Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nanisyahrianiAvatar border
TS
nanisyahriani
Luruh Bunga di Perempatan
“Kau kira, aku idak sanggup ngenjuk makan keluarga kita?!” Dollah, suami Titik bertambah berang. Saat ia kembali mengungkit keinginanya untuk ikut mengemis di perempatan lampu merah.

“Lumayan Kak, nambahi keuangan kita, aku juga pingin punya penghasilan sendiri. Duit dari narik becak itu kurang, barang-barang sekarang mahal semua!” elak Titik sengit ia menghempaskan mangkuk yang disedang dicucinya dengan keras.

Amarah Dollah sudah keubun-ubun, bergegas ia mengambil parang di sudut dapur,
Titik kaget.
”Pasti Yuk Midah yang meracuni otak Kau” Teriak Dollah kesal bercampur amarah keluar dari dapur, beranjak keluar rumah sebelum Titik sempat mencegahnya.
☺☺☺

“Tidak Dollah, aku tidak meracuni otak Bini Kau” teriak Midah sambil lari terbirit-birit masuk ke dalam rumahnya, serta merta mengunci semua pintu dan jendela. Wajahnya pucat pasi, lututnya bergetar keras saat menyaksikan kedatangan Dollah yang berteriak-teriak dari jalan.
Sambil terus mengacung-acungkan parang panjang di tangan kirinya. Terlebih dari teriakkannya yang menuduh dirinya biang masalah antara dirinya dan istrinya.

”Kalau bukan Kau siapo lagi?! Cuma kau yang galak ngajak ngemis di kampung ini. Kau memang idak punya malu lagi, tapi jangan anggap kelurgaku sama dengan dirimu!” ucapnya sambil mencoba mendobrak pintu rumah. Orang-orang mulai ramai berkerumun tapi tak berani ikut campur

Siapa yang tidak kenal Dollah mantan preman insaf yang bekerja sebagai tukang becak sekarang. Jadi tak ada yang berani menganggunya, Pak Rt hanya bisa berteriak dari jauh mencoba mengingatkan Dollah untuk tidak berbuat anarkis. Semua itu tidak membuatnya reda.

“Bukan Dollah, benar bukan aku, percayo sama Aku” Yuk Midah mencoba berkelit berharap Dollah akan percaya.

“Mulut dua belas sepertimu siapa yang percaya, biar lidahmu itu Aku potong dengan Parang ini! Hei, dengar aku masih bisa memberi makan keluargaku. Kami masih punyo harga diri!

Yuk Midah bersandar di pintu rumahnya. Ia juga mengganjal dengan meja dan kursi supaya cukup kuat tapi ia masih takut, jika Dollah berhasil masuk ia tak mau kehilangan nyawa.

“Aku janji Dollah, tidak akan lagi!” Disela-sela tangisnya Yuk Midah memohon sambil terus berdoa dalam hati agar selamat dari ancaman parang Dollah.

“Kalau aku lihat Yuk Midah main atau ngobrol sama Biniku lagi, Parang ini akan bicara!” Ancam Dollah, ia tak tega melihat Pak Rtnya yang sudah sepuh itu, memanggil-manggilnya dari jauh dengan khawatir. Jika mengikuti hawa nafsunya sudah tentu biang kerok di kampungnya itu ia habisi. Yuka Midah memang dikenal sebagai agen pengemis di lampu merah di kota palembang. Awalnya ia tidak perduli asalkan tidak menganggu ketentraman kelurganya yang sederhana. Namun rengekan Titik membuatnya gusar. Disaat ia sudah taubat, Yuk Midah malah menganggunya.
☺☺☺

“Dapat berapa Ti?” Yuk Midah melirik kaleng bekas susu yang tampak berkarat di tangan Titik.
“Pacaklah makan nasi ayam Yuk” sahut Titik senang
“Ai, banyak hari ini. Aku belum sebanyak Kau” Yuk Midah menggerutu
“Mana Cindo?” tanyanya lagi
“Di bawa Yuk Lela” jawab Titik singkat, ia sibuk menenangkan si kecil Ali dalam gendongannya, anak keduanya.
“Laki Kau tau kalau kau mangkal disini?” Sambung Yuk Midah sambil membersihkan trotoar duduk di sebelah Titik.
“Belum” jawab Titik singkat
“Kau ini, gek dio marah dengan Aku lagi, “ raut mukanya cemas
“Jangan takut Yuk, gek Aku ngomong sama Kak Dollah. Tapi tunggu uangnya banyak, dia idak akan marah” Ucap Titik yakin
“ Aku belum nak mati Ti” gumam Yuk Midah sambil melirik Titik
“tenang Yuk Midah tidak apa-apa, jangan cemas. Seharusnya kami yang berterima kasih diajak mangkal disini.
“Dollah itu beda, Ti” Yuk Midah menarik napas panjang seakan takut tak bisa bernapas lagi, ada rasa menyesal mengajak Titik.

