TS
bornagain12
Semu
“Empat puluh tiga, empat puluh empat”
Nafas wanita itu mulai sedikit memberat
“Empat puluh delapan, empat puluh sembilan…”
“Cukup sekian hari ini, besok kita lanjutkan lagi!” sebuah suara yang cukup berat terdengar, menghentikan aktifitas wanita tersebut.
Wanita itu segera berdiri dan mengakhiri sit-up, sambil tersenyum ia menuju kamar ganti. Sepersekian detik ia mengamati dirinya di cermin, rambut hitam lurus panjang, kulit putih, dengan tinggi badan yang proporsional, ideal wanita pada umumnya. Dia tersenyum dan segera mengambil handuk untuk mengakhiri sesi mengagumi diri sendiri tersebut.
Suara gemericik air terdengar keras, namun tak sekeras pikiran wanita itu saat ini. “Bagaimana aku bisa lebih kurus lagi, kalau aktivitas yang diberikan tidak bertambah setiap harinya? “Kuncinya adalah konsistensi Alana, konsistensi,” wanita itu mengikuti kata-kata dan mimik pelatih gym nya dengan kesal.
Alana segera berganti pakaian, mengenakan kacamata hitam layaknya turis ibukota dan sesegera mungkin membuka kunci mobil jazz putih miliknya yang terparkir di tempat parkir khusus wanita. Hanya dalam sekian menit mobil tersebut hilang, menderu di jalanan menuju perhentian selanjutnya.
Sebuah restoran berkelas bergaya Perancis menjadi tempat persinggahan mobil jazz putih tersebut.
“Alana!” teriak seorang wanita dari depan restoran tepat ketika ia baru saja menutup pintu mobilnya. Rasa rindu tersebut pun dibalas oleh Alana dengan pelukan hangat. Kedua wanita tersebut memasuki restoran dengan gurauan dan canda tawa, dan sesekali bergunjing ria.
“Bulan Juli lalu aku pergi liburan ke Jepang, somehow negaranya indah banget. Gua ke Akibahara, Shibuya, Osaka, Kyoto semuanya naik kereta!” wanita didepannya ini terus bercerita dengan semangat. Sesekali Alana mengganguk antusias, “Mampir ke Tempozan Ferris Wheel?” timpalnya. “Iya, keren. Lu juga udah pernah ke Jepang ya?” Ia mengangguk pelan.
Satu jam berlalu mobil jazz putih tersebut kembali menyingkap jalanan. “Manusia jaman sekarang kerjaannya pamer terus, kalau aku mau aku juga bisa cerita pergi ke Turki, Amerika, dan Inggris. Sungguh satu jam paling sia-sia yang pernah kulewati.” Terdengar ponsel yang terletak di kursi sebelah berbunyi terus menerus, di paling atas terlihat notifikasi Instagram. Ia menghela napas sejenak dan membuka ponsel pintarnya. “Teman, selama dan sejauh apapun jaraknya, rupanya belum juga membuatmu bosan” keterangan tersebut menghiasi foto yang ia unggah di restoran tadi. Alana mendengus dan memacu mobilnya melewati malam.
”00.56, sudah lewat tengah malam, jadi apa sih yang kau kerjakan?”
Setengah kaget menyadari masih ada yang terjaga, ia berujar “Urusi saja urusanmu.”
Suara tersebut kembali menjawab “Bodoh, pukul satu itu waktu yang sangat rawan. Aku hanya khawatir keselamatanmu.”
“Aku sudah 22 tahun, bukan anak kecil, jadi jangan sok tahu, menceramahiku, dan jangan lakukan hal-hal yang orang dewasa kerjakan pada anak kecil!”
“22 tahun, tidak bekerja, menghabiskan uang orangtua, dan kau sebut dirimu bukan anak kecil!”
Debat tersebut diakhiri dengan bantingan pintu, kini pria tersebut hanya menggerutu. Sejenak ia menyeruput habis sisa kopi yang ia buat untuk membantunya tetap terjaga. Dengan langkah tersengal ia masuk ke dalam kamarnya, mematikan lampu.
“Kenapa banyak sekali orang merasa dirinya pintar karena hanya lebih tua?”
Suara di tempat lain menjawab “Ya begitulah mereka merasa hidup lebih lama, sehingga berpengalaman. Padahal pengalaman mereka pun udah nggak relevan lagi dengan jaman ini”
Mereka berdua tertawa, “Bener banget, Ra! Pinter juga ya lu”
“Eh iya na, bagi foto-foto tadi dong” timpal suara di seberang ponsel.
“Oke deh, nanti ya”
“Nanti-nanti terus, kapan dikirimnya?”
Kembali gelak tawa menghiasi obrolan mereka, memecah sunyi di subuh hari.
