taufikmalendraAvatar border
TS
taufikmalendra
GURU SEBAGAI KUNCI PEMBERANTAS HOAX
(Oleh: Taufik Malendra, S.Pd.)
Dalam beberapa tahun terakhir, kita sering membaca atau mendengar kata “hoax”. Tidak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak pada jenjang Sekolah Dasar pun kerap menggunakan kata “hoax”. Menurut Lynda Walsh dalam buku Sins Against Sciense, istilah hoax atau kabar bohong merupakan istilah yang masuk sejak era industri yang diperkirakan muncul pada tahun 1808 (sumber: Liputan6.com, 07/01/2017). Kata hoax pertama kali digunakan oleh orang Amerika yang mengacu pada film “The Hoax” tahun 2006 yang disutradarai oleh Lasse Hastrom. Film The Hoax dianggap sebagai film yang banyak mengandung kebohongan, sehingga banyak kalangan terutama para netter yang menggunakan istilah hoax untuk menggambarkan suatu kebohongan. Lambat laun, penggunaan kata hoax semakin gencar. Bahkan kabarnya kata hoax digunakan oleh netter di hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia (sumber: kompasiana.com, 21/10/2016).
Apa penyebab munculnya berita hoax? Hoax muncul karena beberapa penyebab, seperti yang dikutip pada health.detik.com bahwasannya dr. Andri, SpKJ., FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera menyebutkan ada beberapa penyebab penyebaran berita hoax. Pertama, sebagian besar orang yang ingin merasa paling update atau kekinian. Biasanya terjadi di kalangan remaja. Mereka turut menyebar berita yang belum jelas tanpa memeriksa kebenarannya. Yang kedua adalah seseorang yang sengaja menyebar hoax dengan tujuan memancing keributan dan provokasi. Yang ketiga, mereka terlalu cemas mengenai isi berita kemudian langsung menyebar berita hoax tersebut kepada sanak keluarganya tanpa memeriksa kebenaran datanya. Dan penyebab yang keempat adalah karena terlalu seringnya seseorang yang bermain gadget dan media sosial. Hal itu mengakibatkan ia mempunyai waktu luang untuk sekedar share berita yang menurutnya akan menyedot perhatian orang lain tanpa membuktikan keabsahan beritanya.
Lalu, bagaimana cara mengidentifikasi hoax? Cara utama untuk mengidentifikasi berita hoax adalah mencari sumber data yang valid. Bagi penulis yang berprofesi sebagai guru, seorang pendidik harus menjadi sumber data yang valid bagi semua peserta didiknya. Untuk itu, seorang guru harus mampu membedakan mana berita hoax dan mana berita fakta. Guru dapat beracuan pada sumber buku yang jelas penerbitnya, situs resmi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan keaslian foto yang digunakan sebagai sarana pendukung berita. Selain itu guru juga harus paham ciri-ciri berita hoax. Menurut Dewan Pers Wina Armada Sukardi yang menjabat sebagai Sekjen (sumber: Netralnews.com) berikut ciri-ciri berita hoax: 1) Biasanya mengumumkan berita yang sensasional, menggugah perasaan, dan memancing emosi. 2) Berisi kalimat provokatif dengan menggunakan kata “sebarkan” atau “viralkan”. 3) Berita hoax itu adalah suka-suka dan dipertanyakan aspek keaktualannya. 4) Tidak dicantumkan sumber yang jelas. 5) Mengandung unsur deskriminatif untuk memojokkan pihak lain. 6) Terlihat dari gaya tulisannya yang diselipkan tanda-tanda misalnya ada huruf kapital yang ditempatkan pada posisi yang tidak tepat. 7) Melalui proses pengeditan dalam arti informasi telah dipotong maupun ditambah.
