Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

haruglory01Avatar border
TS
haruglory01
Siluman Ular
Siluman Ular


Spoiler for Selagi ia berlari, sekujur tubuhnya terasa semakin panas, membakar. Perlahan tetapi pasti kulitnya berubah kesat, hitam legam, bersisik menjijikkan. Sifat-sifat buas menjalari dirinya dengan kejam, dan semacam naluri seksuil yang aneh mendorongnya untuk melaksanakan pembalasan dendam .... Bisikan arwah terkutuk itu kini jadi kenyataan. Dan isterinya yang muda lagi cantik, tetap menunggu di tempat tidur, merindukan kehangatan dan jamahan mesranya. Kerinduan seorang pengantin baru yang tidak sadar, teror mengerikan tengah melanda kebahagiaan mereka! :




Bab 1

BUMI menggeliat kepanasan digelitik terik matahari. Pepohonan di sepanjang jalan setapak itu merasakan kegersangan yang amat sangat, Daun-daunnya berguguran jatuh. Menggelepar beberapa saat ditiup angin yang kering kerontang.
Lalu terlentang diam di atas rerumputan yang layu. Kuning kecoklat-coklatan.
Tidak ada lagi burung-burung bernyanyi. Bahkan awan putih perak yang belum lama berselang bergulung-gulung di perut langit seperti enggan menampakkan diri.
Ranting-ranting kering gemeretak diinjak sepasang kaki telanjang berlepotan tanah dan debu.
Sepasang kaki itu tiba-tiba berhenti.

"Panasnya. Ampun!" sebuah suara bergumam.

Lantas sebuah lengan yang kukuh dengan urat-urat bertonjolan mendarat di wajah seorang lelaki.
Wajah yang keras. Sorot matanya tajam. Tetapi ketika itu tampak lesu sekali. Dengan lengannya yang kecoklat-coklatan itu ia seka keringat yang membanjir di dahi.

"Kalau tak ingat mertua sedang sakit payah, maulah rasanya hari ini pulang saja ke kota!" ia bergumam lagi.
Kaki-kakinya kembali melangkah. Enggan tetapi pasti. Jalan setapak itu akan berakhir di mulut kampung. Tinggal beberapa ratus meter.
Namun jaraknya seakan-akan telah bertambah panjang sejauh berkilo-kilo meter. Terlalu benar. Tetapi ah! Kenapa ia harus mengeluh. Inilah resiko kimpoi dengan seorang anak petani.
Petani yang kaya memang. Akan tetapi mana pula ia pantas berdiam diri saja di rumah sepanjang hari. Makan tidur, menyulut rokok seraya minum kopi tubruk. Bercanda dengan isteri yang begitu muda dan cantik.

"Bercumbu di tengah udara sepanas ini?" ia geleng-geleng kepala sendiri. "Mana ada selera!"

Sedang apa si Mira sekarang? Tidur-tiduran? Atau menunggu dia di depan pintu seperti selama ini ia lakukan bila Iwan datang ke rumah paman Mira di kota? lwan biasanya langsung mendorong tubuh langsing dan padat itu ke balik pintu. Ia tekan lutut ke dinding. Ia betot dengan kedua lengannya yang kukuh.
Mira akan menggeliat. Dan membiarkan bibirnya habis diremas bibir Iwan. Lalu berdesah. Panjang.
Itu di kota. Di sini?

Biarpun ia dan Mira sudah syah jadi suami isteri satu pekan yang lalu, tetap saja ia harus bersabar menunggu Mira masuk ke kamar tidur atau di pekarangan belakang. Di balik pohon-pohon jambu. Kadang-kadang di kamar mandi, bila ayah Mira sedang berjemur di depan rumah dan ibunya pergi ke ladang. Itupun kalau adik-adik Mira kebetulan bersamaan waktunya pergi ke sekolah desa.

Secepat mertuanya sembuh mereka kembali saja di kota. Masa cuti kimpoi Iwan di kantor belum berakhir. Dihabiskannya saja di kota. Kalau perlu berkemah di pantai. Berkecimpung di lidah ombak. Berkejar-kejaran di hamparan pasir lembut berkilau Kilauan.
Tak perlu lagi berkeluh kesah dalam rumah yang senantiasa berisik oleh jerit dan tawa adik-adik Mira atau duduk-duduk diam di hadapan ayah Mira yang tak henti-hentinya berpetuah. Berlagak mengerti.
Dan menunggu semua orang tidur untuk bisa bergelut dengan isteri sendiri. Tak perlu cemas oleh derit ranjang besi yang sudah lama tidak di minyaki.

Iwan tersenyum kecut.

Matanya menatap ke kejauhan. Bangunan rumah-rumah di balik pepohonan kelapa dan beringin yang daun-daunnya telah semakin banyak berguguran, sebatang rokok lagi jauhnya.
Kalau di kota ia akan minta Mira menyediakan es atau minuman dingin. Tetapi di kampung sana, paling-paling ia bisa meminta disediakan teh manis. Duduk-duduk sebentar di halaman sebelum tiba waktunya bersama seisi rumah berhadapan dengan meja makan. Supaya dapat makan dengan nikmat ia akan mandi lebih dulu dan ......

