Aku menyukai hujan.
Begitupun dengan senyum mu.
Yang entah di pojok kenangan mana ia tertinggal.

Bukankah sudah ku katakan?
Aku bisa begitu memilukan saat mengingatmu.
Tepatnya mengingat kenangan kita, yang sejujurnya kupaksa pergi tapi tetap saja ia (ter)tinggal.

Tentu saja aku naif.
Aku bisa begitu bahagia hanya dengan mengingat senyum mu, yang tanpa izin selalu ku jadikan inti dari puisiku.
Membayangkannya, menangisinya., lalu menulisnya.
Kemudian tersenyum membacanya.
Terlihat begitu lucu bukan?

Ku katakan padamu.
Kenanganmu begitu mengusikku.
Membuatku tertawa, namun membuat ku menangis di detik berikutnya.
Andai bisa ku katakan, tentang hujan dan tentang senyum mu yang sungguh menyiksa ini.
Senyum yang sungguh indah, namun menjadi begitu menakutkan saat senyum itu hanya tinggal sebuah ingatan.

Andai bisa ku katakan, tentang rindu yang ku sesalkan dan berakhir menyesakkan.
Andai bisa ku katakan, tentang penyesalan dan kenyataan yang kubiarkan bersinggungan.
Andai bisa ku katakan, hati ku berbicara, meracau dengan harapan kau bisa mendengarnya, entah kapan.
Ia hanya terus bergumam pelan, mungkin juga lirih.

"Izinkan aku mencintai mu, sekali lagi".