Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bocahlugu14Avatar border
TS
bocahlugu14
Melihat Jurnalis dari Kacamata Prabowo
Runtuhnya rezim otoritarianistik (orde baru) dan beralih ke Reformasi memberikan perubahan besar dalam iklim demokrasi Indonesia. Keberadaan pers sebagai pilar ke empat demokrasi berperan penting dalam mempengaruhi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ruang publik yang dulunya tersekat oleh hegemoni kuasa, kini aktualitasnya semakin terbuka lebar. Hal itu yang menggugah tingginya frekuensi ruang diskursif publik dengan berbagai artikulasinya yang hampir menjangkau semua khalayak umum tanpa ada kontrol yang membatasinya. Selain itu, Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dijelaskan bahwa kebebasan Pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan yang hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Kebebasan yang dimiliki Pers bukan berarti mampu membuat Pers bergerak terlalu leluasa apalagi menyangkut hal-hal yang bersinggungan dengan SARA, pornografi dan erotisme, kekerasan dan hal hal lain yang dapat memicu perpecahan maupun konflik. Dalam Kode Etik Jurnalistik wartawan harus bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat dan berimbang serta tidak beritikad buruk, menempuh cara-cara yang professional, menguji informasi, tidak mencampurkan antara fakta dengan opini yang menghakimi, menerapkan asas ‘praduga tak bersalah’ dan tidak membuat berita bohong.



Dalam menghadapi Pilpres 2019 diharapkan kepada setiap jurnalis serta media untuk bersikap netral dalam menyampaikan informasi. Sikap netral tersebut dibutuhkan karena media merupakan corong utama masyarakat dalam memperoleh informasi. Banyak polemik yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya menjelang Pilpres 2019, salah satunya berasal dari tuduhan Capres 02 Prabowo-Sandi yang mengatakan bahwa wartawan dan jurnalis merupakan antek asing yang ingin menghancurkan Indonesia. Hal ini disampaikan karena dinilai jurnalis saat ini tidak obyektif dalam memberitakan suatu permasalahan dan peristiwa yang terjadi di Indonesia dan lebih cenderung hanya memberitakan sisi positif pemerintah dan bukan sebaliknya. Pernyataan ini dilontarkan menyusul banyak media yang dinilai enggan untuk meliput aksi PA 212 yang diselengggarakan di Monas, padahal menurut Prabowo massa aksi yang hadir berjumlah sekitar 13 juta orang. Pada akhirnya, pada saat pergelaran konferensi besar Partai Gerindra di SICC Sentul, Prabowo mengatakan kalau Jurnalis sekarang ini sudah menjadi antek-antek orang yang ingin menghancurkan negara, hal ini juga menimbulkan banyak jurnalis yang kecewa bahkan marah. Bagaimana tidak pasalnya usaha yang dilakukan oleh jurnalis selama ini dalam memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat sama sekali tidak dihargai oleh Prabowo. Tindakannya dalam menuduh jurnalis sebagai antek perusak bangsa merupakan aksi penodaan terhadap kebebasan pers. Untuk kesekian kali juga, muncul satu contoh sikap yang kurang baik dari Prabowo sebagai calon pemimpin nomor satu di negeri ini, kalaupun tuduhan Prabowo memang benar adanya, alangkah lebih bijaksananya apabila Prabowo melaporkan langsung kepada dewan pers bahwa terjadi kekeliruan dalam peliputan aksi PA 212 dan bukan malah mencaci dan memaki jurnalis seperti yang dilakukannya sebelumnya. Sudah sepatutnya kita menghargai para wartawan dan jurnalis yang bekerja 24 jam tanpa henti di berbagai pelosok nusantara demi memberikan berita yang aktual dan akurat untuk masyarakat agar mengetahui perkembangan serta situasi yang sedang terjadi di sekitar kita.
0
447
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.2KThread83.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.