babygani86Avatar border
TS
babygani86
Pemerataan Akses Jaringan Internet di Wilayah Timur Indonesia
Hampir semua sendi kehidupan menggunakan internet sebagai alat sambungnya. Era Internet Of Things pun menjadi patokan perkembangan. Indonesia mencoba masuk sebagai pemain industri dalam skala besar di era Industri 4.0. Maka, suka atau tidak, akses internet yang baik menjadi tolok ukurnya.

Pertanyaan berikutnya adalah soal pemerataan akses jaringan internet. Sudah menjadi rahasia umum bahwa akses internet hanya berlari kencang di kawasan Indonesia bagian barat. Bagaimana dengan bagian lainnya? Nanti dulu. Karena itulah pemerintah meluncurkan satelit Palapa Ring untuk meratakan akses internet di seluruh Indonesia.



Belakangan sering muncul istilah tol langit, konsep tol langit adalah masa depan ekonomi digital tidak bisa dihindari. Kita akan masuk ke era perekonomian yang proses bisnisnya memanfaatkan proses digital. Contohnya, siapa yang masih beli voucher pesawat di travel biro, yang nanti ditukar dengan boarding pass? empat—lima tahun lalu masih menggunakan itu, sekarang sudah tidak ada. Saat ini sudah terjadi proses digitalisasi.

Berkat digitalisasi, sekarang Garuda Indonesia saja pendapatannya sudah mencapai miliaran dolar lebih. Mayoritas dari passeenger, bukan kargo. Itu baru penerbangan di dalam negeri, atau dari Indonesia ke luar negeri. Nilainya mencapai sekitar US$ 8 miliar. Belum lagi dihitung pendapatan hotel bintang di Indonesia. Paling tidak dalam setahun mencapai Rp100 triliun. Tapi ini kan baru sekitar USD 7 miliar. Itu baru hotel bintang, belum hotel yang melati. Melati saja sekarang sudah online reservasinya.

Artinya, semua proses bisnis beralih ke teknologi digital. Telekomunikasinya saja Rp200 triliun atau sekitar US$15 miliar. Semua proses kehidupan kita ini, tidak lagi analog. Inilah yang disebut ekonomi digital. Proyeksinya tahun depan potensinya sampai US$130 miliar. Ini lebih besar daripada GDP negara ASEAN yang kecil-kecil seperti Kamboja dan Laos. Dan hal ini tidak bisa dihindari dan akan semakin cepat.

Semakin cepat karena, Pertama tentunya masyarakat sendiri. Profil kaum millenial Indonesia sangat banyak. Tahun 2030 atau 10 tahun dari sekarang, Indonesia akan berada di puncak bonus geografi, artinya masyarakat Indonesia usia produktif dua kali dari yang usia non-produktif. Perkiraan konsumen Indonesia akan bertambah 90 juta di 2030, dari sekarang yang 45 juta. Itu kalau pertumbuhannya stabil di angka 5%. Kalau didorong lebih tinggi lagi, 7% konsumen Indonesia bisa 180 juta orang di 2030. Market yang sangat besar.



Lalu, pada 2030 ekonomi Indonesia diprediksi akan sama seperti negara ASEAN saat ini. Tapi kita tidak boleh mendewakan teknologi. Yang menjadi disrupsi adalah pemikiran, misalnya Gojek, kenapa jadi ojek online? Itu karena Nadiem Makarim melihat ojek pangkalan yang hariannya hanya mengantar dua-tiga penumpang saja. Teknologinya belakangan. Jadi bukan karena ada teknologinya. Tapi ojek atau drivernya pendapatannya naik. Konsumen sudah capek. Belum Go—Food yang sudah mengirim 95 juta ayam geprek sampai pertengahan 2018.Jadi semua berubah. Ekonomi kita juga berubah, yang tadinya berdasarkan goods sekarang services. Contohnya media dan komunikasi yang tumbuh selalu di atas pertumbuhan Indonesia.

Agar semua ini cepat, Indonesia akan membangun infrastruktur. Bandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand. Indonesia tantangannya di negara kepulauan. Sedangkan Singapura dan Thailand daratan, jadi tarik kabel agak gampang. Indonesia di ASEAN nomor empat setelah Singapura, Malaysia, Thailand.

