Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

madjidmsAvatar border
TS
madjidms
Kenapa sih Harus Menulis?


Sebelum gue mulai, gue mau ngasih tahu kalau saat ini gue sedang terjangkit writer's block parah. Kalau kalian mau tahu tingkat keparahannya sudah sampai gue membenci tulisan gue sendiri.

Iya, separah itu memang.

Dan tulisan ini gue buat dengan begitu banyaknya revisi dan niat yang antara ada dan tiada, kadang ada kadang hilang. Gue bersyukur kalau tulisan ini bisa selesai. Tapi kalaupun pada akhirnya gue menyerah, itu artinya gue harus bisa menerima kenyataan kalau gue masih belum bisa untuk menulis lagi.

Oke, mari kita mulai. Assa!

Sebenarnya menulis itu sudah menjadi napas gue sejak lama. Kalau dibilang hobi, iya memang benar. Gue inget banget dulu tiap kali di sekolah ditanya hobinya apa, jawaban andalan gue selalu 'membaca dan menulis'. Hahahaha! freak banget emang. Dan jawaban itu bertahan dari jaman gue masih TK sampai gue jadi mahasiswa baru kemaren. Berapa tahun tuh? Gue mulai masuk TK umur 3 tahun dan gue baru ospek tahun lalu, berarti paling tidak 15 tahun gue bertahan dengan jawaban 'membaca dan menulis' adalah hobi gue. Kewl!

Sesuka itu memang sama membaca dan menulis?

Well, nggak juga.

Semua berawal dari ke-introvert-an gue, yang selalu mendorong gue untuk menarik diri dari lingkungan. Gue terkenal sebagai orang yang pendiam. Sangat pendiam. Gue nggak akan pernah bersuara sebelum orang lain ngajak ngomong gue. Bahkan sekalipun gue harus batuk, gue bakal tahan sebisa mungkin supaya batuk gue nggak bersuara. LOL! Why am I so pathetic? (Baru sadar sekarang kemana aja lo?!)

Tapi, jadi seorang pendiem bukan berarti gue apatis. Gue sebenarnya seorang pengamat yang baik. Hiyaa! Serius, tapi mengutip dari postingan instagram Kak Ron, owner Kaoskasibau.com, spying people is my daily basis.

Gila lo! Psikopat ya?! Ngaku!

Chill, dude.

Gue nggak mengambil keuntungan kok dari itu. Sedikit sih. Tapi cuma sebatas kalau orang yang gue amati tersenyum gua ikut tersenyum. Paling parah sih kalau misalkan dia sedang mencoba ngumpetin kebodohannya, gue ketawain. Hahaha.

Gue suka mengamati lingkungan sekitar gue. Apapun itu. Banyak yang bisa gue temukan dalam kegiatan kecil ini. Contohnya, mengamati orang yang diem-diem lagi garuk ketek, atau lagi mati-matian nahan batuk biar nggak bikin malu karena berisikin kelas. Gue selalu nemu aja tipe-tipe kegiatan kecil yang dilakukan orang dalam sisi lain image mereka. Bisa dikatakan semacam kegiatan yang mereka sembunyikan untuk membentuk sebuah 'citra'.

Banyak sekali percakapan yang terjadi antara gue dan diri gue setiap harinya. Bahkan lebih banyak dari total percakapan yang gue lakukan dengan orang lain. Gue orangnya suka banget mbatin. Dan biasanya suara-suara pikiran gue akan tersuarakan kalau gue lagi sendirian. Tapi kalau lagi nggak tahu diri gue suka keceplosan meskipun saat itu ada banyak orang. Makanya jangan heran kalau tiba-tiba gue ngomongin sesuatu yang sama sekali antah berantah. Itu suara pikiran gue, efwaiai

Tapi sebenarnya hobi menulis gue nggak berawal dari situ sih. Hehe. Dari tadi gue cuma bicara ngalor-ngidul aja buat lemesin tangan gue. Kenapa gue suka nulis? Ya, suka aja! Wkwk

Ada sedikit hubungannya dengan kebiasaan kecil yang gue ceritakan di atas. Gue banyak ngomong kalau lagi sendirian, dan menulis adalah cara lain gue untuk menyuarakan suara-suara pikiran itu.

Dari kecil, gue suka banget nulis diary. Berawal dari keengganan gue untuk ngomong ke orang, akhirnya gue ngomong sama buku. Gue tuliskan semua isi hati gue, keluh kesah gue, dan semua isi pikiran gue. Aneh emang awalnya. Diksi gue acak-acakan, grammar gue nggak bener. Sekarang pun gue masih suka ketawa kalau baca buku diary lama gue. Tapi dari situ gue belajar untuk memproduksi kalimat. Meskipun salah, gue mulai terbiasa. Dan akhirnya karena rasa terbiasa ini lama-kelamaan gue bisa. Percaya nggak percaya, berkat kebiasaan gue nulis diary, nilai menulis Bahasa Indonesia gue selalu bagus.

Gue dikenal sebagai orang yang jago nulis berkat hobi nulis diary. Itulah kenapa menulis diary adalah kebanggaan terbesar dalam hidup. Hehe.

Semakin lama kesenangan gue nggak cuma sekadar menuliskan perasaan. Di situ gua hadirkan tokoh lain yang mewakili perasaan gue. Dan akhirnya cerita pertama gue pun ditulis, di usia gue yang masih 6 tahun, dengan tokoh Bianca sebagai pemeran utamanya. Hahaha, gue masih inget dong. (Self-proud)

Sederhana, pertama kali gue dapet inspirasi nulis cerita berkat poster Barbie yang dibeli nyokap buat gue. Poster itu gue tempel di tembok kamar. Tiap hari gue pantengin itu poster sampai secara nggak sadar gue mulai menggumamkan sebuah cerita. Iya, gue saat kecil tidak sependiam sekarang memang.

