Di penghujung Desember

Kita menutup tahun dengan menepis rasa gerun. Di saat senja memendarkan jingganya dalam loka, bersama kita melangkah ke depan dan mengganti kata teman –selangkah lebih dekat untuk saling terikat agar tak ada lagi sekat.

Bergandengan tangan sambil menatap cakrawala yang bertamukan bintang-bintang dari berbagai rasi di semesta. Pendar bintang seakan ikut menyuarakan rasa bahagia melihat kebersamaan dari dua insan yang sudah lama memendam perasaan. Melupakan sejenak segala enigma yang akan hadir saat kita memutuskan bersama.

Tak ada yang lebih manis selain senyummu kala menikmati aurora borealis di tepi danau waktu itu, baru saja ingin kukecup kening itu, tetapi kuurungkan karena netramu terlalu fokus menatap aurora yang menari-nari dengan indahnya.

Aku hanya bisa berharap semoga tiap pagi di hari tuaku selalu ada wajahmu yang bisa kutatap sepanjang waktu, seperti bunga melati yang selalu kupandangi sebelum kujadikan puisi.

Bunyi kembang api menyadarkan kita berdua dari lamunan asmara, genggaman saling mengerat diiringi riuh bahagia lautan manusia akan menyambut hari-hari baru nanti. Begitupun kita, siap menjalani hubungan ini tanpa rasa bosan hinggap di hati suatu saat nanti.

“Selamat tahun baru,” ucap kita bersamaan sambil bertatap dan berjanji untuk saling menetap juga mendekap saat semesta nanti menguji dengan nestapa.

Di penghujung Desember; aku dan kamu bahagia.