Sekarang, pemerintah melalui Kominfo perannya berubah. Tidak sekadar regulator yang biasanya ngurusin perizinan. Pemerintah tetap regulator, tapi regulasi yang ringan-ringan saja dan memudahkan. Contoh, untuk jadi startup tidak perlu minta izin ke Kominfo, cukup registrasi online saja. Sebelumnya ada 34-35 jenis izin, sekarang jadi empat—lima perizinan saja. Izin prinsip disampaikan sebelum jam 12 siang. Sebelum tutup kantor, sudah bias disampaikan. Jadi berpindah dari sebagai regulator ke fasilitator. Di tengah digital mindset transformation yang terjadi saat ini, Kementerian Kominfo lebih kepada membuat koridor. Pemerintah berubah dari regulator menjadi fasilitator dan akselerator.

Pertimbangan utama pemerintah ketika memutuskan untuk membangun Palapa Ring adalah karena pemerintah tidak hanya melihat financial feasibility melainkan economics viability. Jadi pemerintah membangun infrastruktur sebanyak-banyaknya, nanti demand akan tumbuh, permintaan akan tumbuh. Kalau pemerintah membangun seperti korporasi, akan lama. Pemerintah harus lebih dahulu, daripada proyeksi. Jadi daerah-daerah yang tidak diuntungkan oleh operator, pemerintah bangun.



Karena itu pemerintah bangun Palapa Ring. Namun di tengah Pulau Papua pemerintah memakai gelombang mikro, tidak bisa pakai optik. Kebetulan ketika Pak Basuki (Menteri Pekerjaan Umum) membangun jalan di Papua, Kominfo nebeng. Di Papua, menanam viber optikitu modern, pakai mesin, yang otomatis melubangi tanah terus memasukkan kabel sekaligus. Jadi lebih cepat daripada manual. Ketinggian gunung pun tidak ada masalah, sehingga Mei-Juni ini konstruksi selesai. Kemudian, pertengahan tahun diintegrasikan semua.

Hal ini akan memberi keuntungan memudahkan operator, seperti tulang punggungnya. Seperti jalan tol. Bangun saja jalan tolnya yang gede, nanti mobil pada masuk juga. Sekarang kalau saling tungggu, mobil tidak bisa jalan. Padahal semua aplikasi yang baru itu, semua bandwidth eater. Coba download aplikasi—aplikasi di AppStore kan gede-gede. Itu baru aplikasinya saja. Belum datanya. Jadi, butuh jalan tol makin lama, makin lebar. Itu yang disebut broadband. Apalagi Indonesia negara kepulauan. Kalau ranking kecepatan internet di ASEAN bukan nomor satu atau dua. Tapi kalau dibandingkan di Jakarta? itu disebabkan dari sisi infrastrukturnya.

Jadi memang benar ada disparitas akses internet, itu sebabnya mengapa Palapa Ring di timur dibangun. Di timur, internet itu 20 kali lebih lemot daripada Jakarta. Kedua, harganya juga lebih mahal. Hal ini tidak fair, jadi dibangun Indonesiasentris. Sehingga kecepatannya tidak jauh lebih beda. Kedua dari sisi harga akan diskon banyak.

Hal ini juga semacam insentif untuk operator. Kominfo tidak cari untung, yang penting economics valuable. Fasilitasi terus, menjadi regulator, fasilitator dan akselerator unikorn-unikorn di Indonesia. Pemerintah juga memfasilitasi program seribu digital startup. Terus juga, awal-awal fasilitas 4G. Jangan lupa pada 2014, teknologi 4G belum ada. Semua meragukan, bahwa 4G di Indonesia paling cepat 2016 atau 2017. Karena, frekuensinya antara operator tidak continues.



Dari sisi aplikasi, pemerintah juga memfasilitasi dan akselerasi. Pemerintah menginginkan ada unikorn lagi. Karenanya ada program yang namanya Next Indonesia Unicorn. Jadi pendekatan tidak bisa sendiri, Kominfo harus menghilangkan ego sektoral dalam rangka menjaga ekosistem.


Spoiler for Referensi:


danQeAvatar border
mbahgobelAvatar border
kakekane.cellAvatar border
kakekane.cell dan 7 lainnya memberi reputasi
8
4.5K
47
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Internet Service & Networking
Internet Service & NetworkingKASKUS Official
21.2KThread3.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.