• Beranda
  • ...
  • Sipil
  • Mengevaluasi Tersendatnya Pembangunan Rumah MBR

babygani86Avatar border
TS
babygani86
Mengevaluasi Tersendatnya Pembangunan Rumah MBR
Pemerintah melalui Program Satu Juta Rumah, memiliki banyak taktik dalam membangun rumah MBR. Namun masalahnya, Pemerintah sangat membutuhkan pengembang swasta untuk membangun rumah MBR. Pengembang kurang giat karena profit membangun rumah MBR sangat tipis sehingga mereka mengharapkan insentif tertentu dari pemerintah.

Pada 2019, pemerintah menargetkan pembangunan sampai 1,25 juta unit rumah. Akan tetapi, di awal bulan lalu terlihat sinyal pembangunan rumah MBR mulai tersendat. Menurut Direktur Jenderal Penyedian Perumahaan (PUPR), Khawali Abdul  Hamid, ada gejala pengembang menahan diri untuk membangun rumah MBR. Pemicunya, harga jual yang belum jelas. Pengembang masih menanti perubahan harga rumah MBR yang saat ini masih dibahas oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).



Harga rumah MBR memang terus dievaluasi oleh pemerintah. Untuk 2019 -2020, pemerintah mungkin akan menaikkan harga rumah MBR, yang kebanyakan bertipe 36/80 itu. Harga baru inilah yang dinanti pengembang. Meski itu taktik bisnis yang relatif wajar, dampaknya pembangunan rumah MBR pun tersendat. Dihimbau agar pengembang lebih mau berpartisipasi dalam MBR karena harga 2018 juga masih cukup relevan.

Sekadar catatan, harga rumah bersubsidi yang dipatok pemerintah dibagi berdasarkan zona. Untuk Jawa Tengah, harga rumah MBR Rp 130 juta, sedangkan di Jabodetabek Rp l48,5 juta. Tarik-ulur antara pemerintah dan pengembang ini sebenarnya sudah berjalan sejak Desember 2018. Ketika itu, berbagai asosiasi pengembang justru meminta pemerintah segera menerbitkan aturan baru harga rumah MBR untuk 2019.

Asumsinya, bila aturan harga baru terbit pada Desember 2018, maka pada Februari 2019 sudah mulai bisa dilakukan akad kredit. Namun, penetapan harga baru itu hingga kini belum juga keluar. Akibatnya, pengembang pun menahan diri.

Kendala itu memang harus diatasi. Di sisi lain, pemerintah juga makin kreatif mengembangkan taktik baru agar proyek rumah MBR tetap jalan. Di antaranya, menjual rumah berbasis komunitas. Ini adalah konsep baru yang kini terus didorong pemerintah. Modelnya, komunitas tertentu mencari lahan, lalu mengajukan ke pemerintah agar dibangun rumah MBR.



Sejumlah proyek rumah MBR berbasis komunitas ini sudah mulai jalan. Januari lalu, Presiden Joko Widodo meresmikan proyek pembangunan rumah MBR komunitas tukang cukur rambut yang berlokasi di desa Sukamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Proyek rumah komunitas itu bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN). Skemanya sama dengan skema Program Satu Juta Rumah.

Selain di Garut, proyek rumah komunitas ada di beberapa daerah lain, misalnya rumah MBR untuk komunitas guru tidak tetap yang berlokasi di Desa Curugsewu, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Di sana, sebanyak 63 unit rumah mulai dibangun. Proyek itu akan dilebarkan ke berbagai komunitas. Komunitas mana saja akan bisa mengakses, bisa komunitas wartawan, komunitas tukang ojek

Masih ada lagi taktik pemerintah untuk menyediakan rumah MBR selain rumah komunitas, yaitu program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), atau yang beken dengan istilah “bedah rumah”. Untuk 2019 ini anggaran BSPS dipatok Rp4 triliun. Program ini dibagi dua, yaitu bedah rumah lama atau pembangunan baru. Untuk bedah rumah lama, pemerintah mengucurkan bantuan senilai Rp17 juta, terdiri dari material Rp 15 juta dan upah pekerja Rp2 juta. Untuk rumah baru, bantuan yang diberikan senilai Rp35 juta, terdiri dari material senilai Rp30 juta dan upah pekerja Rp5 juta.

Karena ini program swadaya, biasanya warga diminta untuk membentuk kelompok, mendata jumlah rumah yang akan dibedah. Selanjutnya PUPR akan mengucurkan bantuan dalam bentuk bahan bangunan. Respons terhadap program ini luar biasa, terutama oleh masyarakat yang sudah memiliki rumah tetapi kondisinya tidak layak. Ini sangat diharapkan oleh mereka yang rumahnya atapnya mau bocor, mau roboh.



Ongkos membagun rumahnya juga relatif murah karena yang menjadi “tukang” dalam proyek ini adalah warga kampung itu sendiri. Mereka bergotong—royong memperbaiki rumah. Bahkan seringkali biaya tukang itu, bila dikalkukasi secara riil, jauh melampaui besaran kucuran dana untuk pekerja dari program bedah rumah.


Spoiler for Referensi:


anita.sutantyAvatar border
smeidyAvatar border
danQeAvatar border
danQe dan 2 lainnya memberi reputasi
3
4.4K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sipil
SipilKASKUS Official
1.8KThread799Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.