Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mediaplot.tkAvatar border
TS
mediaplot.tk
Perang Dagang Amerika Serikat Vs Tiongkok (China)
Perang Dagang ini dimulai oleh Trump; paling tidak ada 2 alasan AS yaitu:

Pertama: AS khawatir karena dengan kemajuan teknologi Tiongkok telah jmelewati AS di beberapa bidang, misal nya: 5G, kereta cepat, enerji terbarukan, AI, luar angkasa, teknik senjata railgun, teknologi produksi Rare Earth Mineral, dsb.

Sudah bukan rahasia lagi jika dinas intelejen AS bekerjasama dengan media sosial asal AS, Apple, dan supplier chip HP asal AS sehingga setiap HP yang kita pakai telah dipasang backdoor akibatnya mudah disadap. Kasus penyadapan ini terbongkar oleh dinas intelejen Jerman pada HP Kanselir Jerman Angela Merkel. Artinya, jika Angela Merkel bisa disadap maka HP setiap orang penting di dunia ini terbuka disadap. Dengan menguasai teknologi 4G, dan program + perangkat telekomunikasi maka AS dapat mengumpulkan informasi dengan mudah untuk mempertahankan posisinya sebagai adi kuasa.

Namun status quo ini terancam dengan keberhasilan Huawei menerobos maju ke 5G. Dibidang 5G Huaweilah yang terdepan bahkan mendominasi patent 5G dan meninggalkan AS dan Eropa sekitar 1 dekade ke depan. Akibatnya setiap negara yang ingin menerapkan 5G supaya tidak tertinggal harus bekerjasama dengan Huawei.

5G adalah sebuah revolusi besar, sebuah lompatan puluhan tahun ke depan. Ini membuat teknologi 4G LTE menjadi sangat primitif, teknologi masa lalu. Kota modern China, Xiongan, yang sepenuhnya menerapkan teknologi 5G adalah bagaikan sebuah kota dalam fiksi ilmiah (science fiction) dengan bus penumpang otomatis berjalan tanpa supir, kunci rumah dan robot pembantu RT yang dapat kita atur dari kantor tempat kita bekerja melalui HP, televisi 4D dimana kita seolah-olah hadir ditengah alur ceritera film yang kita tonton, download film lengkap hanya dalam 1–2 detik, dsb. Semua itu bisa terwujud melalui teknologi 5G. Apa yang paling menakutkan AS adalah 5G tidak bisa di hack (unhackable). Ini berarti lonceng kematian bagi kemampuan AS menyadap informasi yang menjadi pilar posisinya sebagai adikuasa. Jadi Tiongkok dan Huawei harus dihentikan secara paksa.

Kedua: Pada tahun 1980 yl AS juga telah melancarkan perang dagang kepada Jepang. Oleh karena teknologi Jepang telah melewati AS, yaitu microchip dan mesin disel untuk kapal selam yang tidak berisik sehingga sulit di deteksi.

AS begitu saja menangkap 2 direktur utama Toshiba untuk disandera - ini sama kasusnya dengan yang Meng Wanzhou, puteri pemilik Huawei. Menerapkan tarif untuk semua impor barang Jepang. Melarang semua perusahaan AS menjual produknya ke Jepang, dsb. Persis yang dialami Tiongkok saat ini.

Pada saat itu Jepang langsung bertekuk lutut. Oleh karena Jepang adalah negara vasal AS dan tergantung sepenuhnya pada pasar AS. Dalam perjanjian Plaza Accord; Jepang wajib membayar ganti rugi ke AS sekitar $ 800 milyar, Toshiba wajib memasang iklan permohonan maaf dimedia AS selama 3 bulan, Jepang harus memberi akses kepada AS kesemua penelitian ilmiahnya dan wajib mematok nilai tukar Yen ke US $ sehingga mudah di intervensi AS. Sejak itu ekonomi Jepang stagnan, kemajuan teknologinya terhambat dan Jepang "jinak" sebagai terhadap AS.

Keberhasilan dengan Jepang ini menjadi alasan bagi AS untuk menerapkannya kepada Tiongkok. Ini nampak jelas karena kepala tim perunding AS dengan Jepang ditahun 1980 dan saat ini dengan Tiong kok adalah orang yang sama, Robert Emmel Lightizer.

