Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

icarduzAvatar border
TS
icarduz
Keluar 3,85 Miliar Dolar Demi Divestasi Saham Freeport, Kembali Berpuluh Kali Lipat
RMOL. Bisnis itu cuma mengenal satu kata: untung! Jadi, demikian pula alasan Indonesia menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI).

Pihak Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan mengeluarkan 3,85 miliar dolar AS untuk 45,6 persen saham di PTFI sehingga dapat memiliki 51 persen di perusahaan yang mengelola tambang emas terbesar di dunia tersebut. Tambang Grasberg yang dieksplorasi Freeport memiliki nilai lebih dari 150 miliar dolar AS.

Dalam kondisi normal, EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) tahunan PTFI adalah 4 miliar dolar AS. Sedangkan laba bersih tahunan PTFI adalah 2 miliar dolar AS.

Berdasarkan hitungan pemerintah, mulai 2022, laba bersih PTFI diproyeksikan stabil di kisaran 2,2 miliar dolar AS per tahun, hingga mencapai puncaknya di 2,36 miliar dolar AS pada 2034. Jika nilai laba tersebut dijumlahkan hingga akhir waktu pengembangan tambang pada 2041, setidaknya Indonesia akan mendulang laba bersih sekitar 34,17 miliar dolar AS atau sekitar Rp 478 triliun dalam 20 tahun.

Jadi, untung atau rugi membeli saham tersebut dengan harga 3,8 miliar dolar AS? Ya jelas untunglah!

Itu baru benefit dari sisi finansial. Dari sisi kebanggaan, tentunya tidak kalah untung. Kita juga bisa berbangga karena menjadi pemilik mayoritas tambang emas terbesar dunia. Soal nilai negosiasi pengalihan 45,6 persen saham PTFI ke Inalum sebesar 3,85 miliar dolar AS atau Rp 55 triliun, Pengurus Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Iwan Munajat menilai sebagai suatu hal yang wajar. Meski tak bisa dibilang murah, Iwan meyakini angka tersebut bisa disebut sebagai hasil kesepakatan yang menguntungkan Indonesia di masa mendatang.

"September 2017, saya pernah mengkalkulasi berdasarkan data yang saat itu dipublikasikan. Dengan harga saat itu, pembelian saham 45,6 persen itu bukan 3,8 miliar dolar AS, tapi 4,5 miliar dolar AS. Jadi, 3,85 miliar dolar AS itu harga yang bagus," kata Iwan.

Kesepakatan divestasi saham PTFI kepada pemerintah Indonesia dilakukan lewat Head of Agreement (HoA) antara Inalum dan Freeport McMoRan (FCX) selaku induk PTFI pada 12 Juli lalu. Nilai akuisisi saham PTFI dilakukan dengan membeli 40 persen hak partisipasi (participating interest/PI) Rio Tinto di tambang Grasberg PTFI dan saham FCX yang ada di PTFI, hingga menjadi 51 persen.

Dalam menentukan harga, pihak Indonesia hanya menghitung hasil tambang dan cash flow yang bisa diproduksi sampai akhir masa kontrak. Produksi tidak sama dengan cadangan. Dalam valuasi harga ini, pemerintah tidak memperhitungkan cadangan dengan potensi emas yang sangat besar di Blok Kucing Liar, yang menjadi bagian dari Blok A konsesi PTFI. Ini kembali mempertegas bahwa pemerintah tidak menghitung cadangan dalam melakukan valuasi harga.

Tidak Membeli Tanah Air Sendiri

Dalam pro kontra divestasi PTFI, muncul anggapan yang menyebutkan bahwa pembelian saham PTFI sama dengan membeli Tanah Air sendiri. Hal ini dibantah PT Inalum dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR dengan Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM pada 23 Juli lalu.

Ditegaskan, transaksi senilai 3,85 miliar dolar AS bukanlah untuk membeli Tanah Air sendiri. Yang dibeli oleh Indonesia adalah potensi bisnis yang telah digarap PTFI sejak 1967. Ini adalah kesepakatan bisnis (business to business). Sehingga, pendekatannya juga harus dengan dilakukan dengan pendekatan komersil. Indonesia bukanlah Venezuela, yang memaksakan nasionalisasi aset asing, sehingga ditinggalkan oleh investor.

Perlu diketahui, produksi atau potensi bisnis tidak sama dengan cadangan. Cadangan terbukti di tambang Grasberg, Papua senilai sekitar 42 miliar dolar AS. Itu baru cadangan emasnya saja. Meski nilai cadangannya besar, Inalum hanya mengeluarkan 3,85 miliar dolar AS untuk meningkatkan kepemilikan Indonesia dari 9,36 persen menjadi 51 persen. Cadangan tersebut tidak dimasukan sebagai dasar kalkulasi valuasi saham.

Lalu, mengapa valuasinya hingga 2041? Valuasi ini diperhitungkan sesuai framework agreement yang telah disepakati antara FCX dengan pemerintah pada Agustus 2017.

Dalam perjanjian tersebut disebutkan, perpanjangan operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041 akan diberikan, apabila syarat divestasi 51 persen PTFI sudah dilakukan. [***]

SUMBER:
https://ekbis.rmol.co/read/2018/08/2...uh-Kali-Lipat-
0
1.1K
10
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.