.
Nafas wanita itu mulai sedikit memberat
“Empat puluh delapan, empat puluh sembilan…”
“Cukup sekian hari ini, besok kita lanjutkan lagi!” sebuah suara yang cukup berat terdengar, menghentikan aktifitas wanita tersebut.
Wanita itu segera berdiri dan mengakhiri sit-up, sambil tersenyum ia menuju kamar ganti. Sepersekian detik ia mengamati dirinya di cermin, rambut hitam lurus panjang, kulit putih, dengan tinggi badan yang proporsional, ideal wanita pada umumnya. Dia tersenyum dan segera mengambil handuk untuk mengakhiri sesi mengagumi diri sendiri tersebut.
Suara gemericik air terdengar keras, namun tak sekeras pikiran wanita itu saat ini. “Bagaimana aku bisa lebih kurus lagi, kalau aktivitas yang diberikan tidak bertambah setiap harinya? “Kuncinya adalah konsistensi Alana, konsistensi,” wanita itu mengikuti kata-kata dan mimik pelatih gym nya dengan kesal.
Alana segera berganti pakaian, mengenakan kacamata hitam layaknya turis ibukota dan sesegera mungkin membuka kunci mobil jazz putih miliknya yang terparkir di tempat parkir khusus wanita. Hanya dalam sekian menit mobil tersebut hilang, menderu di jalanan menuju perhentian selanjutnya.
Sebuah restoran berkelas bergaya Perancis menjadi tempat persinggahan mobil jazz putih tersebut.
“Alana!” teriak seorang wanita dari depan restoran tepat ketika ia baru saja menutup pintu mobilnya. Rasa rindu tersebut pun dibalas oleh Alana dengan pelukan hangat. Kedua wanita tersebut memasuki restoran dengan gurauan dan canda tawa, dan sesekali bergunjing ria.
“Bulan Juli lalu aku pergi liburan ke Jepang, somehow negaranya indah banget. Gua ke Akibahara, Shibuya, Osaka, Kyoto semuanya naik kereta!” wanita didepannya ini terus bercerita dengan semangat. Sesekali Alana mengganguk antusias, “Mampir ke Tempozan Ferris Wheel?” timpalnya. “Iya, keren. Lu juga udah pernah ke Jepang ya?” Ia mengangguk pelan.
Satu jam berlalu mobil jazz putih tersebut kembali menyingkap jalanan. “Manusia jaman sekarang kerjaannya pamer terus, kalau aku mau aku juga bisa cerita pergi ke Turki, Amerika, dan Inggris. Sungguh satu jam paling sia-sia yang pernah kulewati.” Terdengar ponsel yang terletak di kursi sebelah berbunyi terus menerus, di paling atas terlihat notifikasi Instagram. Ia menghela napas sejenak dan membuka ponsel pintarnya. “Teman, selama dan sejauh apapun jaraknya, rupanya belum juga membuatmu bosan” keterangan tersebut menghiasi foto yang ia unggah di restoran tadi. Alana mendengus dan memacu mobilnya melewati malam.
”00.56, sudah lewat tengah malam, jadi apa sih yang kau kerjakan?”
Setengah kaget menyadari masih ada yang terjaga, ia berujar “Urusi saja urusanmu.”
Suara tersebut kembali menjawab “Bodoh, pukul satu itu waktu yang sangat rawan. Aku hanya khawatir keselamatanmu.”
“Aku sudah 22 tahun, bukan anak kecil, jadi jangan sok tahu, menceramahiku, dan jangan lakukan hal-hal yang orang dewasa kerjakan pada anak kecil!”
“22 tahun, tidak bekerja, menghabiskan uang orangtua, dan kau sebut dirimu bukan anak kecil!”
Debat tersebut diakhiri dengan bantingan pintu, kini pria tersebut hanya menggerutu. Sejenak ia menyeruput habis sisa kopi yang ia buat untuk membantunya tetap terjaga. Dengan langkah tersengal ia masuk ke dalam kamarnya, mematikan lampu.
“Kenapa banyak sekali orang merasa dirinya pintar karena hanya lebih tua?”
Suara di tempat lain menjawab “Ya begitulah mereka merasa hidup lebih lama, sehingga berpengalaman. Padahal pengalaman mereka pun udah nggak relevan lagi dengan jaman ini”
Mereka berdua tertawa, “Bener banget, Ra! Pinter juga ya lu”
“Eh iya na, bagi foto-foto tadi dong” timpal suara di seberang ponsel.
“Oke deh, nanti ya”
“Nanti-nanti terus, kapan dikirimnya?”
Kembali gelak tawa menghiasi obrolan mereka, memecah sunyi di subuh hari.
.
Diubah oleh bornagain12 16-07-2017 07:23
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
5
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru