Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Opini Publik dari Media Sosial



PARA pemain politik berlomba-lomba menggunakan media sosial (medsos) untuk memengaruhi opini publik. Di sejumlah negara, para pemain politik memenangi kompetisi dengan menggunakan medsos untuk meraih kemenangan. Medsos terbukti mampu memengaruhi pembentukan pendapat publik yang menentukan sikap politik masyarakat.



Dalam beberapa kasus, medsos bahkan telah menggeser peran media konvensional. Bukan hanya berita positif yang disiarkan medsos. Berita bohong (hoaks), berita palsu (fake news), atau informasi negatif lainnya juga disiarkannya. Informasi dari media sosial itu, termasuk yang negatif, bahkan mampu menggilas opini publik yang telah terbentuk oleh media konvensional.



Media sosial, sarana atau kanal pergaulan sosial lewat jalur online di internet itu, kini banyak digunakan masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Media konvensional adalah media massa seperti media cetak (koran, majalah), media elektronik (radio dan televisi), dan online (internet). Sebelum ada medsos, media konvensional menjadi andalan dalam pembentukan opini publik.



Medsos mempunyai karakter yang tak dimiliki media konvensional. Selain bisa disebarkan ke banyak pihak, pesan media sosial tidak terkontrol. Penerima menentukan sendiri kapan membuka informasi dan berinteraksi. Sementara itu, media konvensional, kendati memiliki kebebasan pers, harus memperhatikan berbagai keterbatasan seperti penyaringan berita (gate keeper), kode etik dan regulasi, serta tanggung jawab sosial yang di Indonesia dirumuskan sebagai bebas bertanggung jawab.



Karena keterbatasan itulah medsos, dalam pembentukan opini publik, mulai menggeser peran media massa konvensional. Medsos tidak memiliki pembatasan, tanpa kontrol, bisa lebih cepat, mudah diakses dan bisa berinteraksi langsung dengan khalayak.



Medsos dan Trump

Dalam berbagai peristiwa politik, medsos telah dimanfaatkan untuk meraih kemenangan. Polisi kini tengah melacak dugaan keterlibatan sejumlah pihak yang menggunakan medsos untuk menyebarkan berita bohong atau ujaran kebencian untuk memenangi kompetisi politik di beberapa pemilihan kepala daerah. .



Di Amerika Serikat, kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden 2016 juga disebut-sebut ditopang informasi yang disiarkan medsos. Sejumlah penelitian menemukan indikasi seperti itu. Misalnya, Hunt Alcot dari New York University dan Mathew Guntzkow dari Stanford University meneliti pengaruh berita palsu (fake news) yang disiarkan di medsos menjelang pemilihan presiden.



Kesimpulannya, sebagian besar warga AS yang punya hak pilih membaca medsos. Fake news yang mereka baca memengaruhi keputusannya menjatuhkan pilihan. Kebetulan sebagian besar fake news itu lebih mendukung Trump daripada Hillary Clinton. Seberapa ampuh fake news memengaruhi kemenangan Trump? Dalam jurnal penelitiannya berjudul Social Media and Fake News to the 2016 Election, peneliti menyebut ‘bergantung pada efektivitas fake news di medsos itu’.



Selain meneliti efektivitas konten dalam menentukan opini publik dalam menjatuhkan pilihan, dalam penelitian Jeffrey Gottfried dan Elisa Shearer (News Across Social Media Platform 2016) terungkap bahwa 62% atau 6 dari 10 orang dewasa AS memperoleh informasi lewat medsos. Selebihnya, 38% dari sumber lain. Artinya opini publik sebagian besar warga AS sangat dipengaruhi berita dari medsos.



Pengguna Indonesia

Bagaimana di Indonesia? Menurut data media komunikasi dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IPK), Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun ini, jumlah media daring 2.011. Sementara itu, media konvensional, koran, dan majalah 567 penerbit, televisi 194 stasiun, dan radio 1.165 stasiun.



Yang menarik, jumlah telepon seluler (ponsel) yang beredar 374 juta atau lebih besar (142%) daripada 262 juta penduduk Indonesia. Data pengguna internet 132,7 juta (51,3%), pengguna medsos yang aktif mencapai 106 juta atau 40%. Dalam pembentukan opini publik di Indonesia, angka 106 juta pengguna medsos itu pasti memiliki peran yang menentukan.



Berdasarkan karakter dan jumlah penggunanya yang terus meningkat, medsos diharapkan ‘hanya’ menyajikan informasi positif agar opini publik yang terbentuk pun bermanfaat bagi masyarakat. Produsen dan pengguna medsos mesti mengacu pada etika atau moralitas berkomunikasi, serta regulasi yang berlaku. Dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 19/2016 dirumuskan aturan main bermedsos. Mereka dilarang mendistribusikan, menstransmisikan, dan membuat dapat diakses informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, serta pemerasan atau pengancaman.



Dalam pembentukan opini publik, medsos hendaknya berjalan seiring dengan media konvensional. Karena tujuannya sama, yakni demi kepentingan umum (bonum commune), pengguna medsos wajib melakukan klarifikasi demi kebenaran informasi yang diperolehnya dan akan disebarkan.



Selain itu, perlu penyadaran bagi para pengguna medsos untuk menyebarluaskan informasi yang positif yang bermanfaat bagi kepentingan umum. Sebagai penyelenggara medsos, mereka memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak publik untuk mengetahui (people rights to know) dengan memberikan aneka ragam informasi yang mengedukasi, mencerahkan, memberdayakan, serta menumbuhkan cinta kepada Tanah Air.

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...ial/2017-09-30

---

Kumpulan Berita Terkait :

- BRI Link Layani Pembayaran BPJS

- Pertamina Alokasikan US$200 Juta

- Indonesia Promosikan Sawit ke Swiss

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.1K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Media Indonesia
Media IndonesiaKASKUS Official
30.5KThread1.3KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.