Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Politik Papa


SEPERTINYA sudah menjadi tren. Para pejabat atau elite di negeri ini bila tersangkut hukum selalu berkelit setinggi langit. Tabiatnya, berlagak sakit serius. Memang tidak selamanya berhasil luput dari jeratan, tetapi langkah ‘kocak’ itu paling tidak bisa untuk menguji tekad dan konsistensi penegak hukum menangani perkara. Siapa tahu, cara itu bisa meloloskannya dari pertanggungjawaban di meja hijau. Dalam dunia wayang, berpura-pura sakit dan menyamar sebagai orang papa dan lemah juga menjadi taktik perjuangan untuk memuluskan target yang diinginkan.



Salah satu tokoh yang piawai bertipu muslihat seperti itu adalah Raja Alengka Prabu Dasamuka alias Rahwana. Politik pengelabuan itu bisa disimak dalam kisah Dasamuka ketika menculik Dewi Sinta di Hutan Dandaka. Dengan aksi dramaturginya yang apik, Dasamuka berhasil menggapai tujuannya.



Terusir dari istana

Syahdan, pascapernikahan, pasangan Rama dan Sinta yang semestinya menikmati bulan madu terpaksa terusir dari Istana Ayodya. Itu gara-gara Dewi Kekayi, istri ketiga Prabu Dasarata (ayah Rama), menagih janji. Ketika meminangnya, Dasarata menyatakan sanggup memenuhi punagi (permintaan) Kekayi bahwa anak merekalah nanti yang menggantikannya menjadi raja Ayodya. Padahal, berdasarkan paugeran (aturan negara), bila Dasarata lengser kepabron (turun takhta), yang menggantikannya duduk di singgasana ialah putra mahkota Rama alias Regawa.



Rama adalah putra sulung Dasarata yang lahir dari rahim permaisuri Dewi Kasulya. Maka, ketika Dasarata merasa sudah sepuh dan tiba saatnya lengser, ia dengan berat hati memberikan takhta kepada putranya dari Kekayi, yaitu Barata. Tidak sampai di situ, Kekayi meminta agar Rama harus meningggalkan Ayodya. Itu sebagai jaminan langgengnya kekuasaan Barata. Demi sang ayah serta kesenangan Kekayi, Rama menyatakan legawa meninggalkan istana, tempatnya lahir dan dibesarkan. Kepergiannya, selain didampingi istri, diikuti adik lain ibu, Leksmana alias Leksmanawidagda.



Saudara mudanya itu anak dari istri kedua bapaknya, Dewi Sumitra. Mereka bertiga lalu menjalani hidup ngulandara (terlunta-lunta) di Hutan Dandaka. Dua keputusan berat yang diambil dan tidak pernah disadari awalnya itu membuat Dasarata stres dan jatuh sakit. Berbagai upaya istana untuk mengembalikan kesehatannya tidak berhasil hingga akhirnya meninggal. Ketika masih dirundung susah akibat kabar kematian Dasarata, ada gadis rupawan mendekati Leksmana di tengah hutan. Perempuan itu terpikat ketampanan adik Rama itu. Karena dikuasai nafsu, gadis tersebut tak hentihentinya merayu dan berusaha memeluk serta mencium Leksmana.



Secara refl eks tangan Leksmana menampar wajah perempuan itu hingga hidungnya mimisan. Di luar dugaan, korban seketika berubah ke wujud aslinya, Sarpakenaka yang berwajah raseksi. Sambil memaki, Sarpakenaka meninggalkan Leksmana dan melaporkan pemukulan itu kepada Dasamuka. Di depan kakaknya, Sarpakenaka memelintir fakta. Ia mengaku akan dirudapaksa pria di Hutan Dandaka. Dasamuka, yang berwatak temperamental, langsung murka. Ia mengajak ajudan kesayangannya, Kala Marica, mencari lelaki yang ia anggap kurang ajar dan merendahkan martabat bangsa Alengka.



