Siapa sih yang gak pernah naik motor atau mobil?
Jangan bilang gak pernah
Pasti kalo ente bawa kendaraan sering banget di jalanan nemuin jasad tabrak lari yang sering kita liat
Yaps...
Korban Tabrak Larinya itu adalah hewan yang melintasi jalanan atau syedangg menyebraangii jalanan,
Maupun syendiriann ataupun besama kawanannya nih gansist..
Sering juga tuh kita liat hewan tersebut tertabrak oleh kendaraan karena gak sempet menyelamatkan diri
Salah satu hambatan yang mesti diwaspadai para pengemudi kendaraan, terutama saat berjalan malam, adalah hewan yang menyeberangi jalan secara mendadak.
Fenomena tersebut masih banyak ditemui di sejumlah ruas jalan tol di Indonesia yang berbatasan dengan pemukiman penduduk atau pun hutan. Seperti pada beberapa ruas jalan di tol Cikopo-Palimanan (Cipali).
Tak hanya di jalan tol, pada beberapa ruas jalan di daerah terpencil, seperti dialami oleh Beritagar.id dalam perjalanan melintasi pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur tahun lalu, kerap terlihat hewan-hewan seperti sapi, kambing, babi, anjing, bahkan monyet yang menyeberang atau malah diam di tengah jalan.
Beberapa dari mereka memang hewan liar, tetapi tak sedikit yang merupakan hewan peliharaan namun dibiarkan pemiliknya berkeliaran di jalanan.
Kehadiran hewan tersebut, terutama jika mendadak, bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Bukan hanya hewannya yang mungkin mati tertabrak, pengemudi juga bisa mengalami cedera, bahkan kehilangan nyawa, jika tak sigap.
Apa jadinya jika terjadi tabrakan dengan hewan? Apakah pengemudi mobil harus mengganti hewan yang mati tertabrak atau malah bisa meminta ganti rugi pada pemilik hewan?
Dipaparkan Hukum Online, Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (fail pdf) mengatur mengenai insiden seperti itu.
Menurut Pasal 234 ayat (1) UU tersebut, pengemudi mesti bertanggung jawab kepada penumpang, pemilik barang, atau pihak ketiga jika kecelakaan tersebut disebabkan akibat kelalaian sang pengemudi. Tanggung jawab tersebut termasuk mengganti kerusakan dan kehilangan yang diakibatkan kecelakaan itu.
Pengemudi dianggap tidak bertanggung jawab secara hukum jika memenuhi poin-poin yang terdapat pada Pasal 234 ayat (3), yaitu:
- Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi;
- Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
- Disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Soal "keadaan memaksa" dijelaskan pada Pasal 234 ayat (3) huruf a yang menyatakan: "Yang dimaksud dengan "keadaan memaksa" termasuk keadaan yang secara teknis tidak mungkin dielakkan oleh pengemudi, seperti gerakan orang dan/atau hewan secara tiba-tiba."
Jika ada saksi yang mendukung pernyataan bahwa keadaan memaksa telah terjadi, maka pengemudi tidak perlu bertanggung jawab secara hukum atas kecelakaan tersebut.
Namun, kalau hewan tersebut tengah digembalakan dan ada sang penggembala yang sedang menggiring mereka, pengemudi wajib memperlambat laju kendaraan, sesuai Pasal 116 ayat (1) UU 22/2009.
Jika menabrak, sesuai Pasal 234 ayat (1), pengemudi wajib membayar ganti rugi yang besarannya ditentukan pengadilan.
Bagaimana jika hewan atau pemilik hewan yang bersalah?
Merujuk pada Pasal 1368 KUHPerdata, pengemudi kendaraan bisa meminta ganti rugi kepada pemilik hewan meskipun sang pemilik itu sedang tidak mengawasi hewannya saat tabrakan terjadi.
Karena hewan kerap bergerak berdasarkan insting dan mendadak, pengemudi lah yang dituntut untuk selalu waspada saat berkendara walau jalur yang dilewati tampak sepi.
Kewaspadaan akan membuat pengemudi bisa melakukan antisipasi saat menemui rintangan mendadak di jalan raya, baik dengan mengerem kendaraan maupun melakukan gerakan untuk menghindari tabrakan.
Bagaimana jika hewan tersebut bergerak amat mendadak sehingga kita tak bisa menghindarinya atau jika melakukan pengereman mendadak justru bisa berakibat kecelakaan yang lebih fatal? Tindakan alternatif apa yang bisa dilakukan?
Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Center (JDDC), dalam wawancara dengan Liputan6 memberikan dua alternatif.
Pertama, jika yang melintas adalah hewan dengan postur relatif kecil, seperti kucing, ayam, atau anjing, lebih baik ditabrak saja kalau memang pengemudi sudah tak sempat melakukan pengereman atau menghindarinya.
Bagaimana dengan hewan berukuran besar, seperti sapi atau kambing? Ada trik khusus yang disampaikan Jusri.
Menurut dia, menabrak bagian belakang hewan tersebut akan lebih aman bagi pengemudi.
"Kalau sapi ketakutan atau panik, dia hanya maju atau berhenti celingak-celinguk. Dia tidak pernah mundur. Maka usahakan ambil di titik risiko terendah kerusakan di bagian belakang," tutur Jusri.
Akan tetapi, tentu saja, akan lebih baik untuk mencegah terjadinya insiden seperti itu.
"Ketika kita mengemudi, walaupun jalanan kosong atau terlihat secara visual kosong, jangan pernah berpikir 'Anda boleh rileks'. Karena jalan raya tidak pernah aman," tegas Jusri Pulubuhu.