Ucapan mereka masih terngiang di kepala.
Berkata bahwa kamu seharusnya tidak menyerah,
sebab masih banyak orang yang peduli di luar sana.

Coba saja kamu sedikit peduli,
mungkin kamu tidak akan lagi merasa sendiri.

Namun nalarmu selalu menyangkal. Perkataan mereka hanyalah sebuah bualan.

Mari kuajak kamu menjelajahi aksara, sebab aku tahu ada perspektif lain yang lebih nyata.

(I)
Aku paham perihal semua hal-hal pedih juga suara isak tangis yang sering kamu tahan setengah mati.
Ketika orang lain terlelap, kamu malah tenggelam bersama pikiran-pikiran yang membuat hatimu semakin sesak.

(II)
Aku mengerti jika kamu selalu menyimpan apa-apa sendiri. Semesta kerap mempermainkan, membuatmu sukar percaya kepada orang di dalamnya. Tak ada orang yang selalu menjadi teman—bahkan bahu untuk bersandar barang sedetikpun kamu tak punya.

(III)
Aku tahu betapa sulitnya menjadi sempurna. Menuruti apa kata mereka, dengan alasan itu semua demi sebuah kebaikan. Memaksakan dirimu untuk melakukan sesuatu yang kamu tidak mampu, juga merubah dirimu menjadi sesuatu yang bukan kamu.

(IV)
Abaikan mereka yang kerap kali berbicara perihal insekuritas—suka merendahkan, dan membuat percaya dirimu hilang. Mari memahami satu hal bahwa hidup ini adalah milikmu. Kamu adalah pemeran utama dalam hidupmu sendiri.

Bahagialah karena dirimu. Jadilah apa yang ingin kamu mau.
Jangan biarkan orang lain menjadi alasan, karena itu akan menjadi beban.

Lakukan apa yang kamu mampu. Lakukan apa yang kamu suka. Biarkan jiwamu terbebas tanpa ada lagi rasa terkekang.

Hiraukanlah mereka yang hanya bisa berkata dan menyuruh, tanpa mau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu.