dmegaAvatar border
TS
dmega 
Ketika Badai Datang




Hallo agan sista dimanapun kalian berada emoticon-Haiizinkan aku yang nubie ini menuangkan isi hati dan pikiran ya emoticon-Malu (S). Semoga lolos review aamiin



Tema kaskus creator kali ini adalah #SFTH Challenge dengan reward kaspay dan 3000 point untuk setiap Thread yang lolos review. Ini adalah tulisan pertamaku di forum SFTH, semoga bisa menghibur dan aku mohon maaf jika cerita ini tidak berkenan di hati emoticon-terimakasih






Jam menunjukkan pukul 23.00 tapi tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Aku masih menunggu dengan perasaan khawatir. Kupandangi wajah malaikat kecil yang tertidur pulas di sampingku. Begitu damai bahkan seulas senyum terukir manis di bibir mungilnya.
"Mimpi apa kau nak? Andai kau tau perasaan mama sekarang, apa kau akan ikut khawatir?" aku berbicara dengan satria sambil mengelus kepalanya.
Memeluk tubuk kecil satria lalu terlelap dalam tidur adalah kebiasaanku tiap malam.



***


Aku terbangun oleh suara ocehan tak jelas, "Ma ma ma mik cucu."
Sambil menepuk kedua pipiku Satria terus mengulang kata yang sama hingga keinginannya dipenuhi. Aku meraih tubuhnya lalu memberikannya ASI. Satria berusia 20 bulan sangat aktif dan lincah hanya saja belum terlalu lancar berbicara. Waktu aku konsultasikan ke bidan, beliau hanya bilang Satria harus terus diajak berbicara agar lebih mengenal kosakata baru. Seperti saat ini meski tidak akan ditirukan tapi dia pasti akan mandengar dan mengingatnya.
"Satria anak mama yang ganteng dan pintar. Satria gak boleh nakal harus nurut sama mama dan ayah. Kalau udah besar harus jadi pelindung untuk mama dan ayah. Satria anak laki-laki jadi harus kuat dan gak boleh cengeng," Satria hanya memandangku sesekali membelai pipiku sebagai respon atas semua ucapanku.

Setelah kenyang Satria bangun dan meraih mainan yang ada di sudut kamar. Sedangkan aku mulai memasak nasi dan menggoreng telur untuk sarapan. Masih pukul 05.00 tapi suasana lingkungan kos sudah sangat ramai. Beberapa karyawan pabrik sudah bersiap bekerja, ada yg memasak ada juga yang mencuci baju. Semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Aku tinggal di kamar kos dengan ukuran 4x4m. Tidak luas memang hanya diisi kasur busa ukuran sedang, almari kayu, almari plastik, meja untuk televisi, dan rak piring. Terdapat 5 kamar yang berderet dari depan sampai belakang. Bagian depan tiap kamar dipakai untuk memasak dan memarkir motor. Hubungan dengan tetangga kos juga baik bahkan sudah seperti saudara. Kami sama-sama perantau yang datang dari kampung. Merasa senasib sepenanggungan membuat kami saling membantu. Saat ini aku sedang mencuci baju sedangkan Satria aku titipkan dengan Mbak Rina. Dia tinggal tepat di sebelah kiri kamar kosku. Aku tak boleh berlama-lama, begitu selesai segera kususul Satria yang sedang bermain bersama Ajeng.

***


Seperti deja vu, aku mengalami kejadian seperti semalam. Kulirik jam dinding tepat pukul 23.00 dengan perasaan makin khawatir. Terlintas kejadian tadi sore saat aku, mbak rina dan anak-anak melihat bazar murah. Saat berkeliling tanpa sengaja kami bertemu Pak Rahmat. Beliau adalah rekan kerja suamiku. Mas Andi bekerja di pabrik obat nyamuk bakar di kawasan Rungkut Industri Surabaya.