Terpikat kijang emas Sampai di tempat yang dituju, Dasamuka kaget mendapati dua lelaki dan satu perempuan. Ia terpesona kepada wanita itu yang bernama Sinta. Dari indra keenamnya, Dasamuka melihat bahwa perempuan ayu itu adalah titisan Dewi Sri Widowati yang ia idamidamkan selama ini. Dasamuka mengatur siasat. Ia perintahkan Kala Marica memisahkan Rama dan Leksmana dari Sinta. Marica lalu beralih wujud menjadi kijang emas yang menggemaskan. Ia berlenggaklenggok menghampiri Sinta yang sejak kedatangannya terus memperhatikan.



Sinta terpikat dan berusaha menangkapnya tapi selalu gagal. Putus asa, ia merajuk kepada sang suami. Tanpa banyak pikir, Rama memburunya. Namun, sebelumnya, ia meminta Leksmama menjaga kakak iparnya mengingat banyak binatang buas dan makhluk lain menggiriskan di sekitarnya. Tidak lama berselang, terdengarlah pekikan minta tolong persis suara Rama. Sinta buru-buru meminta Leksmana untuk segera memberikan bantuan. Akan tetapi, Leksmana meyakinkan bahwa itu bukan suara Rama. Selama berada di belantara Dandaka, setiap hari memang kerap terdengar suarasuara misterius yang membuat bulu kuduk berdiri.



Berulang kali Sinta meminta, berkali-kali pula Leksmana meyakinkannya. Sikap keras itu membuat Sinta curiga. Ia malah menuduh adik iparnya punya agenda tersembunyi terhadap dirinya. Sinta menganggap Leksmana sengaja membiarkan Rama menemui ajalnya. Serta-merta Leksmana menyanggah. Untuk membuktikannya, ia bersumpah bahwa selama hidup dirinya tidak akan menikah. Kemudian ia pamit dan berbegas mendekati sumber datangnya suara merintih minta tolong, yang sesungguhnya merupakan suara kijang yang kena panah Rama.



Sebelum meninggalkan tempat, Leksmana telah memberikan rajah di sekeliling Sinta. Demi keamanan, ia meminta sang kakak iparnya untuk tidak keluar atau melangkah melewati garis rajah. Tidak lama berselang, muncul orang tua papa kurus dari semak belukar. Lelaki renta itu melangkah gontai mendekati Sinta dengan tangan kiri melingkar di perutnya yang tipis. Beberapa jengkal dari garis rajah, pria sepuh tertatihterhuyung lalu ambruk sambil meringis, merintih, dan dengan lirih minta tolong.



Pentingnya kewaspadaan

Sinta tergerak ingin menolong. Namun, ia ingat pesan Leksmana. Si tua, dengan mulut menganga, terus menengadah minta tolong. Ia pun mengemis sekepal makanan dan seteguk air untuk menghapus lapar dan hausnya. Saking trenyuhnya, Sinta lupa akan rajah. Ia kemudian menjulurkan tangan memberikan makan dan air kepada si papa. Mendadak, dalam sekejap, lelaki itu berubah wujud aslinya, Dasamuka, dan menarik lengan Sinta keluar melewati rajah lalu membopongnya terbang tinggi. Burung Sempati yang tahu penculikan itu mengejar.



Namun, malang baginya, Sempati jadi bulan-bulanan dan akhirnya jatuh terkulai. Rama dan Leksmana yang datang menolong tidak berhasil. Sejak saat itulah, menjadi hari-hari perjuangan panjang Rama merebut Sinta. Hikmahnya, dalam konteks penegakan hukum, nilai kisah ini adalah tentang pentingnya kewaspadaan aparat hukum terhadap ‘politik papa’ atau aksi tipu-tipu pelaku tindak pidana untuk menghindari jerat hukum. Ini bukan hanya berarti menantang dan melecehkan hukum, melainkan juga perbuatan pidana. (X-7)






Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...apa/2017-12-03

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Menonton Butet dalam Keramik

- Penjual Bunga di Clemenstorget

- Mengenal Ajaran Toleransi Tertua Nusantara

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
765
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Media Indonesia
Media IndonesiaKASKUS Official
30.6KThread1.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.