Gambar close-up yang menunjukkan aplikasi Spotify Music pada iPhone di Kaarst, Jerman, 08 November 2017 | Sascha Steinbach /EPA-EFE
Sebagai salah satu layanan pengaliran (streaming) musik ternama, Spotify tentu menjaring iklan. Namun, sejumlah pengguna gratis Spotify mengakalinya dengan memasang aplikasi pemblokir iklan (ads blocker).
Mulai 1 Maret 2019 nanti, cara memblok iklan itu tak berlaku lagi. Bahkan Spotify akan menindak tegas akun pengguna yang melakukan itu.
Kebijakan baru ini tercantum dalam laman
syarat dan ketentuan(
Terms and Condition of Use) terbaru pada situs resmi Spotify yang dirilis pekan lalu (7/2/2019). Spotify juga mengabarkannya ke semua pengguna melalui surel.
Layanan pengaliran musik dan podcast ini menjelaskan tak akan lagi mengizinkan tindakan semua jenis pemblokiran iklan, bot, dan kegiatan pengaliran yang curang. Ini berlaku untuk pelanggan gratis dengan iklan. Sedangkan pengguna yang berlangganan paket premium seharga $9,99 AS per bulan tak akan terkena kebijakan baru termaksud.
Kebijakan baru ini berangkat dari penemuan Spotify pada tahun lalu. Menurut
Android Pit(10/2), Spotify menemukan lebih dari 2 juta pengguna gratis atau sekitar 1,3 persen dari total basis pengguna pada saat itu mengakses versi gratisan melalui aplikasi pemblokir iklan pihak ketiga.
Tindakan itu melanggar aturan main. Spotify pun menonaktifkan akun pengguna tersebut dan memberitahu melalui surel. Isi surel akan seperti berikut:
“Kami mendeteksi aktivitas abnormal pada aplikasi yang Anda gunakan sehingga kami telah menonaktifkannya. Untuk mengakses akun Spotify Anda, cukup hapus instalasi versi Spotify yang tidak sah atau modifikasi dan unduh serta installaplikasi Spotify dari Google Play Store resmi."
Pengguna akan memiliki jangka waktu tertentu untuk mengaktifkan lagi akun gratisnya setelah menghapus perangkat lunak pemblokiran iklan atau berlangganan versi premium. Jika tidak, Spotify akan menghapus akun secara permanen tanpa peringatan.
Dalam laporan yang dilansir
Digiday, juru bicara Spotify mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki beberapa cara untuk memantau, mendeteksi, menyelidiki, dan menangani aktivitas-aktivitas yang mencurigakan. Selain itu, Spotify juga melacak akun-akun yang mencurigakan dan mengambil tindakan.
"Kami menganggap serius manipulasi terhadap layanan kami. Spotify memiliki beberapa langkah untuk mengawasi pemakaian layanan, kemudian menyelidikinya dan menangani kegiatan tersebut," katanya.
"Kami terus berinvestasi besar-besaran dalam menyempurnakan proses-proses tersebut dan meningkatkan metode pengawasan dan penghapusan, serta mengurangi dampak aktivitas yang tidak dapat diterima ini bagi para pencipta, pemegang hak, pengiklan, dan pengguna kami yang sah," kata juru bicara Spotify.
Sebelumnya, menurut hasil survei yang dilakukan terhadap
500 pengguna Spotifypada periode Oktober - Desember 2018 di Amerika Serikat (AS), Consumer Intelligence Research Partners (CIRP) menyebut pengguna Spotify premium atau pengguna berbayar bertambah.
Data CIRP menyebutkan pengguna berbayar di AS bertambah selama kuartal keempat tahun 2018 sebesar 41 persen. Sementara 18 persen pengguna mendengarkan lagu secara gratis sebagai masa percobaan mereka selama 30 hari sebelum beralih ke layanan versi premium.
Secara keseluruhan, angka tersebut meningkat sebesar 13 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. CIRP pun menyatakan, sebesar 72 persen dari pelanggan pada masa percobaan selama kuartal empat beralih menjadi pelanggan versi berbayar, meningkat 71 persen daripada kuartal ketiga.
Namun begitu, Spotify juga kehilangan pengguna premiumnya menjelang akhir tahun lalu. CIRP menyatakan, sebesar 13 persen pengguna premium berhenti berlangganan selama bulan Oktober hingga Desember 2018.
Namun, jika dilihat dari pengguna aktif bulanan (
monthly active users/MAU), layanan pengaliran musik Spotify justru mengalami pertumbuhan pesat dalam dua bulan terakhir. Jumlahnya kini mencapai
200 juta MAUdi seluruh dunia per Januari 2019.