[SPOILER] [/SPOILER]

Cinta adalah bahasan yang tiada habisnya. Apalagi bila menyangkut dua orang makhluk Tuhan lain jenis. Lelaki dan perempuan, perbincangan tentang cinta itu seperti magnet tersendiri. Terutama yang sedang jomblo, sedang sendiri, sedang sunyi. Akhir pekan ini. Seperti yang saya alami. Ups. Kok ngaku? Hehehe, biar mendalami peran ajee.



Itu saya, waktu jatuh cinta jaman dahulu. Waktu belahan nyawa masih ada. Untuk anak millenial sekarang yang saya amati pengertian cinta mulai bergeser. Sentuhan sepertinya jadi tuntutan pembuktian rasa cinta. Padahal belum ada komitmen apa-apa.

Coba tengok beberapa judul berita. Demi membuktikan cinta wanita ini rela disentuh sentuh. Seorang lelaki meminta kegadisan sebagai bukti cinta. Dan seterusnya. Apakah memang itu namanya cinta?

Cinta itu dirasa, bukan diharuskan bersentuhan, apalagi kalau sudah minta berhubungan badan. Memang sih, berdekatan dengan kekasih itu rasanya sesuatu apalagi kalau sudah disentuh. Indah banget. Tapi kalau sudah begeser jadi keinginan disentuh sentuh. Inikah namanya cinta?

Merasa indah itu cinta. Tak ada yang salah dengan cinta. Namun bila sudah ingin melakukan sentuhan atas nama cinta, itu bukan lagi cinta. Nafsu namanya. Bukti cinta paling indah dan romantis itu cuma satu. Yakni pernikahan.

Bila pasanganmu sudah meminta apa apa, atau kau menginginkan lebih dari sekedar rasa untuk pembuktian cinta. Jangan lakukan. Resiko panjang di depan mata. Selain dosa menurut agama tentunya. Bagi perempuan akan ada cap barang bekas padanya. Bagi lelaki akan dituduh playboy bila pernah mencampakkan perempuan ketika sudah pernah melakukan sesuatu. Tidak ada bagus bagusnya.