Penyebaran berita hoax terbanyak saat ini melalui media internet. Misalnya pada blog-blog anonim dan media sosial seperti: facebook, twitter, instagram, whatsapp, line, dan lainnya yang tidak mempunyai akun jelas. Mudahnya pembuatan akun pada media sosial tersebut merupakan peluang bagi penyebar hoax melakukan aksinya. Saat ini dunia internet tidak hanya dikuasai oleh kalangan remaja dan dewasa saja, namun anak-anak seusia SD sebagian sudah mulai mengenal internet terutama media sosial. Walaupun tidak semua anak memiliki akun sosial pribadi, namun penulis yakin, dengan berjalannya waktu ke depan bisa jadi banyak anak akan turut berpartisipasi di media sosial. Bukan berarti anak-anak SD sekarang ini dilarang untuk mengakses internet, mereka boleh mengakses internet sebatas sebagai sumber belajar namun tetap harus dalam pengawasan guru dan orangtua. Mengapa demikian? Selain dampak negatif internet yakni banyak situs dan iklan yang berbau pornografi juga pemberitaan hoax yang tersebar di situs dan media sosial sangat mudah ditemukan. Anak-anak SD tentunya belum mampu untuk mengetahui mana berita aktual dan mana berita hoax.
Maraknya berita hoax, tentunya banyak dampak yang ditimbulkan. Dampak nyata penyebaran hoax diantaranya, pertama mengakibatkan perpecahan dan konflik di berbagai pihak. Berita hoax yang mengandung provokasi terutama terkait dengan unsur SARA akan menimbulkan keretakan kerukunan baik antar suku, agama, ras, dan golongan sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kedua, berita hoax dapat mencemarkan nama baik dan reputasi seseorang, instansi, maupun perusahaan. Misalnya seperti hoax yang sempat populer beberapa waktu lalu yaitu mengenai minuman serbuk yang mengakibatkan batuk dan pengerasan otak. Tidak terbukti minuman serbuk yang terdaftar BPOM membahayakan peminumnya selagi dikonsumsi secara wajar dan tidak berlebihan. Hal tersebut membuat perusahaan minuman serbuk mengalami penurunan tingkat penjualan.
Dampak yang ketiga adalah akan membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya untuk membuktikan berita yang tersebar adalah berita hoax. Dan apabila berita hoax terlanjur menyebar maka akan membutuhkan waktu lama untuk membersihkan nama baik korban. Keempat, akan menimbulkan keresahan, kekhawatiran, dan ketakutan masyarakat terkait dengan kebenaran berita tersebut. Seperti berita hoax yang baru-baru ini membuat bingung publik, mengenai masa registrasi nomor kartu prabayar pengguna ponsel. Berita hoax yang tersebar adalah jika nomor kartu prabayar tidak diregistrasi sebelum tanggal 31 Oktober 2017 maka nomor ponsel tersebut akan diblokir permanen. Berita tersebut hoax karena pihak Kominfo memberi tenggang waktu dari 31 Oktober 2017 hingga 28 Februari 2018 dan proses pemblokiran melalui tahap yang telah ditentukan. Berita tersebut membuat masyarakat bingung dan panik, mereka ketakutan jika nomor ponselnya akan diblokir pihak Kominfo karena belum mengetahui mengenai aturan registrasinya(sumber: kompas.com, 31/10/2017).
Belum lagi kekhawatiran warga ketika mendengar kabar bahwa memakan udang dengan vitamin C akan menyebabkan kematian, ada juga kabar mengenai makan mi instan dan cokelat dalam waktu yang berdekatan akan menimbulkan komplikasi. Meskipun dengan berita tersebut membuat warga semakin waspada dalam mengonsumsi makanan, tetapi kekhawatiran masyarakat tidak berdasar karena kabar tersebut tidak pasti kebenarannya.
Selanjutnya dampak negatif hoax tidak hanya terasa di kalangan umum saja. Begitu juga untuk anak-anak SD. Saat kemarin sempat muncul berita mengenai imunisasi mengakibatkan kelumpuhan dan autis. Sempat membuat anak-anak SD merasa ketakutan saat hendak diimunisasi. Tidak hanya itu saja, orangtua pun ikut merasa khawatir. Selain itu dampak berita hoax bagi anak SD adalah jika berita hoax itu terjadi dikalangan sekolah, misalnya hal sepele seperti salah satu anak memberitahu pekerjaan orangtua salah satu temannya dan menyebarkan berita tersebut ke seluruh anggota sekolah padahal berita mengenai pekerjaan orangtua temannya itu belum tentu benar, maka akan mengakibatkan anak yang menjadi korban hoax akan marah dan merasa terbebani oleh berita tersebut. Hal terburuknya, anak yang menjadi korban hoax akan menyimpan dendam dan bisa saja kelak ketika dewasa ia akan menjadi penyebar hoax guna melampiaskan dendamnya.
Dengan adanya dampak negatif tersebut, maka diperlukan cara untuk mengedukasi siswa, keluarga, dan masyarakat luas untuk memerangi hoax. Sebagai guru, penulis memaparkan cara mengedukasi siswa untuk memerangi hoax diantaranya yang pertama adalah menumbuhkan sikap kritis kepada siswa. Jika siswa memunyai sikap kritis, maka ia tidak akan mudah percaya pada berita yang baru didengarnya. Cara menumbuhkan sikap kritis tersebut adalah dengan memancing siswa melalui pertanyaan. Misalnya, dari mana berita tersebut? Apakah benar isi berita tersebut? Bagaimana pembuktian dari berita tersebut? Apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak isi dari berita tersebut? Jika siswa tidak menemukan jawaban dari semua pertanyaan itu, maka berita tersebut belum bisa dikatakan benar.
Setelah menumbuhkan sikap kritis siswa terhadap pemberitaan baru, cara berikutnya adalah menumbuhkan minat baca melalui kebiasaan membaca. Saat ini pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Dengan membiasakan siswa senang membaca, otomatis siswa akan kaya akan ilmu pengetahuan. Namun dalam kegiatan membaca tersebut butuh pengawasan guru dan orangtua agar apa yang dibaca siswa sesuai dengan perkembangannya. Dengan kata lain, guru harus mampu membentuk siswa menjadi pembaca yang cerdas. Adapun cara yang ketiga adalah menyadarkan siswa akan bahaya hoax dengan memaparkan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Diharapkan siswa menyadari penyebaran hoax yang dapat merugikan berbagai pihak dengan menjauhkan diri dari menjadi penyebar maupun pembuat berita hoax. Cara berikutnya yang dilakukan guru untuk mengedukasi siswa adalah mengaplikasikan pada kegiatan pembelajaran. Misalnya pembelajaran untuk menghindari hoax diberikan di berbagai mata pelajaran, seperti PKn, Bahasa Indonesia, IPA, maupun IPS. Kegiatan pembelajaran bisa dilaksanakan dengan berbagai metode, yaitu metode keteladanan, diskusi, penugasan dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar misalnya buku-buku di perpustakaan atau majalah dan koran, dan wawancara dengan narasumber yang dapat dipercaya.
Sedangkan untuk mengedukasi keluarga dan masyarakat sekitar untuk memerangi hoax adalah yang pertama ketika mendengar suatu kabar begitu cepat menyebar sebaiknya langsung mencari sumber terpercaya untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut. Yang perlu dilakukan sebagai guru sekaligus sebagai warga masyarakat adalah memberitahu keluarga dan masyarakat bahwa kabar tersebut adalah hoax karena tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Baik dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial. Selanjutnya guru dapat bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menyosialisasikan berkaitan berita hoax. Seperti ciri-cirinya, dampak yang ditimbulkan, cara pencegahan penyebarannya, dan cara melaporkan berita hoax, kepada masyarakat secara langsung. Misalnya jika hoax yang berkaitan dengan kesehatan, bisa meminta bantuan pihak PUSKESMAS untuk mengadakan sosialisasi agar masyarakat terhindar dari pengaruh berita hoax yang akan membuat khawatir semua kalangan.
Penulis memiliki beberapa pengalaman ketika menghadapi hoax saat melaksanakan tugas sebagai pendidik. Pertama, saat tersebar kabar penculikan siswa SD yang kemudian diambil ginjalnya. Banyak orangtua dan siswa khawatir mengenai kabar tersebut. Penulis kemudian langsung mencari sumber berita, namun tidak ada koran atau situs resmi yang mempublikasikan kebenaran berita itu. Pertama kali penulis melihat kabar itu di media sosial berupa facebook dengan didukung gambar dua orang anak kecil yang meninggal dan terlihat bekas jahitan di bagian perutnya. Bisa jadi penyebaran berita hoax tersebut sampai pada orang tua siswa dan menyebar secara cepat di kalangan masyarakat. Saat itu, berita hoax itu merupakan berita hangat yang kerap diperbincangkan warga. Tak lama kemudian, penulis sempat mendengar kabar dari salah satu warga yang menyatakan bahwa di desa sebelah hampir terjadi kasus penculikan. Yakni ketika ada dua orang siswa yang merupakan kakak beradik melakukan perjalanan pulang sekolah. Ia menceritakan kalau saat perjalanan pulang kedua anak tersebut diajak oleh orang asing ke suatu tempat dengan diiming-imingi permen, namun karena ketakutan kedua anak itu lari terbirit-birit. Setelah mendengar berita itu, penulis berusaha mencari informasi lengkap mengenai kakak beradik yang hampir menjadi korban penculikan, namun ternyata penulis tidak berhasil menemukan kedua anak tersebut. Bisa jadi, ada pihak yang sengaja menyebarkan berita bohong untuk menambah keresahan warga.
Penulis juga mendengar keluhan dari siswa dan orangtua yang mengaku takut dengan kabar itu. Banyak anak yang takut ketika bertemu dengan orang asing. Padahal belum tentu orang asing tersebut berniat jahat. Sebagian orangtua akhirnya melarang anak-anaknya keluar rumah. Walaupun kewaspadaan orangtua itu tidak dapat disalahkan, namun kekhawatiran mereka jika anak-anaknya diculik itu adalah kekhawatiran yang tidak berdasar pada berita yang benar. Selanjutnya, kabar mengenai permen yang mengandung narkotika dan minuman serbuk yang dapat menimbulkan batuk dan pengerasan otak sempat menjadi berita hangat di kalangan sekolah tempat penulis bekerja. Banyak siswa yang menceritakan kepada temannya bahwa ia dilarang untuk jajan karena sekarang ini banyak jajanan yang mengandung narkotika dan mengakibatkan kematian. Padahal tidak semua jajanan bahaya bagi kesehatan yaitu jajanan yang sudah terdaftar dalam BPOM dan bersertifikat halal MUI. Jajanan yang sudah terdaftar di BPOM dan bersertifikat halal oleh MUI dipastikan aman untuk dikonsumsi selagi dalam jumlah wajar dan tidak berlebihan.
Untuk menghadapi kasus-kasus yang ditimbulkan oleh berita hoax tersebut penulis melakukan beberapa tindakan yaitu, yang pertama memberi pengarahan kepada siswa untuk tidak langsung percaya dan panik ketika mendengar berita yang belum tentu benar. Alangkah baiknya siswa menanyakan langsung kepada narasumber yang dapat dipercaya, misalnya boleh menanyakan langsung kepada guru. Kedua, mengadakan pembelajaran yang berkaitan tentang berita hoax, misalnya pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa diberi teks tentang penyebaran hoax dan akibat yang ditimbulkan hoax. Bisa juga dengan mata pelajaran lain yang dapat dihubungkan dengan topik memerangi hoax, seperti PKn, IPA dan IPS. Penulis juga mengadakan sosialisasi dengan bantuan kepala dan komite sekolah perihal penyebaran berita hoax. Misalnya saat ada acara rapat wali murid, penulis menyampaikan beberapa materi mengenai akibat yang ditimbulkan dari berita hoax dan bagaimana cara memeranginya.
Dengan demikian, guru adalah kunci pemberantas hoax, karena guru adalah pemegang utama generasi penerus bangsa. Jika guru mampu mendidik para siswanya untuk memerangi hoax, dapat dipastikan untuk kedepannya berita hoax tidak akan sukses meracuni pikiran masyarakat dan membuat resah semua kalangan. Untuk itu, penulis mengajak semua guru yang ada di Indonesia untuk bersama-sama mendidik peserta didiknya agar tidak terpengaruh dengan berita-berita palsu yang menyesatkan. Jika itu terwujud, sudah pasti generasi berikutnya akan tahan dan kebal terhadap pengaruh hoax dan hasutan dari pihak-pihak yang bertujuan melumpuhkan bangsa Indonesia.
Referensi:
http://news.liputan6.com/read/2820443/darimana-asal-usul-hoax
https://www.kompasiana.com/llindaberliani/hoax_5809692f6f7a61e3068b456a
http://tekno.kompas.com/read/2017/10/31/11570057/hoax-registrasi-kartu-prabayar-paling-lambat-31-oktober-2017
#antihoax #marimas #pgrijateng

0
880
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Image
ImageKASKUS Official
42.9KThread3.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.