menthol.holicAvatar border
TS
menthol.holic
HVDC : Infrastruktur Transmisi untuk Integrasi Negeri
Klik gambar dibawah untuk membaca tulisan tulisan lain di laman pribadi saya emoticon-Smilie


HVDC : Infrastruktur Transmisi untuk Integrasi Negeri


Tahukah kalian bahwa sebagian listrik yang digunakan di Jakarta berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton yang berada di Jawa Timur ? Listrik yang dihasilkan pembangkit tersebut dialirkan melalui jaringan transmisi sepanjang ratusan kilometer hingga pada akhirnya sampai ke perkantoran dan rumah rumah penduduk. Sejak pengembanganan infrastruktur tenaga listrik di Indonesia dimulai, listrik yang transmisikan selalu dalam bentuk listrik arus bolak balik ( AC ). Selain karena listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit pembangkit nasional memang dari awalnya merupakan listrik dengan bentuk tersebut, arus bolak balik juga menjadi pilihan karena besar tegangannya dapat dirubah dengan mudah sehingga efisien dalam transmisi dan pendistribusiannya. Namun, penggunaan transmisi arus bolak balik memiliki keterbatasan pada jarak dan kapasitas daya yang bisa dihantarkan serta tidak efektif digunakan untuk menghubungkan dua buah pulau yang berjauhan. Oleh karena itu, banyak peneliti dan praktisi yang melirik solusi lain, salah satunya adalah dengan menggunakan transmisi daya arus searah.

Menurut sebuah artikel pada majalah IEEE Power & Energy Magazine, transmisi daya arus searah sebenarnya sudah berkembang semenjak penggunaan listrik pertama dikembangkan oleh Thomas Alfa Edison pada tahun 1882. Pada saat itu, beliau memperagakan kemampuan listrik arus searah dengan mengalirkan listrik ke daerah perkantoran di New York, Amerika serikat, dengan menggunakan 6 buah pembangkit berkapasitas 100 kilowatt lalu ditransmisikan dengan kabel bawah tanah sepanjang 30 kilometer. Namun, jaringan listrik arus searah yang diusung oleh Edison kalah populer dengan jaringan listrik arus bolak balik yang dikembangkan oleh Westinghouse dan Tesla. Selain karena pembangkit listrik bolak balik memiliki desain yang lebih sederhana dan kokoh, pada saat itu juga belum ada teknologi untuk menaikkan atau menurunkan tegangan pada listrik arus searah sehingga energi listrik yang dihasilkan tidak bisa disalurkan secara efisien dan di distribusikan dengan aman. Apabila pembangkit menghasilkan listrik arus searah dengan tegangan 1000 volt maka sampai ke konsumen pun akan tetap 1000 volt. Berbeda dengan listrik arus bolak balik yang dapat dengan mudah dirubah tegangannya dengan menggunakan trafo sehingga lebih efisien dalam transmisinya dan dapat didistribusikan ke pelanggan secara aman.


Transmisi HVDC Pertama di Pulau Gotland, Swedia, yang masih menggunakan  teknologi Mercury-Arc pada tahun 1954 , dokumentasi oleh ABB


Barulah beberapa dekade kemudian setelah berkembangnya teknologi elektronika daya, sistem transmisi listrik arus searah mulai kembali dipakai. Teknologi transmisi daya arus searah tegangan tinggi ( HVDC ) dikembangkan pada tahun 1930 oleh para peneliti di Swedia dan diuji pada tahun 1936 untuk menghubungkan Kota Moutiers dan Kota Lyon, Perancis, yang berjarak 440 kilometer. Dari uji coba tersebut, dibuktikan bahwa rugi rugi daya pada transmisi HVDC 50% lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan transmisi daya arus bolak balik konvensional. Teknologi tersebut baru dipakai secara komersial pada tahun 1954 menggunakan kabel bawah laut untuk menghubungkan Swedia dengan Pulau Gotland. Saat ini, penggunaan teknologi transmisi HVDC memang membutuhkan investasi yang besar, tetapi pada kondisi kondisi tertentu, penggunaan teknologi transmisi HVDC dapat menjadi alternatif yang kompetitif dibandingkan dengan menggunakan transmisi daya arus bolak balik.

Berdasarkan data dari RUPTL PLN 2017-2026, lebih dari 5 gigawatt listrik dari pembangkit terbuang pada proses transmisi dan distribusinya ke pelanggan. Apabila digunakan transmisi HVDC untuk mengalirkan daya dengan jarak yang jauh, seperti dari PLTU Paiton ke Jakarta, maka listrik yang terbuang pun akan berkurang. Hal ini terjadi karena pada jarak yang sangat jauh ( > 400 kilometer ) rugi rugi daya pada saluran transmisi HVDC lebih kecil 30-50% dibandingkan dengan transmisi arus bolak balik konvensional, diluar dari adanya rugi rugi dari proses konversi listrik dari listrik AC ke listrik DC dan sebaliknya. Luas lahan yang dibutuhkan untuk infrastruktur transmisinya pun akan berkurang. Mungkin peningkatan efisiensi saluran tidak memberikan cukup justifikasi untuk mengganti infrastruktur transmisi dan distribusi yang sekarang sudah ada, tetapi, penerapan teknologi transmisi HVDC dapat menjadi pilihan atraktif untuk pembangunan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan yang jaraknya jauh dari bebannya nanti, seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga bayu lepas pantai.


Rencana transmisi HVDC antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, Dokumentasi oleh hvdcsumatrajava.com


Penggunaan teknologi HVDC pun memungkinkan dilakukannya penyatuan dua buah sistem tenaga listrik besar yang jaraknya jauh, seperti untuk menghubungkan jaringan listrik Pulau Jawa dengan jaringan listrik Pulau Sumatera yang digalakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineralbeberapa tahun lalu. Pada penerapan teknologi HVDC, penurunan kapasitas daya kabel ketika jaraknya semakin jauh tidak akan signifikan, berbeda dengan kabel sistem arus bolak balik yang kapasitas dayanya bisa terus berkurang apabila reaktansinya semakin tinggi. Teknologi ini juga memungkinkan dua buah jaringan yang tidak tersinkronisasi tegangan dan frekuensinya untuk bisa saling terhubung dan menghantarkan daya secara langsung. Dengan begitu, pembangkit pada kedua jaringan kelistrikan yang terhubung tersebut tidak perlu mengeluarkan listrik dengan frekuensi yang sama dan dapat saling mengirimkan atau menerima energi listrik ketika salah satu dari jaringan yang terhubung tersebut membutuhkan kapasitas listrik tambahan. Kemampuan tersebut juga menjadi kunci dalam meningkatkan bauran energi terbarukan dalam jaringan listrik besar seperti di Indonesia.

Faktor kestabilan adalah salah satu kekhawatiran utama pada penerapan energi baru dan terbarukan skala besar di jaringan listrik nasional. Kekhawatiran tersebut menyebabkan pembangkit energi baru dan terbarukan berkapasitas besar yang tersambung ke dalam jaringan nasional hanyalah pembangkit yang bisa menghasilkan listrik dengan cukup stabil seperti PLTA, PLTP, dan PLTN. Selain itu, kapasitasnya tidak bisa melebihi beberapa persen dari kapasitas pembangkit listrik beban dasar yang tersambung di jaringan nasional tersebut. Dengan adanya interkoneksi antara dua buah jaringan listrik besar, maka pembangkit pembangkit intermittent ( berubah ubah ) seperti PLTS dan PLTB bisa di integrasikan dengan bauran lebih tinggi. Hal tersebut bisa dilakukan karena interkoneksi antar jaringan besar antar pulau memungkinkan pengiriman dan permintaan daya diantara kedua jaringan tersebut dilakukan secara cepat sehingga bisa menanggulangi adanya perubahan keluaran daya pada pembangkit listrik energi baru dan terbarukan secara tiba tiba. Tentunya dengan catatan, kedua jaringan tersebut memiliki infrastruktur transmisi yang sudah baik, cadangan kapasitas pembangkit listrik yang cukup dan persebaran PLTS dan PLTB yang merata.

Sumber :

https://energy.gov/articles/war-curr...ac-vs-dc-power (Diakses pada tanggal 27 Agustus 22.00)
https://www.esdm.go.id/id/media-cent...wa-dicanangkan (Diakses pada tanggal 27 Agustus 22.30)
http://www.abb.com/cawp/seitp326/377...20033dbf5.aspx (Diakses pada tanggal 27 Agustus 23.00)
RUPTL PLN 2017-2026 oleh PLN
HVDC Transmission: Yesterday and Today oleh IEEE Power & Energy Magazine
The History of HVDC Transmission  oleh ABB

#15HariCeritaEnergi
Diubah oleh menthol.holic 28-08-2017 09:13
sagutumbukAvatar border
sagutumbuk memberi reputasi
1
1.9K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sains & Teknologi
Sains & TeknologiKASKUS Official
15.5KThread11KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.