Makin gede gue makin jago bikin kalimat. Gue saat smp terkenal sebagai seorang yang romantis karena kepiawaian gue merangkai kalimat. Nggak tahu ya, gue selalu nemu aja gitu kombinasi kata yang bagus. Dan kalau lagi dapet yang bagus-bagusnya, biasanya gue update status di fb.

Gue baru mulai niat banget nulis fiksi untuk go public itu pas gue kelas 2 SMP. Guru Bahasa Indonesia gue, Pak Bunarso, yang mendorong gue untuk terus nulis. Gue akhirnya ikut lomba cipta cerpen dan jadi juara 1 se-kabupaten. Alhamdulillah, si introvert akhirnya keluar kandang.

Tapi setelah itu gue jadi agak kurang produktif. Gue udah nggak pernah ngarang bebas, bikin kata-kata bijak ala Mario Teguh pun udah nggak se-alus dulu lagi. Tapi kecintaan gue terhadap dunia tulis-menulis masih sama. Makanya pas SMA, gue ambil jurusan Bahasa.

Selama tiga tahun di SMA, gue akhirnya berhasil memulai project menulis pribadi gue. Karena memang keadaannya gue udah punya laptop, jadi kegiatan tulis-menulis gue berlangsung dengan lebih mulus.

Satu tahun setelah lulus SMA, buku gue terbit. Secara indie. Gue memang nggak berharap banyak dari buku ini. Awalnya gue memang cuma menuntaskan utang janji kepada diri gue sendiri, tapi gue nggak menyangka kalau semua ini berimbas buruk buat psikis gue.

Iya, semua itu berdampak buruk buat psikis gue.

Buku gue nggak laku. Dengan miris gue katakan kalau ternyata menerbitkan buku itu mudah, tapi menjualnya yang susah. Gue males promosi. Gue.. Gue nggak pede dengan hasil karya gue.

Yah, introvert satu ini masih terbayang zona nyamannya.

Gue merasa gua nggak layak untuk ini. Gue merasa buku gue cuma sampah. Gue takut orang lain nggak suka makanya gue diem-diem aja. Gue.. masih belum siap mendapat penolakan.

Gue tahu pemikiran-pemikiran yang semacam ini sangat tidak dianjurkan, tapi inilah kenyataannya.

Semenjak gue menjalani kehidupan sebagai mahasiswa, gue bertemu orang-orang hebat, membaca banyak judul buku, dan mendiskusikan banyak karya sastra, gue rendah diri.

Kok gue berani banget ya nerbitin buku dengan skill yang nggak seberapa? -itu suara pikiran gue untuk pertama kali setelah menghadapi kenyataan pahit bahwa buku gue cuma laku sebanyak 1 biji.

Di situlah nyali gue menciut. Gue nggak punya keberanian lagi buat menulis. Dan semua kata yang gua rangkai rasanya basi. Gue benci gaya penulisan gue, gue benci tema-tema yang gue angkat, gue nggak sanggup baca buku gue karena gue benci untuk kilas balik ke masa lalu. Gambaran tentang keangkuhan gue masih sangat jelas di sana.

Gue.. malu menghadapi diri gue yang sekarang.

Pengecut memang.

Pada akhirnya, gue nggak pernah bisa lagi menulis. Gue kembali merasa asing dengan kalimat. Perasaan 'terbiasa' gue pun luntur.

Gue merenung dan terus merenung. Dari sekian banyaknya suara-suara pikiran gue yang penuh dengan rentetan penyesalan atas kegegabahan gue, hati kecil gue ikut bicara, mau sampai kapan terus begini?

Cuma menulis yang gue bisa, yang gue selalu unggul karenanya. Kalau menulis juga gue nggak bisa, lantas apa yang gue bisa?

...

Gue pun akhirnya mikir. Dan memberanikan diri untuk menengok kembali ke belakang. Sudah benarkah apa yang gue lakukan selama ini? Apa yang harus gue perbaiki?

Lama.

Sangat lama.

Butuh berbulan-bulan sebelum akhirnya gue sampai pada satu kesimpulan.

Dan kesimpulan gue adalah..

Gue belum bisa memahami esensi yang sebenarnya dari 'membaca dan menulis'.

Kesalahan terbesar gue adalah terlalu gegabah untuk menulis sebelum yakin bahwa gue benar-benar sudah cukup banyak membaca.

Dan sekarang, setelah semuanya sudah jelas, gue pun mendapat sebuah tamparan keras.

Gue terlalu 'sok' paham terhadap diri gue, terlalu 'sok' paham terhadap lingkungan gue. Selama ini gue sudah teramat sombong untuk beranggapan bahwa gue tahu semuanya padahal gue masih sangat bodoh.

Amat sangat bodoh.

Gue pun langsung teringat sebuah perkataan bagus dari Al Mukarramah Imam Al Ghazali.

“Seseorang disebut pintar selama ia terus belajar. Begitu ia merasa pintar, saat itu ia bodoh.” (Abdullah ibn Mubarak, ulama sufi, wafat 797 M; dikutip dari Ihya ‘Ulûmiddîn karya Imam al-Ghazali)

Jadi, sudah mau menulis lagi?

Hmm.. mari kita coba lagi.

Kalau kalian? Apa hobi kalian? Mari bercerita!^^

•My•
Diubah oleh madjidms 01-02-2019 04:18
5
1.2K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Hobby & Community
Hobby & CommunityKASKUS Official
10.4KThread6.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.