Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Stunting bukan karena Keturunan
Stunting bukan karena Keturunan


PEMAHAMAN keliru bahwa pertumbuhan anak sepenuhnya dipengaruhi keturunan atau faktor genetik masih sulit dihilangkan dari masyarakat Indonesia. Hal itu menjadi salah satu kendala penanggulangan masalah anak stunting (perawakan pendek).

“Anak stunting penyebab utamanya asupan gizi. Tidak ada satu pun pene­li­tian yang mengatakan keturunan memegang faktor yang lebih penting dari gizi dalam hal pertumbuhan fisik anak,” ujar Dirjen Kesehatan Masyara­kat Kemenke, Anung Sugihantono, dalam diskusi Gerakan Masyarakat Sehat, di Jakarta, Minggu (17/9).



Masyarakat, lanjut dia, umumnya menganggap pertumbuhan fisik sepe­­nuhnya dipengaruhi faktor keturunan. Pemahaman keliru itu kerap menghambat sosialisasi pencegahan stunting yang semestinya dilakukan dengan upaya mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Dikatakan Anung, sosialisasi akan hal itu terus dilakukan. Meski begitu, juga diperlukan kemauan masyarakat untuk dapat menerima hal tersebut. Diikuti dengan kesadaran akan kewajiban menjaga kesehatan. Saat ini, lanjut Anung, jumlah anak balita di Indonesia sekitar 22,4 juta. Setiap tahun, setidaknya ada 5,2 juta perempuan di Indonesia yang hamil. Dari mereka, rata-rata bayi yang lahir setiap tahun berjumlah 4,9 juta anak.



Menurut WHO, anak balita pendek dikategorikan sebagai masalah kesehat­an masyarakat jika prevalensinya lebih dari 20%. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, sekitar 37,2% balita Indonesia mengalami stunting. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi Kemenkes 2016, prevalensi stunting diperkirakan 27,5% dengan persentase tertinggi berada di NTT dan Sulawesi Tenggara. Akibat masalah itu, rata-rata tinggi anak laki-laki stunting di Indonesia saat dewasa akan defisit hingga 13,6 cm jika dibandingkan dengan rujukan WHO. Pada anak perempuan defisit 10,4 cm. Pemerintah menargetkan dapat menurunkan prevalensi stunting menjadi 28% pada 2019.



Pengaruhi kecerdasan

Pada kesempatan sama, dokter spesialis anak dan pegiat laktasi, Utami Roesli, mengatakan faktor penyebab langsung stunting ialah kurangnya asup­an gizi dan terjadinya infeksi pa­da tubuh anak. Adapun faktor tidak langsung ialah pola asuh yang salah dan lingkungan yang menyebabkan pertumbuhannya tidak teperhatikan. “Anak yang berpotensi stunting bisa sudah diketahui dari sejak usianya di bawah 2 tahun, bahkan di bawah 6 bulan. Untuk itu, memantau perkembangan anak sejak lahir sangat penting dilakukan,” ujar Utami. Keterlambatan penanganan gizi yang kurang pada anak tidak hanya akan berpengaruh pada pertumbuhan fisik. Namun, juga kemampuan otak atau tingkat kecerdasan anak.



“Ibu sudah harus memenuhi kebu­tuhan gizi anak sejak awal masa ke­ha­milan atau yang dinenal dengan konsep 1.000 hari pertama kehidupan anak. ASI eksklusif menjadi yang terpenting diberikan,” terangnya. Penelitian yang dilakukan Millennium Challenge Account Indonesia di 10 provinsi pada 2014 menunjukkan 55% ibu di Indonesia tidak memberikan ASI eksklusif dengan berbagai alas­an. Sementara itu, 43% ibu masih menganggap ASI tidak cukup untuk me­menuhi gizi anak. (H-3)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...nan/2017-09-18

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Stunting bukan karena Keturunan Usia Harapan Hidup Diprediksi Meningkat

- Stunting bukan karena Keturunan Mitos Terkait Kanker Merugikan Pasien

- Stunting bukan karena Keturunan Selena Gomez Sukses Jalani Transplantasi Ginjal

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
4.8K
1
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Media Indonesia
Media IndonesiaKASKUS Official
30.6KThread1.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.