Sekalipun otak perang dagang ini, Peter Navarro, ekonom, mengatakan: " Saya yakin tidak ada sebuah negarapun berani membalas AS." Ini khas keangkuhan belaka. Dia keliru besar tarif ke Eropa dibalas dan menghadapi Tiongkok kali ini situasinya jauh berbeda. Perang Dagang kali adalah sebuah kebodohan. Ini adalah sebuah perang yang tidak mungkin bisa dimenangkan AS. Dengan alasan:

Pertama: Tiongkok Sangat Siap Menghadapi Perang ini. Tiongkok adalah sebuah negara yang tidak dipimpin oleh politisi; yang selalu berpikir dangkal dan jangka pendek. Tiongkok di kendalikan oleh birokrat senior, intelektual /cendekiawan yang sangat terpilih, nasionalis dan siap berkorban bagi negaranya. Setiap kebijakan yang diambil selalu didasarkan pada analisa dan studi yang matang dan mendasar.

Sebagai contoh, sekitar 6 bulan sejak tembakan pertama dilakukan AS Kementrian Perdagangan Tiongkok menyelenggarakan seminar di Beijing untuk mengkaji resiko, prediksi langkah AS dan antisipasi kebijakan yang harus diambil dari tim yang telah dibentuk. Tim itu sendiri terdiri sekitar 3,000 pakar ekonomi dan perdagangan. Dari ribuan usulan yang masuk mereka berdiskusi dan berdebat selama beberapa minggu sehingga hasilnya mengkerucut menjadi sebuah makala kerja yang menjadi pegangan para eksekutif negara dan tim perunding. Jadi Tiongkok sudah sangat paham secara mendalam setiap langkah yang diambil AS dan resiko yang akan muncul dan harus ditanggulangi, misal Bank Sentral Tiongkok langsung mengucurkan dana sebesar US $ 1 trilyun untuk perusahaan-perusahaan yang terkena dampak Perang Dagang sehingga mereka dengan mudah bisa relokasi ke negara lain, beralih ke pasar lain diluar AS atau melakukan otomatisasi untuk menekan harga pokok produksi.

Selain itu rakyat Tiongkok sangat nasionalis. Tanpa diminta dan serempak mereka mendukung negaranya. Mulai dari supir taksi, bakul dipasar, pemilik restoran, pemilik toko, sampai para konglomerat ramai-ramai memberi diskon mereka pemakai produk Tiongkok, mulai dari HP sampai mobil. Diskon cukup besar mulai 5% - 20% tapi diskon tidak berlaku bagi mereka yang pakai Apple atau naik Ford. Akibat omzet penjualan Starbucks, Wallmart, McDonald, KFC, Apple, Ford, GM hancur berantakan. Apple yang semula menguasai 10% pangsa pasar HP di Tiongkok, langsung anjlok tinggal 7%! Gerai Starbuck, McDonald, KFC, Wallmart yang biasa ramai pengunjung langsung sepi tidak laku.

Nampak jelas AS tidak siap menghadapi resiko yang terjadi. Mereka tidak me nyangka bahwa Tiongkok akan melawan balik. Bahkan sampai menghentikan perundingan. Akibatnya Trump nampak terburu-buru ingin bertemu Xi tapi pihak Tiongkok tetap dingin dan tidak membuat agendapun untuk bertemu.

Kedua: Tiongkok adalah negara yang keuangannya sangat likuid. Selain cadangan devisa sebesar US$ 4 trilyun, masih ditambah pajak dan tabungan rakyatnya yang melimpah, yang sering menjadi sumber dana bagi pinjaman pemerintah (rakyat Tiongkok memiliki kebiasaan menabung 50% dari penghasil annya). Oleh karena itu Tiongkok dengan mudah bisa membiayai proyek raksasa Belt & Road Initiative (BRI) yang RAB nya mencapai US$ 10 trilyun. Artinya, jikapun terjadi tekanan ekonomi akibat Perang Dagang, pemerintahan Tiongkok dengan mudah menggelontorkan dana untuk membiayai proyek untuk menanggulangi dampak negatif yang terjadi. Seperti yang telah terjadi, Bank Sentral Tiongkok menggelontorkan US$ 1 trilyun untuk menyelamatkan perusahaan yang terkena dampak Perang Dagang. Sebaliknya kondisi keuangan AS tidak menggembira kan, terjebak mega hutang sebesar US$ 22 triyun dan cara AS mengatasi ini adalah dengan membuat hutang baru.

Ketiga: Tiongkok memiliki pasar domestik yang terbesar di dunia yaitu 1,4 milyar penduduk dengan penghasilan rata-rata US$ 10,000. Diantara 1,4 milyar itu, 600 juta terdiri dari kelas menengah yang kaya dan mampu berbelanja dengan royal.

