Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

azizm795Avatar border
TS
azizm795
Dibalik Teduhnya “Victoria Park” Hingga Hiruk Pikuk “Causeway Bay"
 Di tengah pekan, pagi itu, Victoria Park atau Taman Victoria yang terletak di kawasan Causeway Bay, sebelah utara Hongkong Island, tidak terlalu ramai dikunjungi warga sekitar. Meskipun begitu, di tiap sudut tetap terlihat orang-orang berolah raga. Ada yang jogging, jalan santai, tai chi atau pun sekedar melakukan stretching.
Baca juga : 20 Persen dari Total Penduduk Brunei Adalah TKI, Sultan dan Presiden Bahas Perlindungan
Rimbunnya pepohonan yang ada di taman, membuat tempat ini nyaman dipakai untuk olah tubuh. Hangatnya mentari pagi, disejukkan oleh angin semilir yang berhembus di sela-sela dedaunan. Tidak seperti daerah The Peak yang dingin, di  Causeway Bay, hawanya cukup panas, meski sekali-sekali masih terasa udara dingin yang berhembus dari arah dataran tinggi.
Selain mereka yang muda dan sehat yang berolah raga, tidak ketinggalan oma-oma dan opa-opa juga ingin menyegarkan badan mereka. Walaupun kondisi fisik yang telah renta, namun tersirat semangat terpancar di wajah mereka.
Baca juga : TKI Dipaksa Kerja & Tak Digaji di London Selama 18 Tahun
Di areal taman yang khusus disediakan untuk orang tua, para manusia lanjut usia (manula) ini berolah raga sesuai dengan kemampuan mereka. Ada yang berjalan perlahan tanpa alas kaki di bebatuan koral, ada yang hanya berjemur sambil duduk di kursi roda, bahkan ada juga yang masih mencoba jogging meskipun larinya tidak secepat orang-orang muda.
Rata-rata para oma dan opa yang berwajah oriental ini, tidak datang sendiri ke taman. Di sisi mereka, tampak seseorang yang setia menjaga dengan awas, setiap gerak-gerik para manula tersebut.
Baca juga : Malaysia Deportasi 315 TKI
Dari cara si pendamping memperlakukan orang-orang tua itu, seperti membantu berdiri, duduk, menuntunnya berjalan; tidak diragukan lagi, mereka adalah perawat atau asisten yang memang digaji untuk mengurus kakek-kakek dan nenek-nenek itu.
Penampakannya mirip orang Melayu, dan ternyata benar, mereka memang umumnya berasal dari Indonesia. Mbak-mbak itu, dan ada juga yang sudah ibu-ibu, menjawab pertanyaan saya dengan bahasa Indonesia, bercampur logat Jawa yang kental. Di taman ini, wajah-wajah Melayu berbaur dengan dengan penduduk asli dengan beragam aktivitasnya.
Penampilan mereka? Jangan bayangkan lusuh, muka berminyak, berpeluh, bau ketek, mengenakan daster batik yang sudah belel, dan seterusnya. Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terekam dalam ingatan saya, di taman Victoria, adalah individu-individu yang boleh dibilang modern, gaul judulnya. Kalau tidak jeli mata memandang, tak nampak bahwa mereka sebenarnya adalah para asisten rumah tangga.
Perempuan-perempuan ini rata-rata bersolek. Membedaki pipi dan memerahkan bibirnya dengan gincu. Sebagian mengenakan pakaian yang standar saja seperti celana panjang dan blouse. Namun, sebagian lagi tampil agak spektakuler untuk ukuran pekerja asisten rumah tangga. Rok mini jins dipadu dengan atasan tank top, demikian mereka bergaya. Tidak sungkan mereka memamerkan perutnya, meski tidak semulus foto model.
Penampilan ini juga ditunjang dengan gadget keluaran terbaru yang ada di genggaman mereka, merk Iphone dan Samsung.
Di Victoria Park, TKI berseliweran. Selain menemani para manula berjemur pagi, terlihat juga beberapa dari mereka membawa jalan-jalan binatang peliharaan milik majikan. Anjing-anjing lucu dari berbagai ras. Ada juga yang hanya duduk-duduk, mungkin hari itu jatah libur kerja mereka.
Tidak jauh dari Victoria Park, dengan berjalan kaki saja, kawasan bisnis Causeway Bay bisa dengan mudah dicapai. Di sini, terdapat mall besar seperti Sogo dan Times Square.

