itanovita6Avatar border
TS
itanovita6
Amerika Akhiri Program Bebas Tarif, Guncang Indonesia dan Thailand
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuntut akses pasar dari penerima manfaat program impor bebas tarif. Indonesia dan Thailand saat ini bekerja di balik layar, mengusahakan agar mereka tidak menerima nasib serupa. Indonesia adalah penerima manfaat bebas tarif keempat terbesar dari Amerika Serikat, dengan barang senilai dua miliar dolar.

Oleh: Alex Fang (Nikkei Asian Review)

Setelah keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menghapuskan pemberlakuan tarif istimewa untuk India dan Turki, Amerika tampaknya berniat memperluas perang dagang. Negara-negara Asia seperti Indonesia dan Thailand bekerja di belakang layar untuk menghindari nasib serupa.

Pernyataan yang diarahkan Trump yang dikeluarkan hari Senin (4/3) oleh Kantor Perwakilan Dagang AS mengatakan bahwa India kehilangan statusnya berdasarkan Sistem Preferensi Umum (GSP) karena gagal meyakinkan Amerika bahwa India akan memberikan “akses yang adil dan masuk akal” ke pasarnya, sementara Turki “lolos” dari program tersebut karena tingkat perkembangan ekonominya yang lebih tinggi.

Reza Pahlevi, atase komersial di Kedutaan Besar Indonesia di Washington, mengatakan kepada Nikkei Asian Review bahwa Indonesia telah membuat kemajuan dalam negosiasi dengan AS menuju “solusi yang saling menguntungkan” untuk mempertahankan perlakuan istimewa. “Indonesia selalu memandang Amerika Serikat sebagai mitra strategis kami untuk saat ini dan di masa depan,” katanya.

GSP melepaskan tarif untuk lebih dari 3.500 jenis produk, mulai dari kayu lapis hingga mesin cuci, yang diimpor dari negara berkembang yang memenuhi syarat. Skema ini dirancang untuk membantu menumbuhkan ekonomi negara penerima manfaat.

Musim semi lalu, kantor perdagangan Amerika Serikat memprakarsai tinjauan kelayakan GSP untuk India, Indonesia, dan Thailand berdasarkan kekhawatiran tentang kepatuhan mereka terhadap program, dengan mengatakan bahwa ketiga negara tersebut telah menerapkan hambatan perdagangan yang merusak perdagangan AS.

Menteri Perdagangan Indonesia mengunjungi Washington untuk merundingkan masalah ini pada bulan Juli 2018 dan Januari 2019.

Tahun 2017, India mengekspor barang bebas tarif senilai $5,6 miliar ke Amerika, menjadikan India sebagai penerima manfaat utama dari perlakuan istimewa, diikuti oleh Thailand, dengan $4,2 miliar ekspor AS mendapatkan manfaat dari program tersebut. Indonesia adalah penerima manfaat terbesar keempat dengan ekspor sebesar $2 miliar.

“Indonesia sangat menghargai fasilitas GSP yang telah disediakan Amerika Serikat,” kata Pahlevi, menambahkan bahwa skema tersebut “membantu Indonesia sebagai negara berkembang untuk tumbuh dan juga untuk mendukung industri AS.”

Ulasan kelayakan GSP India, Indonesia, dan Thailand tahun 2018 terjadi setelah beberapa keluhan asosiasi perdagangan Amerika tentang akses ke pasar negara-negara tersebut.

Produsen susu Amerika Serikat membidik India dan Indonesia, sementara produsen daging babi menargetkan Thailand. Manufaktur perangkat medis juga mengajukan petisi untuk mencegah India menerima perlakuan istimewa dari Amerika.

Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan India telah memanas sejak bulan Juni 2018, ketika India mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif pada 29 impor AS sebagai tanggapan atas penolakan Trump untuk membebaskan India dari kenaikan tarif baja dan aluminium bulan Maret 2018. Sejak itu India beberapa kali menunda tarif yang telah direncanakan.

Produk-produk yang menerima perlakuan istimewa menyumbang 7,3 persen dari ekspor Amerika di India tahun 2017, menurut data yang diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Perdagangan AS.

“Ini bukan kejutan besar sehingga mereka tidak bisa menyerapnya,” kata Pravin Krishna, profesor ekonomi dan bisnis internasional di Universitas Johns Hopkins. Mencabut hak istimewa GSP India adalah “salah satu elemen dari sikap secara luas yang lebih agresif yang diambil oleh Amerika Serikat sehubungan dengan hubungan perdagangan internasional,” katanya.

Perubahan tersebut tidak akan berlaku sampai setidaknya 60 hari setelah Kongres AS dan kedua pemerintahan telah diberitahu, menurut kantor perdagangan Amerika dalam rilis hari Senin (4/3).

Sumber

Pada akhirnya, setiap negara harus bersiap menghadapi perang dagang AS
sebelahblogAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
3
909
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
79.1KThread10.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.