Buku ‘Sang Pedjoang’ merupakan buku special bagi saya selama menulis. Meski banyak kekurangan yang disuguhkan, dari buku ini saya bisa belajar nasionalisme dan patriotisme pejuang perang mempertahankan kemerdekaan. Sang Pedjoeang, mengisahkan seorang pegawai B. I. N. (Badan Industri Negera) yang melepaskan jabatan dan keluarga lebih memilih perang daripada berpangku tangan menikmati kursi jabatan. Enampuluh tujuh saya hari pun berkutat dengan aksara untuk menggurat maksud secarik kertas yang berisikan amanat tugas seorang pejuang laskar kemerdekaan.
Saya belajar memahami dan sejenak kembali ke masa lalu. Jangan pernah melupakan sejarah, tidaklah salah jika kata itu selalu dikumandangkan Ir. Soekarno di setiap pidatonya. Pun, saya sangat menyadari,banyak kekurangan dalam buku ini. Namun, keinginan sederhana saya adalah mengabadikan kisah perjuangan alm. Bapak Soepadi dan Ibu Soeparmilah—orangtua dari dr. Soeparimo—seorang dokter ortopedi yang mengabdikan diri di rumah sakit Soebandi dan rumah sakit lainnya di Jember.
Lebih lanjutnya, saya berharap buku ‘Sang Pedjoang: Ketika Secarik Kertas Berbicara’ bisa dijadikan kebanggaan akan perjuangan kedua orangtua, kakek dan nenek bagi keturunan almarhum dan almarhumah. Dari balik untaian kata yang tergurat ketika malam, saya pun tak menampik akan turut hadirnya rasa bangga kepada para pejuang yang telah mempertaruhakan nyawa untuk memberikan kemerdekaan untuk generasi bangsa seperti saya dan lainnya. Semoga, buku ini

bisa diambil kemanfaatan, daripada kecacatannya. Tak lupa, dengan terlahirnya Sang Pedjoeang, semoga turut pula mengabadikan almarhum dan almarhumah Bapak dan Ibu Soepadi di hati anak keturunan dan mematri perjuangan para pejuang di setiap dada generasi bangsa.
Jangan lupakan sejarah!
___________________
Sang Pedjoang: Ketika Secarik Kertas Berbicara, juga bisa dibaca melalui e-book :
https://play.google.com/store/books/...d=-BxiDwAAQBAJ