Di antara jejeran toko itu, ada pemandangan yang biasa dilihat di tanah air. Etalase-etalase mini yang memajang nomor-nomor perdana sim card untuk telepon selular, keluaran operator asal Indonesia. Di atasnya, ada tempelan kertas putih yang bertuliskan “Jual Kartu Perdana” atau “Jual Pulsa”.
Satu ketika, saya masuk ke sebuah toko. Hanya bisa terpana pada si pelayan, karena mereka menjawab dengan logat Kanton yang kental. Saya tidak mengerti apa yang mereka ucapkan, meskipun terdengar seperti bahasa Inggris.
Tiba-tiba ada yang menyolek bahu dari belakang, “Ono opo toh mbak…sini biar saya tanyain.” Seraut wajah berkulit sawo matang menatap dengan ramah. Saya pun lega, akhirnya ada orang yang bisa diajak ngomong dengan bahasa yang saya mengerti. Si mbok yang kelihatannya berumur 45 tahunan lebih, menjadi penerjemah saya saat berada di toko pakaian itu.
Sikap para TKI  ini memang hangat kepada wajah-wajah yang familiar dengan mereka. Umumnya mereka senang menolong, seperti memberikan informasi mengenai tempat penjual makanan Indonesia, memberi tahu jalan, atau sekedar membantu menerjemahkan.
Pekerja Indonesia yang berseliweran di daerah Causeway Bay lumayan banyak, tidak heran bila di sana terdapat  warung-warung yang menyediakan makanan Indonesia. Salah satunya rumah makan Padang.
Selain itu, saya menemukan juga satu kedai yang menyediakan masakan khas Jawa Tengah, namanya Warung Malang. Resto ini terselip di tengah suasana sibuk kawasan pertokoan. Ia berada di lantai dua sebuah gedung yang sudah agak tua. Begitu sampai di dalamnya, seakan tiba-tiba sedang berada di tanah air.
Ruang makan kedai ini dibuat sedemikian rupa, bangku-bangku kayu diatur seadanya, pelayan pria memakai belangkon berbaju jarik. Sekelompok tamu laki-laki duduk di pojokan sambil mengangkat kaki dan menyeruput kopinya. Obrolannya terdengar akrab, mereka berbahasa Jawa.
Perempuan muda yang melayani memakai baju biasa, tapi yang agak tua memakai kain batik sebagai bawahan. Bunyi tembang gamelan dari radio tape, mengalun sayup-sayup diseling suara orang-orang bercakap-cakap. Aroma kopi hitam dan rokok kretek tercium menyengat.
Hongkong rasa Malang, kira-kira begitu para TKI ini menciptakan atmosfer tempat mereka makan dan berkumpul, seperti di kampung halaman.
Kekerasan dan Pelecehan Seksual
Kesan yang terlihat dari luar, para TKI ini seperti tidak menyimpan masalah. Apalagi jika melihat penampilan mereka yang modis, seolah menunjukkan bahwa mereka makmur dan bahagia mengais rezeki di negeri orang.
Namun, dibalik semua itu, siapa sangka, ada lara yang dipendam. Sekedar menengok bagaimana keseharian mereka tinggal di rumah majikannya.
Awalnya, saya heran kenapa pembantu warga negara Indonesia yang bekerja di apartemen yang disewa untuk crew menginap, selalu marah-marah jika malam hari kami masih keluar masuk dapur untuk membuat teh atau kopi.
beberapa hari kemudian, kami mendapati ruang dapur dikunci, meski jam baru menunjukkan pukul tujuh malam waktu Hongkong.
Selidik punya selidik, ketika malam makin larut, dari pintu kaca dapur, terlihat sepasang kaki menyembul dari balik selimut. Ternyata, ruang dapur di apartemen itu, jika malam berubah fungsi jadi kamar tidur. Kenapa si mbok yang selalu galak karena kami bolak-balik ke dapur, akhirnya terjawab. Tidur di ruang memasak adalah hal yang biasa bagi para buruh migran di Hongkong. 
Aktivis buruh migran Eni Lestari, seperti dikutip dari BBC Indonesia, mengatakan, masalah yang selalu dihadapi pekerja migran adalah persoalan akomodasi, makan serta jam kerja.

