Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

irummmAvatar border
TS
irummm
Akhirnya Ketupat Itu Jadi Milikku
Akhirnya ketupat itu Milikku


Kuseret langkah berat menyusur trotoar yang sudah mulai sepi dari lalu-lalang kendaraan. Hampir sepanjang jalan ini seperti kota mati. Lampu jalanan temaram bahkan terlihat suram akibat kabut yang tergesa turun malam ini. Sepi dan dingin.

Beberapa sudut gang masih kutemui gerombolan anak muda yang dengan santai tertawa, bercanda dengan kepulan asap rokok nyaris tak putus keluar dari mulut mereka seperti celotehannya.

Di seberang jalan, seorang pemuda tampan dengan jaket kulit warna hitam sedang berdiri tegap. Dari tingkahnya seolah ia sedang cemas. Pemuda berbadan atletis dengan rambut cepak itu mondar-mandir seperti mencari sesuatu yang hilang.

"Nak mencari apa? Daritadi sepertinya sedang bingung mencari sesuatu." tanyaku tiba-tiba.

Lelaki muda itu berhenti sejenak lalu mengarahkan ke dua bola matanya ke arahku. Ia menjawab ragu dan bertanya, "Apa ibu melihat ada dompet hitam jatuh di sekitaran sini?"

"Tidak, aku baru saja datang dan melihat Nak seperti orang cemas."

"Iya, saya kehilangan dompet. Banyak kartu penting di sana."

Setelah mengatakan itu ia berlalu tak mempedulikan lagi keberadaanku yang masih tetap belum menggeser posisi berdiriku. Mungkin ia hanya menganggapku seorang tua gembel yang tak berguna.

Kulanjutkan kembali langkahku yang tertunda. Belum jauh menyeret kaki ini sebuah botol air mineral teronggok dekat kursi pinggir jalan. Botol itu mungkin hanya sebuah sampah untuk orang yang sudah membuangnya, tapi bagiku dia adalah rupiah.

Dengan sedikit berjongkok kuambil botol itu dan memasukkan ke dalam karung putih besar yang masih kosong. Namun, saat aku hendak kembali menegakkan tubuh, sebuah benda hitam panjang mencuri perhatian.

Kudekati benda yang tergeletak persis di bawah kursi pinggir jalan itu. Dengan tangan kanan kuraih dia yang ternyata sebuah dompet warna hitam. Aku tak berani untuk membukanya apalagi mengambil isinya. Pikiranku langsung tertuju pada perkataan lelaki muda yang kutemui tadi.

Apa mungkin ini dompetnya?pikirku.

Kuselipakan dompet di antara perut dan rok yang kupakai. Kuteruskan langkah berharap bertemu dengan lelaki tadi. Hingga malam semakin menguasai jalanan tak kutemukan juga lelaki tadi.

Kasian, pasti dia sangat bingung saat ini.

Dingin malam mulai menusuk ngilu ke tulang tuaku. Pelan-pelan aku melangkah pulang. Berapapun barang yang orang lain anggap sampah aku kumpulkan, sudah membuatku lega. Setidaknya besok pagi aku masih bisa makan.

Sampai di rumah kuletakkan karung berisi botol di tempat biasanya. Di teras rumah berlantai tanah itu biasanya kutempatkan botol-botol yang berhasil kupungut di jalanan sebelum membersihkan dan membawa ke juragan pengepul di gang depan rumah.

Aku teringat dengan dompet hitam tadi. Bingung harus kuapakan dompet ini. Aku takut untuk membukanya, tapi kalau aku takut lantas bagaimana bisa tahu siapa pemiliknya?


Dengan sedikit menahan napas kubuka pelan kancing yang merekatkan. Mataku terbelalak saat melihat warna merah yang berjajar rapi di sana. Uang-uang itu tak pernah aku pegang selama ini. Dompet itu banyak terselip kartu. Tapi aku hanya fokus pada lembaran rupiah yang baru pertama kali di hadapanku itu.

Ada perasaan ingin memiliki dan membuang kartu-kartu itu, tapi nuraniku lebih kuat mengatakan kalau aku harus mencari tahu siapa pemilik uang itu.

Di selipan paling atas aku menemukan sebuah Kartu Tanda Penduduk. Satu-satunya kartu yang aku tahu karena aku juga memilikinya.

"Hendra Jaya permana" nama yang tercantum di kartu itu. Semiskin-miskinnya aku, dulu orang tuaku pernah mengijinkan aku belajar bersama teman-teman jalanan yang lain untuk belajar di salah satu rumah singgah yang mengajarkan baca tulis dan hitung.

***

Pagi harinya aku berniat mencari alamat yang ada di KTP itu. Kebetulan setiap hari aku melewati jalan itu untuk mencari harta yang berserak di jalan.

Langkahku terhenti saat melihat dua orang ibu berjalan sambil berbincang. Di tangan keduanya menenteng rentengan ketupat dengan janur yang masih segar. Yaa ... tiga hari lagi lebaran. Mereka pasti akan sibuk dengan menyiapkan segala macam hidangan untuk sanak saudaranya.

Mataku terpejam sekedar meredam lara dan nyeri di dada sebelah kiri. Sesuatu yang tak pernah bisa aku temui apalagi wujudkan. Setiap hari raya tiba aku hanya bisa membayangkan betapa nikmat makanan itu beserta lauk-lauk pendampingnya.

Kuseka air mata yang mulai menggenang di sudut mata. Kulanjutkan kembali langkah yang sempat berhenti karna memperhatikan kedua ibu tadi.

Tak berapa lama aku sudah berhenti di depan sebuah gerbang tinggi. Besi-besi warna hitam terlihat kokoh menjadi pengaman rumah besar yang berdiri di dalam sana.

Tanganku ragu untuk memencet bel yang ada di bagian depan.

Quote:


Sempat pikiranku kembali ingin menguasai, lumayan bisa kugunakan untuk keperluan lebaran dan aku akan membuat hidangan untukku senidiri, tapi lagi-lagi nuraniku berontak menentang.

Tanpa sadar tanganku telah memencet bel tiga kali. Muncullah dari dalam lelaki muda yang kutemui tadi malam.

"Maaf Nak aku ke sini mau mengembalikan dompetmu yang hilang. Kebetulan aku menemukan di bawah kursi tempat semalam aku bertemu nak. Ini ... teliti dulu apa ada yang kurang," kataku sambil mengulurkan dompet ke arah lelaki itu.

Dari raut wajahnya nampak bahagia mengambil alih dompet itu.

"Ibu yang sudah menemukannya? Terima kasih ya, Bu. Tak perlu aku periksa, aku percaya sama ibu." kata lelaki itu sangat sopan.

Kemudian tangannya membuka dompet itu dan mengambil semua uang yang ada di sana diserahkan padaku saat aku mau membalikkan tubuh.

"Apa ini, Nak? Aku ikhlas menolongmu."

"Aku tahu ibu ikhlas, maka dari itu ijinkan aku membayar hutang budiku. Uang ini tak ada artinya dibanding kartu-kartu yang ada di situ. Terimalah," katanya sambil memohon.

Aku melihat ketulusan lelaki itu saat menyerahkan sepuluh lembaran uang ratusan ribu itu. Akhirnya aku pun menerima setelah ia paksa. Tanganku bergetar hebat menerima uang itu. Air mataku tumpah seketika di hadapannya. Aku bersujud syukur mencium tanah tak pernah membayangkan Allah akan mewujudkan mimpiku makan ketupat di hari besarku setelah puluhan tahun hanya ada dalam mimpi saja.

Aku terbata mengucap terima kasih pada lelaki yang masih berdiri dengan senyum mengembang di bibirnya.

Quote:



Baca juga yang lain gan :
Lebaran Milik Siapa
Diubah oleh irummm 29-06-2019 15:39
IndriaandrianAvatar border
masnukhoAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.2K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.