Dan Iwan tegak terpaku di tempatnya berdiri.

Sebentuk benda berwarna hitam legam terbujur memotong jalan setapak yang akan ia lalui. Benda itu bersisik. Besarnya sama dengan batang paha Iwan sendiri. Dengan liar mata Iwan menatap benda misterius itu. Tampaknya seperti diam. Akan tetapi semak belukar di kedua sisi jalan setapak, bergerak gelisah. Samar-samar di telinga Iwan terdengar suara berdesis-desis yang kadang-kadang berupa siulan yang lembut. Cepat sekali ingatan lwan bekerja.

Sehari sebelum ia asik ke jenjang pelaminan bersama Mira, lwan telah bertemu untuk pertama kali dengan benda bulat panjang dengan sisik berwarna hitam legam ini. Waktu itu dia lama diam terpaku seperti sekarang.
Setelah ia sadar, benda itu telah lenyap di balik semak belukar. Penasaran, ia ikuti arah benda yang ia yakin pasti ular yang sangat besar.

Dengan takjub ia sadari, semak belukar yang tadi rebah dilalui ular hitam, semua tegak seperti semula. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, seakan-akan tidak ditimpa oleh benda besar dan sangat berat. Karena benda itu bergerak dengan bentuk garis lurus, ia rambas semak belukar dengan arah yang sama. la ingin tahu. Mengapa ekor ular itu tidak semakin mengecil seperti biasa. Dan mengapa badannya menjalar dengan gerakan lurus, tidak berbelok-belok.

la kemudian tiba di sebuah lapangan berumput, yang konon tidak ada seorang penduduk pun mau mengolahnya untuk dijadikan perumahan atau ladang.
Sekilas ia masih bisa melihat segaris rerumputan yang sedang berusaha tegak dari rebahnya. Langkah-langkah lwan bertambah panjang mengikuti jejak-jejak ular yang aneh itu sebelum rumput-rumput tadi berdiri semua. Dalam beberapa loncatan, kemudian ia tiba di dekat sebidang tanah berpasir. Jejak-jejak ular berakhir di situ.
Mata lwan mencari-cari. Kemudian ia pun berjalan kesana kemari. Merambas semak belukar dengan golok di tangan. Tetapi, semua sia-sia.

Sekarang, kepenasaran tidak akan ia buang begitu saja.
Sebelum ekor ular di depannya menghilang dibalik semak belukar, lwan dengan berjingkat-jingkat, bergerak ke samping. Sejajar dengan arah ular aneh itu menyelusup. Dengan berusaha agar suara kakinya tidak menimbulkan berisik, lwan kemudian mengikuti bayangan benda hitam legam itu yang memanjang kearah daerah lapang berumput.
Tak ingin kehilangan jejak untuk kedua kalinya lwan mempercepat langkah. Berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat sehingga kehadirannya tidak terdengar oleh buruannya.

Kalau ia berhasil, ia akan membunuh ular itu dan kulitnya akan ia bawa ke kota.
Kulitnya berwarna hitam legam seperti itu jarang didapat. Pasti harganya akan sangat mahal sekali !.

la lupa. Kalaupun ia ingat, ia tak akan perduli. Pertama kali ia lihat ular itu dan kehilangan jejak, ia ceritakan pada Mira. Isterinya menggigil.
Tetapi tidak bisa mengatakan apa-apa.

"Aku tak tau itu ular apa. Tanyakan saja kepada ayah."
Ayah Mira mengernyitkan dahi.
"Hitam legam? Ekor sama besar dengan badan?" ia balas bertanya, sambil terus berpikir.
Dan tiba-tiba orangtua itu menatap tajam ke mata lwan. Sesaat ia menelan ludah. Kemudian berkata, "Itu ular jin!"
"Jin?" Iwan tercengang.
"Ya. Jin!"
"Jin!" ulang lwan pula. Lantas ia tertawa.

"Jangan anggap remeh, anakku," tegur ayah Mira.

Iwan masih ingin tertawa. Tetapi demi menghormati mertuanya ia berusaha menahan rasa geli. Mana ada ular berbentuk jin atau jin berbentuk ular. Memang dalam agama ada disebut jin. Tetapi kok ular.
Terlihat pula lagi oleh mata. Mana ada jin yang tertampak oleh mata manusia.
Karena itu Iwan tak membantah lagi waktu ayah Mira melanjutkan:

"Bila ular jin tampak di sebuah tempat, maka malapetaka akan terjadi di sekitar tempat ia menampakkan diri itu!"

Suara orangtua itu cemas. la kemudian malah ke luar dari rumah dan pergi ke tetangga, Bersama tetangga mereka kemudian menemui ajengan. Tetapi ajengan sedang menjenguk anaknya yang bekerja di kota. Mereka lalu bertemu dukun. Oleh dukun diperintahkan agar penduduk desa menyediakan sesajian. Terdiri dari pisang masak, bunga rampai, telor ayam putih dan sejemput beras putih. Semua diletakkan diatas talam, lalu disimpan di pintu rumah masing-masing.