Eni yang juga pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hongkong, mengungkapkan, perbudakan modern masih eksis karena hukum di negara itu masih mendiskriminasi pekerja rumah tangga. Mereka dipaksa hidup serumah dengan majikan. Jam kerja dan jam tidur juga tidak diatur, sehingga seringkali dimanfaatkan oleh majikan-majikan yang jahat.
Pekerja asing di negara koloni Inggris tersebut memang diatur dalam Undang-Undang Perburuhan Hongkong, sehingga mereka juga memiliki hak cuti, hak libur dan hak sakit.
Namun, Eni melanjutkan, pemerintah Hongkong tidak bersedia mengatur hak lainnya, di luar hak perburuhan, seperti jam jam kerja. “Jadi, kita mau dipekerjakan sehari penuh, itu adalah hak majikan, ia yang menentukan. Sistem ini mengikat 24 jam sehari, enam hari seminggu. Majikan mempunyai otonomi penuh terhadap hidup pekerja sampai pada urusan bertelepon dan beribadah,” ujarnya.
Disamping itu, ada lagi yang lebih ekstrem yaitu, pekerja diputus hubungan kerja (PHK) hanya karena kulitnya terlalu hitam atau rambutnya terlalu panjang.
“Kondisinya sangat rasis. Jadi diskriminasi ada dua, selain persoalan hak pekerja, ditambah dengan soal kelas sosial ekonomi. TKI sebagai pekerja rumah tangga dianggap buruh rendahan dan dilihat rasnya karena berasal dari negara miskin,” jelas Eni yang saat ini menjabat sebagai Ketua International Migrant Alliance.
Selain masalah hak, para pekerja ini juga dihantui oleh berbagai kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh majikan.
Cynthia Abdon-Tellez dari Mission for Migrant Workers, organisasi di Hong Kong yang memberikan advokasi untuk para pekerja asing, seperti dilansir dari BBC Indonesia mengungkapkan, data per Desember 2017, dari sekitar 300 kasus penganiayaan fisik dan seksual di Hong Kong yang terjadi setiap tahun, 50% di antaranya menimpa Tenaga Kerja Indonesia.
Para TKI ini umumnya juga terlilit hutang. “Dalam tujuh bulan pertama, uang gaji dipakai untuk membayar hutang ke agen. Jika ada majikan yang berbaik hati, mereka diberikan beberapa ratus dolar untuk dikirimkan kepada keluarga di tanah air,” kata Cynthia.
Jadi, dibalik kesan modis dan sejahtera para pekerja Indonesia yang wara-wiri di dua kawasan elit tengah kota di Hongkong, masih tersimpan persoalan-persoalan hak dasar yang seharusnya tidak terjadi lagi di abad modern ini.
Pemerintah, sekali lagi harus turun tangan mengatasi masalah yang selalu merundung para TKI, setidaknya dengan membuat mereka terpelajar dan memiliki nilai tawar yang -tinggi, sehingga tidak mempan dibodoh-bodohi atau diperlakukan semena-mena oleh majikan yang tidak bertanggung jawab.

Sumber: www.law-justice.co

sebelahblogAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
79.2KThread10.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.