Selain itu proyek Belt & Road Initiative telah mulai menghasilkan. Ditahun 2018 yang lalu perdagangan Tiongkok ke negara-negara BRI mencapai US$ 6 trilyun. Jika pasar domestik Tiongkok dipadukan dengan pasar Belt & Road Initiative maka total terbentuk pasar yang mencakup 5 milyar manusia dengan jumlah kelas menengah sebesar 3.5 milyar yang akan menyerap puluhan triyun dollar produk industri.

Kombinasi pasar domestik dan BRI ini adalah pasar yang terbesar didunia. Bayangkan saja ini mencakup seluruh Asia, Timur Tengah, Afrika dan Eropa. Saat ini telah dapat terhubung langsung dengan jaringan kereta api dan kapal. Tiap minggu sekitar 2000 kali kereta cargo berangkat dari Yiwu Landport keberbagai kota di Timur Tengah dan Eropa mengangkut produk-produk Tiongkok. Jadi mana ada pebisnis yang begitu bodoh hanya demi ideologi politik membuang pasar sangat menjanjikan seperti ini?

Itulah sebabnya sekalipun Uni Eropa menolak bekerjasama dengan Tiongkok dalam proyek BRI. Namun dari 27 negara Eropa secara terpisah 21 negara telah me nandatangani kerjasama dengan Tiongkok untuk mendukung proyek BRI. Oleh karena itu Landport BRI di Eropa terdapat di Duisburg, Jerman; Warwick, UK; Trieste, Italy dan Madrid, Spanyol. Dengan pintu masuk di Port Piraeus, Yunani.

Itulah sebabnya, sekitar 3 minggu yang lalu saya membaca dari Bloomberg Politics sekitar 600 grup bisnis AS membuat petisi kepada Trump meminta segera menghenti kan Perang Dagang ini karena kelangsung an bisnis mereka sangat terancam akibat hilangnya pasar Tiongkok.

Semua itu masih ditambah lagi Tiongkok adalah mitra dagang utama bagi semua negara di dunia ini, jadi 200 negara lebih. Jadi apakah artinya pasar AS yang "hanya" 350 juta penduduk dan "hanya" menyerap US$ 500 milyar produk Tiongkok? Kalau pun Tiongkok harus kehilangan pasar ini maka dengan sangat mudah akan memin dahkannya ke pasar yang lain.

Keempat: Tiongkok memiliki struktur manufakturing yang terbaik di dunia. AS sendiri tidak memiliki struktur manufakturing yang baik. AS menerapkan tarif dengan harapan bahwa perusahaan AS akan keluar dari Tiongkok dan kembali ke AS. Dengan demikian ekonomi Tiongkok akan rontok. Harapan ini dapat dipastikan tidak akan terjadi.

Oleh karena Tiongkok memiliki struktur manufakturing yang prima. Infrastruktur yang prima, kluster industri yang terpadu dengan para rekanan/supplier sehingga hemat biaya pengiriman, tidak ada biaya birokrasi, fasilitas pemerintah misal free shipping untuk ekspor dan subsidi untuk otomatisasi industri, buruh yang sangat trampil (menurut CEO Apple, " yang terbaik di dunia."), negara yang sangat stabil, tidak ada konflik sosial (agama, politik, ras, dsb.), dan akses langsung ke pasar yang terbesar di dunia.

Itulah sebabnya Tiongkok santai meng hadapi AS. Bagi AS ini kondisi yang sangat sulit, resesi sudah didepan mata, ekonomi terus memburuk, perusahaannya berjatuh an akibat perang dagang. Apple sudah kehilangan pangsa pasar Tiongkok yang selama ini menyerap 70% lebih produksinya, GM dan Ford menyusul padahal GM saja sebelum perang menjual 1 juta mobil per tahun di Tiongkok, kini mereka gigit jari. Boeing harap-harap cemas, jika Tiongkok mengalihkan ordernya yang 400 pesawat ke Airbus, dapat dipastikan Boeing langsung gulung tikar. Jadi dapat dipastikan AS tidak mungkin menang menghadapi mega raksasa ekonomi Tiongkok. Banyak pihak menduga AS akan mengambil opsi militer. Tapi ini jelas tindakan konyol dan bunuh diri, apakah AS siap menghadapi aliansi militer Tiongkok dan Russia? Jelas AS akan sangat kesulitan dan kemungkinan besar akan kalah. Opsi militer juga butuh dana besar. Dengan kondisi bujet negara yang defisit maka AS akan jual obligasi dalam jumlah besar, siapakah yang sanggup beli obligasi trilyunan dollar? Hanya Tiongkok!

Polling
0 suara
Siapakah yg akan memenangkan perang ini?
nona212Avatar border
nona212 memberi reputasi
1
1.8K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.