Malapetaka itu memang tidak datang. Kecuali kemarau yang rasanya terus membakar bumi. Dan ayah Mira nyeletuk pada menantunya:

"Hati-hati, nak. Kalau kau lihat ular jin itu kembali, segeralah beritahu kami."

Tidak. Bukan ia tidak ingin memberitahu mertua atau penduduk desa. Akan tetapi, sedetik ia terlambat, ular itu akan hilang lenyap seperti beberapa hari yang lalu.
Sedangkan ia akan pulang ke kota tak lama lagi. Kulit ular yang bisa dijual mahal akan bisa menambah gajinya yang sudah mencukupi. Untuk membeli hadiah buat Mira.
Tentu kawan-kawan dan relasi mereka akan kagum kalau datang bertamu.

Dengan lamunan itu lwan tiba di lapangan berumput. Tak ada lagi semak belukar. Dari tempatnya berdiri, ia lihai ular itu menjulur diatas rerumputan. Langsung menuju bidang tanah berpasir ditengah-tengah lapangan. Dalam pikiran lwan tentu ular itu akan melewati tanah berpasir itu, terus ke lapangan berumput di seberang dan kemudian menghilang diantara semak belukar yang menuju... Tidak.
Ular itu tidak boleh sampai ke sungai. Kalau sampai disana biarpun sungai sedang surut airnya, akan tetapi demikian banyak semak belukar yang lebat dan penuh lubang menganga di sana sini.

Ia baru saja berniat akan berlari ke arah dimana ia perkirakan ular itu akan terjun ke pinggiran sungai, ketika mata lwan menangkap sesuatu yang aneh. Dari kejauhan, ia lihat bagaimana ular menyeret-nyeret tubuhnya. Tidak meliuk-liuk.
Kepalanya yang besar dan lancip di depan terjulur dengan lidah bercabang dengan warna kemerah-merahan memancarkan liur.
Menjelang tiba di tanah berpasir, gerakan ular semakin lambat. Tampaknya ia teramat susah payah menyeret badannya yang besar.

Mulut lwan ternganga memperhatikan bagaimana kemudian kepala ular agak terungkit ke atas. Bergerak kesana kemari. Bagai mencari-cari.
Iwan dengan cepat merebahkan badan. Diam menunggu.

Ular itu mudah-mudahan tidak melihat ada manusia tergeletak diantara rerumputan.
Seraya rebah, lwan menyingkapkan rerumputan dan ilalang di depan matanya. Kembali mulutnya melongo. Kepala ular ini terhujam ke tanah berpasir. Kemudian menggeliat, keras sekali sehingga liuk tubuhnya melipat. lwan menahan nafas setelah tau apa yang dilakukan si ular.

Benda hitam misterius itu tengah menggali tanah. Pasir beterbangan kesana kemari. Tetapi tak ada tanah yang bertaburan. Rupanya gerakan ular bukan menggali. Melainkan membor. Kepalanya perlahan-lahan hilang dalam lobang yang cuma sebesar badannya. Menyusul badannya hitam legam, menyelusup kedalam tanah berpasir.

"Celaka!" lwan setengah berseru. "la akan lenyap!"

Seketika, ia meloncat berdiri. Dan berlari kearah tanah berpasir. Di sana ia berdiri kebingungan. Apa yang akan ia lakukan untuk bisa membunuh ular itu seketika, tanpa ia mendapat perlawanan.
la pukul saja ekornya dengan gagang pacul Ular itu tentu kesakitan. Bisa saja badannya keluar kembali seluruhnya lantas menyerang manusia yang yang menyakiti tubuhnya.
Dalam keadaan demikian, lwan harus terpaksa melakukan perlawanan. Dan itu berarti, kulit ular rusak oleh hantaman mata pacul. Dan itupun kalau lwan bisa ke luar sebagai pemenang. Kalau ia kalah?

Sedang lwan berpikir-pikir, ular itu bergerak terus. Kini, tinggal ekornya saja! Otak lwan memutuskan.

"Biar rusak-rusak kulitnya, apa boleh buat!"

Lantas, ia angkat gagang pacul ke udara. la sudah siap menghantamkan pacul yang akan berganti fungsi jadi alat pembunuh itu.
Untuk kesekian kali lwan dibuat takjub. Ekor ular tadi telah hilang lenyap dalam lobang. Begitu hilang, begitu lobang itu tertimbun. Benar-benar tertutup. Oleh tanah yang perlahan-lahan merapat dan bersatu dengan timbunan pasir.
Lama lwan terpesona menyaksikan peristiwa aneh itu.
Kemudian, semacam dorongan naluri yang kuat mendorongnya untuk menggali lubang itu. Tak ia sadari dengan perbuatan nekad itu berarti Iwan telah memanggil terror mengerikan yang akan terus membayang-bayangi kelanjutan hidupnya.

***
Diubah oleh haruglory01 10-02-2019 07:34
anasabilaAvatar border
pulaukapokAvatar border
adekurnia888646Avatar border
adekurnia888646 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.7K
13
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.