"Dewi disini juga tho," sapa Pak Rahmat padaku.
"Iya pak sengaja ngajak Satria lihat bazar sekalian mo naek odong-odong. Bapak sendirian atau dengan ibu?" jawabku sopan.
"Ibu lagi nganter Azka beli mainan tadi. Wi, suamimu apa belum sembuh sampai gak kerja 3 hari. Aku telfon nomernya gak aktif. Rencananya aku sama ibu mo ke kosanmu sekalian njenguk Andi."
Kaget itu reaksi awalku. Suamiku tidak kerja bahkan tidak pulang sejak kemarin. Istri mana yang tidak cemas, takut terjadi apa-apa dengannya.
"Dewi..dewi ditanya malah nglamun. Ada apa tho?" Tanya Pak Rahmat sambil tersenyum.
Akhirnya aku menceritakan apa semuanya," Maaf Pak, saya gak tau dimana Mas Andi sekarang. Sejak kemarin gk pulang nomer Hp juga gak aktif. Saya bingung mo nyari kemana. Apalagi setelah tau kalo suami saya bolos kerja.
"Yo wes, gak usah dipikerne mugo-mugo bojomu ndang muleh (ya udah, jangan terlalu dipikirkan semoga suamimu segera pulang)" Pak Rahmat berusaha menenangkanku yang mulai menangis.
Aku hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Setelah Pak Rahmat dan istrinya pergi, Mbak Rina mengajakku pulang. Dalam perjalanan pulang dia menasehatiku, "Kamu yang sabar, namanya rumah tangga ya kayak gitu. Akan banyak ujian ringan maupun berat. Terus berdo'a itu yang terpenting, jangan lupa juga tanggung jawabmu sebagai ibu".
Sabar itu yang harus aku lakukan. Mungkin dengan shalat hatiku akan lebih tenang. Segera aku berwudhu lalu menjalankan shalat malam.

***


Ini hari ketiga tapi suamiku belum juga terdengar kabarnya. Satria sudah mulai kangen terbukti dia tiba-tiba menangis dan mengucapkan "Yah..yah..yah.."
Batinku teriris bahkan aku sudah ikut terisak sambil memeluknya.
Terdengar gedoran di pintu dengan keras. Aku berlari untuk membuka pintu setelah menyeka air mataku. Sesaat aku mematung.
"Mas Andi," itu kata yang berhasil aku ucapkan pertama kali.
Tanpa menjawab atau melihat anaknya, dia langsung masuk dan membuka lemari. Mengacak-acak seperti mencari sesuatu.
Aku berjalan mendekatinya, "Mas nyari apa? Selama ini mas kemana? Kenapa gk pulang? Satria nangis nanyain mas terus."

Entah apa yang terjadi dengan suamiku. Dia mengambil amplop berisi uang Rp 800.000 dan kartu ATM dari dalam dompetku.
"Mas jangan dibawa itu uang jatah makan kita. Kalo mas butuh kan bisa ngambil di ATM. Tolong kembaliin mas," sambil menangis aku berusaha mencegahnya. Satria ikut menangis dalam gendonganku.
"Gak usah cerewet, aku lagi butuh uang. Aku pergi dan jangan nyariin aku lagi," itu adalah bentakan pertama selama 3 tahun pernikahan kami.

Kakiku lemas, aku terduduk di lantai sambil memeluk satria. Mas Andi benar-benar pergi. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sedangkan uang hanya tersisa di dompet yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 100.000.



Mbak Rina yang mendengar keributan segera datang ke kamar kosku. Dia memelukku sambil berusaha menenangkan kami. Beberapa tetangga juga datang, mereka terlihat kawatir. Entah berapa lama aku terduduk di lantai. Aku benar-benar terpukul akan kejadian ini. Yang aku ingat aku sudah duduk di kasur dan mbak Rina membawakanku segelas air dan sepiring nasi.
"Kamu harus makan wi, aku tau kesedihanmu. Tapi kamu gk boleh lemah, masih ada Satria yang membutuhkanmu.'
Mendengar nama Satria disebut aku langsung teringat anakku.
"Satria dimana mbak? Dia pasti nangis nyariin aku," aku berdiri hendak mencarinya.
Tapi mbak Rina melarangku, "Habisin dulu makananmu, Satria lagi maen sama Ajeng. Tenang aja dia aman, justru Satria akan sedih dan nangis lagi kalo ngelihat kamu kayak gini."
Mbak Rina mengambil kaca di atas lemari plastik. Aku menerima kaca tersebut dan melihat sosok mengerikan dengan jilbab dan mata yang sembab. Mbak Rina benar, aku harus menemui Satria dengan keadaan yg lebih baik. Aku gak mau membuatnya semakin takut.
Ya Allah semoga kejadian ini tidak membuat anakku trauma, do'aku dalam hati.

Tidak ada yang pernah tau rumah tangga seperti apa yang akan dijalani. Begitu juga denganku yang saat ini sedang menghadapi badai. Kapalku tak lagi bernahkoda, sepertinya hanya tinggal menunggu waktu untuk karam. Aku bimbang antara menunggu dan bertahan atau mungkin lebih baik aku kembali pada orang tuaku. Tak ada lagi yang tersisa untukku di sini. Hanya Satria satu-satunya penyemangatku.

"Ketika badai datang, luka dan kesedihan yang akan mengiringi. Berjuang demi masa depan adalah hal yang harus aku lakukan. Ada atau tanpa suami disisiku"
Diubah oleh dmega 31-01-2018 09:10
anasabilaAvatar border
abellacitraAvatar border
abellacitra dan anasabila memberi reputasi
2
25.5K
517
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.