Sesekali cobalah keluar dari pemikiran sempitmu. Cobalah memahami sudut pandang orang di sekitarmu. Bukankah kamu seorang penulis. Harusnya lebih pintar dalam menganalisis sesuatu bila dibandingkan dengan diri Mas bukan?’’
 
Ia termenung, terlihat meresapi perkataanku. Renata tidak berusaha menyanggah kalimat yang baru saja kulontarkan tadi.
 
‘’Mas hanya orang awam sayang. Dan kau lebih pintar dari kami, para pembaca setiamu. Seharusnya kau lebih bijak serta berhati-hati lagi ketika mengungkapkan sesuatu. Beruntungnya mereka semua tidak mengerti benar permasalahanmu. Jadi fine-fine saja menanggapi postingan itu.
 
Renata diam tidak membalas ucapanku, membuat aku lebih bersemangat lagi menasihatinya.
 
‘’Tahukah kau, tidak semua orang kaya suka menghina dan merendahkan orang lain. Banyak dari mereka yang memiliki hati tulus mau berteman dan bergaul dengan orang tak punya. Bahkan ada yang sampai menikahi mereka.’’
 
‘’Dan Mas salah satunya bukan?’’ Bibir Renata melebar. Pipinya merona jambu saat berucap.
 
‘’Iya, dan ajaibnya di dalam rumah tangga, mereka juga tetap menghormati pasangannya meski berasal dari status sosial rendah. Menjadi jahat dan baik, tidak harus melihat dari latar belakang status ekonomi dan sosialnya di masyarakat. Bila pada dasarnya ia orang baik, ya akan baik selamanya. Begitupun sebaliknya.’’
 
‘’Tapi kadangkala banyak orang miskin menikahi orang kaya juga untuk menaikkan derajatnya di mata masyarakat, agar dipandang sebagai manusia.’’
 
‘’Dan apakah dirimu juga salah satu orangnya? Enggak ‘kan?’’
 
‘’Bagaimana jika iya? Bagaimana sikap Mas andaikata mendengar pengakuan ini dariku. Mantan janda miskin yang telah Mas nikahi sekarang berambisi juga seperti itu?’’ Renata menantangku dengan ucapannya.
 
Sejenak aku kehabisan kata-kata menghadapi pertanyaan tak terduga ini. Seperti yang kemarin-kemarin aku cemaskan. Akankah hal itu benar adanya?
 
Aku tak segera menjawab, melainkan menatap lurus kedua matanya. Mencoba mencari kebenaran akan pertanyaan yang dia ucapkan tadi. Dan hasilnya di luar dugaan! Ungkapan tadi benar! Renata masih punya ambisi itu untuk dihargai orang di lingkungannya. Terbukti dia salah tingkah ketika kucoba menatapnya serius.
 
‘’Seperti janjiku di depan saksi, aku akan tetap mencintaimu. Memberimu cinta yang tak pernah terputus dengan kasih sayang yang lebih besar lagi, jauh di luar pemikiranmu. Mas berharap dengan perhatian semacam itu, hatimu secepatnya tersadar. Tidak menempatkan manusia lain lebih tinggi kedudukannya darimu bila kau merasa rendah, sekaligus tidak merendahkannya jika statusnya lebih tinggi darimu. Mas hanya mencontohkan bagaimana harus bersikap dengan orang lain. Tetap menjadi pribadi bijak, sekalipun banyak orang yang menentang dan menolak diri kita.’’
 
‘’Indah sekali kata-katamu, Mas. Aku bahagia menjadi istrimu.’’ Renata memelukku erat.
 
‘’Aku sudah menemui mantanmu dan istrinya untuk berhenti menganggumu di sosmed,’’ ucapku menenangkah hatinya
 
Renata tersenyum sembari mencium buket yang berisi bunga mawar yang kuberikan tadi. Hanya sesaat, sebab setelah itu sebelah tangannya yang lain memelukku erat sambil membisikkan kata-kata manis lagi mesra. ‘’Terima kasih Mas, I love you, forever.’’
 
 
JEPARA, JUNI 2019
 


 


Diubah oleh royani1975 21-06-2019 12:26
doctorkelinciAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan doctorkelinci memberi reputasi
2
549
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.