Perempatan lampu merah di Jaka Baring selalu ramai. Kendaraan berhenti terjebak lampu merah, Titik beranjak dari duduknya dan bergegas menaiki bus-bus dan angkot untuk beraksi.
Wajar jika Titik ingin punya perhiasan TV, radio, tape kursi baru, tempat tidur baru dan rumah bagus serta bisa makan enak setiap hari. Jadi Ia mengambil resiko untuk kucing-kucingan dengan suaminya itu.
Setidaknya ia ingin seperti Yuk Midah yang sekarang berkecukupan dengan rumah permanen beserta isinya yang lengkap sofa, TV layer lebar, lemari es dan perabot elektronik lainnya, hanya dengan menjadi pengemis di perempatan lampu merah tidak butuh modal besarkan?!
Berbekal keberanian saja serta pandai-pandai menyamarkan diri sehingga tidak dikenali orang mudahkan!?

“Emak…!!
Jerit bocah perempuan yang beusia lima tahun, saat sebuah mobil kijang melaju cepat membentur dan melindas tubuh mungil itu dalam hitungan detik. Orang-orang yang melihat Cumiik histeris segera mengerumuni tubuh yang bersimbah darah itu. Beberapa dari mereka menghentikan dan menahan pengemudi yang tampak berusaha melarikan diri.

Titik terkejut karena ia sangat mengenal jeritan itu, ia tergesa turun dari Bus. Jantungnya berdetak keras memandang kesebarang jalan. Perasaannya tidak enak, segera ia berlari mendekati kerumanan orang di mana jerit tadi berasal.

Yuk Midah yang masih duduk di trotoar juga beranjak mencari tahu.
“Cindo…tidak! Anakku jangan mati nak! Jangan nak..!” Teriak Titik sekuat tenaga lalu ambruk lemas.

Yuk Midah tiba tepat di belakang Titik mencoba menopang tubuh Titik agar tidak jatuh, si kecil Ali yang berada di gendongannya menangis keras. Bocah itu merasa kepanasan di kerumanan orang banyak. Namun tangisnya tak dapat di dengar Titik, wajahnya putih seperti kehabisan darah. Terbayang wajah Dollah suaminya. Apa yang harus di katakannya pada sang suami. Pikirannya kalut. Tidak, ia tidak menginginkan anaknya mati mengenaskan seperti ini. Tidak! Ia hanya ingin mandapatkan uang, bukan kehilangan sang buah hati.
Beberapa perempuan membantu menggotong tubuhnya yang tak bertenaga, ia pingsan! Mereka membawanya ke pinggir jalan dan mencoba menyadarkannya. Sedang yang lain menenangkan si kecil Ali yang menjerit-jerit.

Yuk Midah kembali mendekati tubuh bocah perempuan yang terbujur kaku itu. ”Nak, bangun nak” Ratap Yuk Midah, bayangan parang Dolah memutus urat nadinya sudah di pelupuk mata.
Berulang kali ia mengerakkan tubuh mungil itu yang basah oleh darah. Di kepalanya terlihat cairan kekuningan, tampaknya rata dengan jalan. Ia terus menggerakkan tubuh itu berharap ada gerakkan.

Di kerumunan orang yang menonton, Yuk Lela dengan wajah ketakutan dan pias perlahan menyelinap dari kerumana orang beranjak pergi.
☺☺☺

catatan :
Yuk : panggilan untuk wanita yang lebih tua usianya
Bini : istri
Laki : suami
Idak : tidak
Ngenjuk : memberi
Ngajak : menghasut untuk ikut
Galak : mau
Kau : engkau
Dio : dia
Nak : mau
Gek : nanti
Pacaklah : bisalah
Percayo : percaya
[/RIGHT][/RIGHT][/CENTER]
Diubah oleh nanisyahriani 14-06-2018 22:18
anasabilaAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan anasabila memberi reputasi
2
934
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.