- Beranda
- The Lounge
Demokrasi, Politik, Media dan Kewarasan Anda
...
TS
super.broker
Demokrasi, Politik, Media dan Kewarasan Anda
Salam Waras Bagi Agan yang Masuk ke Thread ini...
Silahkan dibaca sampai habis baru komen.
Oke? Silahkan nikmati sajian thread kontroversi ini...
Paragraf pertama tulisan ini akan saya mulai dengan kutipan dari Albert Einstein, yaitu, “ Hanya orang gila yang mengharapkan suatu perubahan tapi masih melakukan hal yang sama”.
Saya sudah mengikuti dan tertarik dengan politik sejak SD, tapi semakin saya mengerti tentang politik semakin saya melihat keganjilan dan kegilaan. Politik tidak lebih jalan sah untuk menjarah kekayaan Indonesia. Kegilaan itu semakin dipertontonkan di tahun politik sekarang.
Banyak hal-hal yang tidak logis dikampanyekan dan itu mulai dari sistemnya. Sistem satu orang satu suara, setiap orang punya hak suara yang sama tidak perduli dia waras atau gila, profesor lulusan luar negeri atau orang yang tidak berpendidikan. Kondisinya saat ini, berdasarkan data BPS bahwa rata-rata pendidikan Indonesia sekitar 8,5 tahun atau tidak tamat SMP sebagian besar orang Indonesia berpendidikan rendah dan tidak mengerti dengan sistem pemerintahan dan politik. Bagaimana orang-orangi seperti ini diharapkan menentukan kemajuan bangsa? Anda masih waras?
Dengan tingkat pendidikan yang rendah tadi oleh sebab itu mereka mudah diindoktrinisasi oleh tokoh-tokoh agama, walaupun di lapangan banyak juga saya lihat orang yang berpendidikan tinggi juga diindoktrinisasi dengan isu-isu agama. Jika orang yang berpendidikan saja belum menjamin ke-intelektualannya apalagi yang berpendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan. Mereka ini orang-orang yang tidak mengerti tapi disuruh ambil bagian menentukan arah bangsa. Anda masih waras?
Disisi elit, juga penuh tipu-tipu. Hampir semua partai mengaku memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkat kualitas kehidupan rakyat tapi mengapa mereka tidak bisa tergabung dalam satu partai? Jika kita berpergian dan mempunyai tujuan yang sama maka seharusnya kita bisa menggunakan kendaraan yang sama untuk mencapai tujuan tersebut kecuali jika memang punya kepentingan yang lain. Anda masih waras?
Pada tanggal 17 April 2019 nanti, kita akan mengadakan Pilpres dan Pileg sekaligus. Apakah Anda sudah mengenal caleg Anda ? Saya sudah surfing ke website KPU Pusat dan Daerah untuk mengenali siapa dan bagaimana caleg yang maju. Banyak caleg yang tidak mau dipublish identitas pribadinya termasuk Muhmmad Taufik, Caleg DPRD DKI Jakarta dari Gerindra. Disamping itu banyak juga caleg-caleg yang maju dengan rekam jejak yang tidak jelas, seperti ibu rumah tangga yang tidak punya pengalaman organisasi. Partai-partai terlihat nyata tidak memiliki sistem kaderisasi dan asal comot caleg. Anda masih waras mau ikut permilu?
Jika dilihat dari sudut pandang caleg, ketidakwarasan pemilu ini semakin kentara. Coba anda bayangkan jika Anda jadi caleg, Anda maju dengan mengeluarkan tenaga dan biaya dari kantong sendiri, bertarung dengan caleh lain sampai berdarah-darah agar bisa terpilih dengan menghabiskan uang ratusan juta sampai puluhan milyar guna untuk memperjuangkan kepentingan orang lain (masyarakat). Sedangkan orang lain (masyarakat) yang dijanjikan itu tidak memberikan sumbangsih dalam perjuangan Anda agar terpilih caleg. Anda masih waras percaya dengan caleg?
Dalam survey yang dirilis oleh Charta Politika pada tanggal 28 Agustus 2018 bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap partai hanya 32,5% namun tingkat partisipasi dalam pilkada tahun 2018 mencapai 72,66 persen untuk pemilihan gubernur dan 75,93 persen untuk pemilihan bupati/walikota. Jumlah partisipasi tersebut dua kali lebih besar dibandingkan orang yang percaya terhadap partai politik padahal calon-calon yang berlaga merupakan perwakilan dari partai. Anda masih waras?
Dalam iklannya KPU, mengatakan bahwa “suara anda menentukan masa depan bangsa”. Ini iklan pembodohan yang pernyataannya sama sekali tidak bisa dibuktikan. Suara rakyat kenyataannya hanya dimasukkan ke dalam kotak, dihitung dan dibungkam. Sebenarnya rakyat tidak mempunyai perwakilan, mereka yang caleg itu sebenarnya wakil partai bukan wakil rakyat, jika kepentingan rakyat tidak sejalan dengan kepentingan partai maka kepentingan rakyat tidak akan diperjuangkan. Kepentingan rakyat cuma tunggangan saja bagi partai. Contoh yang paling nyata adalah yang terjadi di DKI Jakarta, kursi wakil gubernur sudah lebih dari tiga bulan kosong karena Tarik menarik kepentingan antara PKS dan Gerindra. Masih percaya dengan partai? Masih waras?
Kondisi masyarakat yang kurang kritis ini bukan hanya akibat dari pendidikan yang rendah namun juga peran media yang terlalu berlebihan mendewakan system demokrasi saat ini. Media terlalu mementingkan pemberitaan politikus, setiap ocehan politikus dijadikan berita nasional, seakan-akan berita tersebut sangat penting.
Pemberitaan masalah politik mendominasi semua media, hanya bencana alam yang bisa mengalihkan pandangan para pewarta untuk memuat kolom beritanya dengan non politik. Partai politik dicitrakan oleh media sebagai lembaga yang maha penting terutama tokoh partainya sehingga tiada hari tanpa berita dari pepesan kosong ocehan politisi yang kata-katanya tidak bisa dipegang.
Media terlalu menganggungkan demokrasi yang penuh dengan kecacatan atau memang media mempunyai kepentingan politik di setiap berita politiknya. Kenyataan itu sulit dibantah. Media terlalu sibuk memberitakan persoalan politik, kentut politisi pun akan diberitakan oleh media. Tema-tema politik yang memuakkan seperti tanpa ujung, di saat menjelang pemilu media sibuk membuat Analisa para tokoh politik yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Media berlomba-lomba memotret para tokoh politik dari berbagai sudut pandang, atas bawah, depan belakang, luar dalam. Seperti orang yang sakau.
Media yang dibutakan oleh kepolitikan tidak bisa memotret dan mengangkat persoalan yang sedang di hadapi negeri ini, di bidang kesehatan jutaan anak Indonesia mengalami stunting, sedangkan di pendiidkan jutaan anak Indonesia putus sekolah. Media malah sibuk memberitakan Amien Rais yang diminta mundur oleh para pendiri partai PAN. Pemberitaan-pemberitaan politik seperti ini sama sekali tidak memberi manfaat bagi rakyat kecil.
Oleh karena itu gerakan anti media mainstream di sosial media menjamur. Itu merupakan bentuk protres keras terhadap media yang menjadi alat politik. Celakanya netizen kita sebagian besar bukan netizen yang cerdas, hoaks pun merajarela. Pada akhirnya politik dan media telah merusak kehidupan baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sampai di sini, apakah Anda sudah mulai waras?
Sistem demokrasi seperti saat ini di tengah masyarakat yang belum siap saat ini akan melahirkan perpecahan dan koruptor. Satu dekade terakhir ini terpampang jelas bahwa polarisasi 2014 masih terasa hingga menjelang pemilu 2019. Masyarakat masih beranggapan bahwa kelompok yang berbeda haluan politik merupakan lawan yang harus disingkirkan. Demokrasi berbiaya tinggi merupakan biang kerok lahirnya koruptor di mana-mana.
Terus apa yang lebih baik dari golput? Jika jawaban Anda memilih calon yang sudah dikenal, maka Anda harus baca kembali paragraf pertama.
Salam Waras...
