Lagi-lagi, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi mengutip pendapat ahli tanpa diikuti dengan konteks yang tepat. Mereka asal comot saja demi menguatkan kepentingannya dalam sidang sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi.

Misalnya, kuasa hukum kubu 02, Teuku Nasrullah, mengutip pendapat ahli yang menguatkan agar MK tidak dibatasi keadilan prosedural undang-undang tetapi lebih menegakkan keadilan substantif konstitusi.

Salah satu yang dikutip ialah pernyataan Yusril Ihza Mahendra saat menjadi kuasa hukum untuk pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto–Hatta Rajasa selaku pemohon dalam PHPU pada 2014.

Menanggapi itu, tentu saja, Prof. Yusril agak geli. Dia menilai kutipan itu sudah tak sesuai dengan konteks hari ini. Baginya pengutipan itu sudah tak relevan lagi.

Mengapa? Karena kutipan itu diambil dari pernyataannya tahun 2014 silam, sebelum UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berlaku.

Setelah UU No. 7/2017 itu diundangkan, semakin jelas lembaga-lembaga yang berwenang menangani sengketa pemilu.

Misalnya, pelanggaran administratif itu meliputi kewenangan Bawaslu dan PTUN. Kemudian kalau terjadi money politic itu kewenangan Gakkumdu dan kemudian diserahkan ke polisi/jaksa, sedangkan MK mengadili perselisihan hasil bukan proses.

Jadi, pengutipan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi atas pendapat Yusril di tahun 2014 lalu sudah tidak relevan dan tak sesuai konteksnya lagi. Karena sekarang sudah diatur atas kritiknya di masa lalu.

Apa yang dilakukan oleh BPN Prabowo-Sandi itu adalah bentuk pemelintiran pernyataan, karena mengabaikan konteks.

Inilah yang berbahaya bila ditelan mentah-mentah. Karena itu, kita sebaiknya bisa memverifikasi setiap informasi dan mengecek kembali kebenarannya.

Paham, kan?