Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

indianazanAvatar border
TS
indianazan
RISIKO
RISIKO



Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Barang yang diperjual belikan musnah di perjalanan karena perahu yang mengangkutnya karam. Barang yang dipersewakan terbakar habis selama waktu dipersewakannya, siapa yang harus memikul kerugian - kerugian itu ? inilah persoalan yang dinamakan Risiko.







Kita lihat bahwa persoalan risiko itu berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain berpokok pangkal pada kejadian yang dalam hukum perjanjian dinamakan : Keadaan memaksa. Persoalan risiko adalah buntut dari suatu keadaan memaksa, sebagaimana ganti rugi adalah buntut dari wanprestasi.

Dalam bagian umum Buku ke III Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, sebenarnya kita hanya dapat menemukan suatu pasal, yang sengaja mengatur soal risiko ini, yaitu pasal 1237, yang berbunyi "Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si  berpiutang". Perkataan Tanggungan dalam pasal ini sama dengan "Risiko". Dengan, begitu dalam perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu tadi, jika barang ini sebelum diserahkan, musnah karena suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, kerugian ini harus sipikul oleh "si berpiutang", yaitu pihak yang berhak menerima barang itu.

Pasal 1237 itu, hanya dapat dipakai untuk perjanjian yang sepihak, seperti : perjanjian penghibahan dan perjanjian pinjam pakai. Ia tidak dapat dipakai untuk perjanjian - perjanjian yang timbal - balik. jadi, satu - satunya pasal yang kita ketemukan dalam bagian umum, yang sengaja mengatur perihal risiko, hanya dapat kita pakai unutk perjanjian - perjanjian yang sepihak dan tidak dapat kita pakai untuk perjanjian yang timbal balik.

Dalam bagian Khusus, memang kita ketemukan beberapa pasal yang mengatur soal risiko tersebut, misalnya pasal 1460. Jika kita bandingkan pasal 1460 (risiko dalam jual beli) dengan pasal 1545 (risiko dalam tukar - menukar), maka ternyatalah dua pasal itu, kedua - duanya mengatur soal risiko dalam suatu perjanjian yang timbal - balik tetapi sangat berbeda satu sama lain, bahkan berlawanan satu sama lain.

Pasal 1460, berbunyi :
"Jika barang yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan sipenjual berhak menuntut harganya".

Sebaliknya pasal 1545 menentukan :
"Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah diberikan dalam tukar - menukar itu".

Memang kedua pasal tersebut diatas, berlainan sekali. Pasal 1460 (jual-beli) meletakan risiko pada pundaknya si pembeli, yang merupakan kreditur terhadap barang yang dibelinya (kreditur, karena ia berhak menuntut penyerahannya.) Pasal 1545 (tukar-menukar) meletakkan risiko pada pundak masing - masing pemilik barang yang dipertukarkan. pemilik ada;ah debitur terhadap barang yang dipertukarkan dan musnah sebelum diserahkan.

Menurut sistem Code Civil, dalam suatu jual beli barang tertentu, hak milik sudah berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual beli, sedangkan menurut sistem Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, dalam segala macam jual beli, hak milik itu baru berpindah kalau baranya diserahkan (di "lever"). Dalam sistem Code Civil, peraturan risiko seperti pasal 1460 dapat dipertanggung jawabkan, tetapi dalam sistem Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, peraturan tersebut menimbulkan keganjilan - keganjilan seperti yang kita uraikan di atas. Untuk mengurangi kemungkinan keganjilan itu, pasal 1460 itu lazim oleh para sarjana dan yuriprudensi ditafsirkan secara sempit. Ditunjukkan pada perkataan "barang tertentu" dalam pasal tersebut. Suatu barang tertentu, adalah suatu barang yang dipilih dan ditunjuk oleh si pembeli, dan tidak dapat diganti dengan barang lain.

Pasal 1460 tersebut dibatasi lagi, yaitu hanya dipakai jika terjadi suatu keadaan memaksa yang mutlak, dalam arti barang yang telah dibeli itu musnah sebelum dilever. Kalau keadaan memaksa hany bersifat tak mutlak saja, misalnya ada larangan untuk mengeluarkan barang tersebut dari suatu daerah, maka akan dirasakan sangat ganjil kalau si pembeli masih juga diwajibkan membayar harganya, seperti ditulis dalam pasal 1460.

Pasal 1553 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, yang mengatur masalah risiko dalam perjanjian sewa - menyewa, yang juga suatu perjanjian timbal balik, adalah selaras dengan pasal 1545 yang meletakkan risiko pada pundak si pemilik barang yang dipersewakan. Dalam Pasal 1533 itu disebutkan : "Jika selama waktu sewa, barang yang dipersewakan itu musnah di luar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum". Dari perkataan "gugur" itu, kita simpulkan, bahwa masing- masing pihak tak dapat menuntut sesuatu apa dari pihak lainnya. Dengan kata lain : kerugian akibat kemusnahan itu dipikul seluruhnya oleh pemilik barang. Selarasnya dengan pedoman atau asas yang telah kita simpulkan dari pasal 1545, yang mengatur masalah risiko dalam tukar - menukar.

Pengadilan Negeri Surabaya dalam putusannya tanggal 5 februari 1951 (Majalah Hukum tahun 1958 No.7-8) membenarkan pendirian tergugat atas pertimbangan bahwa perjanjian sewa beli itu harus diartikan sebagai suatu perjanjian sewa, dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima. 

Dalam tingkatan banding putusan Pengadilan Negeri tersebut di atas dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya, dengan putusannya tertanggal 30 Agustus 1956 (Majalah Hukum tersebut diatas), atas pertimbangan bahwa perjanjian sewa beli itu adalah suatu jenis jual beli.

Dalam tingkat kasasi, permohonan kasasi dari tergugat terbanding ditolak oleh Makamah Agung (putusan tanggal 16 Desember 1957, Majalah Hukum tersebut di atas), atas pertimbangan bahwa putusan pengadilan tinggi menurut isi perjanjian sewa beli risiko atas hilangnya barang karena keadaan memaksa (overmacht) dipikul oleh si penyewa beli adalah mengenai suatu kenyataan (feitelijk-heid), maka keberatan pemohon kasasi tentang hal ini tidak dapat dipertimbangkan oleh hakim kasasi. Menurut pendapat kami persoalan risiko tadi, adalah suatu persoalan hukum (persoalan yuridis), dan saya condong pada pembenaran putusan pengadilan negeri, hanya putusan pengadilan negeri itu lebih kuat kalau didasarkan pada pertimbangan, bahwa untuk semua perjanjian yang timbal balik (kecuali kalau diatur lain oleh undang - undang seperti halnya dalam jual beli barang tertentu, pasal 1460 kitab undang - undang hukum perdata) kita mengambil peraturan yang termaktub dalam pasal 1545 unutk tukar - menukar sebagai pedoman.


semoga bermanfaat...
_MFFH_






Quote:

0
546
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Melek Hukum
Melek Hukum
7.6KThread2.2KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.