Kalau sudah waras, buat tetangga Anda jadi waras juga.
Sumber : pemikiran orang waras
Silahkan dibaca sampai habis baru komen.
Oke? Silahkan nikmati sajian thread kontroversi ini...
Quote:
Paragraf pertama tulisan ini akan saya mulai dengan kutipan dari Albert Einstein, yaitu, “ Hanya orang gila yang mengharapkan suatu perubahan tapi masih melakukan hal yang sama”.
Saya sudah mengikuti dan tertarik dengan politik sejak SD, tapi semakin saya mengerti tentang politik semakin saya melihat keganjilan dan kegilaan. Politik tidak lebih jalan sah untuk menjarah kekayaan Indonesia. Kegilaan itu semakin dipertontonkan di tahun politik sekarang.
Banyak hal-hal yang tidak logis dikampanyekan dan itu mulai dari sistemnya. Sistem satu orang satu suara, setiap orang punya hak suara yang sama tidak perduli dia waras atau gila, profesor lulusan luar negeri atau orang yang tidak berpendidikan. Kondisinya saat ini, berdasarkan data BPS bahwa rata-rata pendidikan Indonesia sekitar 8,5 tahun atau tidak tamat SMP sebagian besar orang Indonesia berpendidikan rendah dan tidak mengerti dengan sistem pemerintahan dan politik. Bagaimana orang-orangi seperti ini diharapkan menentukan kemajuan bangsa? Anda masih waras?
Dengan tingkat pendidikan yang rendah tadi oleh sebab itu mereka mudah diindoktrinisasi oleh tokoh-tokoh agama, walaupun di lapangan banyak juga saya lihat orang yang berpendidikan tinggi juga diindoktrinisasi dengan isu-isu agama. Jika orang yang berpendidikan saja belum menjamin ke-intelektualannya apalagi yang berpendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan. Mereka ini orang-orang yang tidak mengerti tapi disuruh ambil bagian menentukan arah bangsa. Anda masih waras?
Disisi elit, juga penuh tipu-tipu. Hampir semua partai mengaku memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkat kualitas kehidupan rakyat tapi mengapa mereka tidak bisa tergabung dalam satu partai? Jika kita berpergian dan mempunyai tujuan yang sama maka seharusnya kita bisa menggunakan kendaraan yang sama untuk mencapai tujuan tersebut kecuali jika memang punya kepentingan yang lain. Anda masih waras?
Pada tanggal 17 April 2019 nanti, kita akan mengadakan Pilpres dan Pileg sekaligus. Apakah Anda sudah mengenal caleg Anda ? Saya sudah surfing ke website KPU Pusat dan Daerah untuk mengenali siapa dan bagaimana caleg yang maju. Banyak caleg yang tidak mau dipublish identitas pribadinya termasuk Muhmmad Taufik, Caleg DPRD DKI Jakarta dari Gerindra. Disamping itu banyak juga caleg-caleg yang maju dengan rekam jejak yang tidak jelas, seperti ibu rumah tangga yang tidak punya pengalaman organisasi. Partai-partai terlihat nyata tidak memiliki sistem kaderisasi dan asal comot caleg. Anda masih waras mau ikut permilu?
Jika dilihat dari sudut pandang caleg, ketidakwarasan pemilu ini semakin kentara. Coba anda bayangkan jika Anda jadi caleg, Anda maju dengan mengeluarkan tenaga dan biaya dari kantong sendiri, bertarung dengan caleh lain sampai berdarah-darah agar bisa terpilih dengan menghabiskan uang ratusan juta sampai puluhan milyar guna untuk memperjuangkan kepentingan orang lain (masyarakat). Sedangkan orang lain (masyarakat) yang dijanjikan itu tidak memberikan sumbangsih dalam perjuangan Anda agar terpilih caleg. Anda masih waras percaya dengan caleg?
Dalam survey yang dirilis oleh Charta Politika pada tanggal 28 Agustus 2018 bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap partai hanya 32,5% namun tingkat partisipasi dalam pilkada tahun 2018 mencapai 72,66 persen untuk pemilihan gubernur dan 75,93 persen untuk pemilihan bupati/walikota. Jumlah partisipasi tersebut dua kali lebih besar dibandingkan orang yang percaya terhadap partai politik padahal calon-calon yang berlaga merupakan perwakilan dari partai. Anda masih waras?
Dalam iklannya KPU, mengatakan bahwa “suara anda menentukan masa depan bangsa”. Ini iklan pembodohan yang pernyataannya sama sekali tidak bisa dibuktikan. Suara rakyat kenyataannya hanya dimasukkan ke dalam kotak, dihitung dan dibungkam. Sebenarnya rakyat tidak mempunyai perwakilan, mereka yang caleg itu sebenarnya wakil partai bukan wakil rakyat, jika kepentingan rakyat tidak sejalan dengan kepentingan partai maka kepentingan rakyat tidak akan diperjuangkan. Kepentingan rakyat cuma tunggangan saja bagi partai. Contoh yang paling nyata adalah yang terjadi di DKI Jakarta, kursi wakil gubernur sudah lebih dari tiga bulan kosong karena Tarik menarik kepentingan antara PKS dan Gerindra. Masih percaya dengan partai? Masih waras?
Kondisi masyarakat yang kurang kritis ini bukan hanya akibat dari pendidikan yang rendah namun juga peran media yang terlalu berlebihan mendewakan system demokrasi saat ini. Media terlalu mementingkan pemberitaan politikus, setiap ocehan politikus dijadikan berita nasional, seakan-akan berita tersebut sangat penting.
Pemberitaan masalah politik mendominasi semua media, hanya bencana alam yang bisa mengalihkan pandangan para pewarta untuk memuat kolom beritanya dengan non politik. Partai politik dicitrakan oleh media sebagai lembaga yang maha penting terutama tokoh partainya sehingga tiada hari tanpa berita dari pepesan kosong ocehan politisi yang kata-katanya tidak bisa dipegang.
Media terlalu menganggungkan demokrasi yang penuh dengan kecacatan atau memang media mempunyai kepentingan politik di setiap berita politiknya. Kenyataan itu sulit dibantah. Media terlalu sibuk memberitakan persoalan politik, kentut politisi pun akan diberitakan oleh media. Tema-tema politik yang memuakkan seperti tanpa ujung, di saat menjelang pemilu media sibuk membuat Analisa para tokoh politik yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Media berlomba-lomba memotret para tokoh politik dari berbagai sudut pandang, atas bawah, depan belakang, luar dalam. Seperti orang yang sakau.
Media yang dibutakan oleh kepolitikan tidak bisa memotret dan mengangkat persoalan yang sedang di hadapi negeri ini, di bidang kesehatan jutaan anak Indonesia mengalami stunting, sedangkan di pendiidkan jutaan anak Indonesia putus sekolah. Media malah sibuk memberitakan Amien Rais yang diminta mundur oleh para pendiri partai PAN. Pemberitaan-pemberitaan politik seperti ini sama sekali tidak memberi manfaat bagi rakyat kecil.
Oleh karena itu gerakan anti media mainstream di sosial media menjamur. Itu merupakan bentuk protres keras terhadap media yang menjadi alat politik. Celakanya netizen kita sebagian besar bukan netizen yang cerdas, hoaks pun merajarela. Pada akhirnya politik dan media telah merusak kehidupan baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sampai di sini, apakah Anda sudah mulai waras?
Sistem demokrasi seperti saat ini di tengah masyarakat yang belum siap saat ini akan melahirkan perpecahan dan koruptor. Satu dekade terakhir ini terpampang jelas bahwa polarisasi 2014 masih terasa hingga menjelang pemilu 2019. Masyarakat masih beranggapan bahwa kelompok yang berbeda haluan politik merupakan lawan yang harus disingkirkan. Demokrasi berbiaya tinggi merupakan biang kerok lahirnya koruptor di mana-mana.
Terus apa yang lebih baik dari golput? Jika jawaban Anda memilih calon yang sudah dikenal, maka Anda harus baca kembali paragraf pertama.
Salam Waras...
Kalau sudah waras, buat tetangga Anda jadi waras juga.
Sumber : pemikiran orang waras
0
902
Kutip
13
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.7KThread•82.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru