Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Masyarakat Ingin KPI Diperkuat



DALAM diskusi publik mengenai RUU Penyiaran di Jakarta, kemarin, mengemuka isu rancangan versi terbaru revisi Undang-Undang No 32/2002 tentang penyiaran belum berpihak pada kepentingan publik. Ada tiga hal yang mengemuka, yakni kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang dipersempit, kuota iklan yang diperbesar, dan muatan lokal yang dikurangi.



Padahal, di dalam penyiaran, sejatinya saluran yang digunakan ialah milik publik. Isi draf dalam UU tersebut dipandang lebih berpihak pada lembaga penyiaran besar. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Nina Mutmainnah Armando menguatkan isu itu dengan mengatakan terdapat beberapa muatan pasal pada RUU Penyiaran yang dipandang bermasalah, di antaranya kewenangan KPI yang merupakan perwakilan dari publik justru diperkecil.



Nina berpendapat masyarakat justru menginginkan kewenangan lembaga regulator itu diperkuat agar lebih independen. “Kewenangan KPI diperkecil dengan hanya mengurus isi siaran,” tutur perempuan yang juga anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran itu.



Nina menambahkan, selain kewenangan KPI, isu lainnya menyangkut kuota iklan. Dalam draf RUU Penyiaran yang dibuat Badan Legislasi (Baleg) DPR, aturan mengenai tayangan iklan memuat porsi cukup besar ketimbang draf versi Komisi I DPR.



“Setelah diharmonisasi di Baleg kuota iklan spot-nya 30% dari seluruh waktu siaran per tahun. Ini lebih banyak jika dibandingkan dengan yang diatur dalam draf RUU Penyiaran yang dibuat Komisi I DPR, yakni kuota iklan spot-nya 30% setiap waktu tayang program,” papar Nina. Aturan pada draf RUU Penyiaran yang baru juga mencerminkan ketidakberpihakan pada konten lokal dari daerah. Pada draf awal yang dibuat Komisi I DPR , ujar Nina, siaran untuk muatan lokal diusulkan setidaknya 20% per hari yang tersebar merata pada setiap jam siaran.



DPR belum selesai

Sudah dua periode, DPR belum juga selesai membahas RUU Penyiaran. Pembahasan pertama dimulai pada 2010-2014 dan dilanjutkan pada periode 201 hingga 2017 ini. Menurutnya, Undang-Undang Penyiaran yang baru sangat ditunggu, sebab UU yang ada saat ini kurang relevan dengan perkembangan situasi penyiaran yang telah beralih dari analog ke digital. Koalisi masyarakat sipil, ujar Nina, mengusulkan draf RUU Penyiaran yang digunakan adalah draf RUU periode yang lalu. “Karena lebih prodemokratisasi penyiaran,” tandasnya.



Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Nawawi Bahrudin menyampaikan lembaga penyiaran berpotensi mendapatkan tuntutan hukum yang mungkin dilakukan pihak yang merasa dirugikan dengan isi siaran. Dia menjelaskan pada draf RUU Penyiaraan saat ini, DPR memasukkan kembali aturan terkait dengan ralat yang seharusnya dievaluasi. Nawawi menganggap muatan itu berpotensi mengancam independensi dan kebebasan lembaga penyiaran. (H-5)



indriyani@mediaindonesia.com

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...uat/2017-09-18

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Dana Premium Mandiri Capai Rp169 Triliun

- Timnas U-19 Unjuk Produktivitas Gol

- Lagi, Pornografi Anak via Medsos Dibekuk

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
4.2K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Media Indonesia
Media IndonesiaKASKUS Official
30.6KThread1.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.