Simak Surat Balasan Hater untuk Afi Nihaya dan juga Surat Bantahan dari Temannya
TS
roberthw
Simak Surat Balasan Hater untuk Afi Nihaya dan juga Surat Bantahan dari Temannya
Masih ingat Afi Nihaya Faradisa? Seorang remaja perempuan asal Banyuwangi yang baru saja mentas lulus SMA dan sempat menjadi "trending topic" akibat tulisannya di media sosial tentang toleransi dan keberagaman di Indonesia yang sontak menjadi viral dimana-mana. Inti tulisan Afi di halaman FB-nya adalah mengkritisi makin banyaknya kasus intoleransi di Indonesia yang dilakukan oleh kalangan-kalangan tertentu.
Berikut isi tulisan yang ditulis Afi di sosmednya:
Quote:
WARISAN
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita.
Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar.
Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
Ternyata, teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya.
Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
Maka, Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya.
Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman". Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan?
Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan. Kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir.
Tulisan Afi ini kemudian membuahkan kontroversi pro dan kontra. Ada yang mendukung bahkan memuji-muji tulisan Afi yang dianggap teduh, merangkul dan bermuatan positif. Sebaliknya ada pula yang mencela, menghujat bahkan menghina karena menganggap Afi melecehkan (kelompok) agamanya sendiri. Afi dituding sebagai antek JIL, antek kafir, ababil cari perhatian, dsb. Tapi Afi tetap mendapatkan panggung dimana-mana, sampai diundang sebagai pembicara di UGM bahkan sampai ke Istana Negara bertemu dengan Jokowi. Hingga kemudian ada netizen yang membocorkan bukti bahwa tulisan Afi itu bukan 100% hasil pemikirannya sendiri, melainkan sebuah plagiat dari penulis lain bernama Mita Handayani.
Tak pelak, Afi semakin dihujat dan dicemooh sebagai tukang tipu, bahkan sampai diancam dibunuh karena dianggap sumber kegaduhan yang pro sekuler dan liberal. Bahkan ada yang menganggapnya musuh Islam lalu menyuruhnya mencopot jilbabnya karena dianggap palsu.
Ya, bisa jadi Afi memang tukang plagiat dalam tulisan itu (dan mungkin juga di tulisan-tulisan lainnya). Tapi para pencemoohnya lupa bahwa Afi hanyalah anak yang baru lulus SMA di sebuah kota kecil di Jawa Timur yang barangkali sudah punya potensi menulis dan minat dalam jurnalistik hanya saja tidak tahu cara yang tepat untuk menstimulasi dan mengeksplorasi bakat terpendamnya itu. Yang ia bisa lakukan barangkali hanya menelusuri tulisan-tulisan orang di sosmed atau hasil googling yang sangat mungkin juga sudah disalin orang berkali-kali sebelumnya, persis seperti dulu orang ramai-ramai mengutip isi puisi Sapardi Djoko, "Aku Ingin" dan latah memasangnya di sosmed mereka masing-masing tanpa merasa perlu mencantumkan nama pencipta aslinya.
Spoiler for Puisi Sapardi Djoko Damono yang Terkenal dan Pernah Dikutip Dimana-mana:
Para pencemoohnya juga barangkali lupa kalau Afi bukan sedang membikin skripsi / disertasi / makalah ilmiah atau penelitian akademis yang memang mengharamkan plagiasi dan harus diuji kevalidannya. Afi cuma sedang menulis apa yang ada di benaknya ke dalam halaman sosmednya, sama levelnya seperti ADP yang gemar mengetweet apa aja yang ada di benaknya ke dalam halaman Twitternya. Dalam pendapat ane pribadi, Afi memang layak ditegur dan diluruskan, tapi rasanya tidak perlu disikapi berlebihan seolah-olah Afi adalah antek kafir musuh Islam yang sedang menyamar dan wajib diperangi luar-dalam, kalau perlu dibully ramai-ramai sampai doi depresi dan bunuh diri.
Yang lucu juga adalah kenapa pada saat Mita Handayani (penulis pertama) mengunggah tulisannya di sosmed tidak mendapatkan cemoohan dan dianggap memusuhi Islam? Mengapa juga saat Afi menjiplak kutipan Malala Yousafzai "With guns you can kill terrorists, with education you can kill terrorism", juga penulis aslinya tidak dihujat karena secara tidak langsung mengkaitkan Islam dengan terorisme? Padahal kedua penulis asli itu juga sama-sama muslimah dan bahkan cara Malala berjilbab pun sungguh asal-asalan, tidak syariah. Seolah-olah kalau Afi lebih layak dihujat, dicela, dicemooh bahkan diancam mati karena situasinya sekarang lebih cocok di saat banyak orang sedang "overdosis" agama.
Yang menarik, di internet ternyata beredar surat kaleng balasan untuk Afi dan juga surat kaleng bantahannya juga:
Quote:
Surat Balasan dari Hater:
Teruntuk dek Afi Nihaya Faradisa
=========================
Dek Afi yang terhormat, kita emang gak bisa milih kita memeluk agama apa, karena kita didoktrin oleh orang tua kita. Tapi adek tau gak, kalau secara fitrah kita udah muslim? Adek gak tau? Makanya kakak kasih tau sekarang, ada kok hadits nya dek :
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi." (HR Bukhari 1296).
Tugas manusia adalah mencari jati diri nya, makanya setiap manusia dikasih otak buat berpikir lewat tanda-tanda yang Allah kasih. Makanya kita yang muslim nyebut muallaf sebagai "kembali ke fitrah", karena sejati nya dia kembali ke jati diri nya yang asli.
Masalah bersitegang, ah adek ini kayak anak SD aja, jangankan soal iman dek, soal artis korea aja masih pada ngotot siapa yang paling ganteng / cantik, apalagi soal prinsip.
Agama itu prinsip hidup dek, kalau kita menganggap semua agama benar, apa beda nya dengan balita yang gak bisa bedain mana kacang mana kecoak? Soal islam agama yang benar, kan udah ada dek ayat nya di Al-Baqarah ayat 2, penegasan nya ada di surat Yunus ayat 37-38. Kakak berani taruhan, nggak ada ayat-ayat setegas ini di agama lain. Coba aja adek cek, kalau adek udah gak sibuk sama wawancara dari orang-orang yang (maaf) sok bijak.
Maksud adek jangan sesekali menjadi Tuhan gimana dek? Karena kita melabeli orang sebagai kafir dan masuk neraka?
Mungkin adek meradang sama mereka yang melabeli orang dengan sebutan kafir, tapi adek tau gak kalau mereka cuma mencocokkan identitas mereka dengan apa yang ada di Alquran? Gak ada beda nya dek sama petugas warnet yang disuruh pemilik warnet untuk melabeli tingkat pendidikan dari seragam yang dipakai, gak lebih. Tapi apa dengan itu si petugas langsung merasa jadi pemilik warnet? Nggak kan.
Gak usah pake bayangkan dek, adek pernah baca Al-baqarah ayat 256 gak? Kalau iya, aneh kalau adek masih bilang islam memaksa orang lain pindah agama. Lagipula liat aja dek sejarah nya, agama mana yang paling suka memaksa orang lain memeluk agama mereka ketika mereka menjadi mayoritas, buka mata dan jadilah orang dewasa dek.
Semua orang berhak mengklaim agama mereka yang terbaik, gak ada yang larang kok, wong iklan detergen aja bilang produk mereka yang terbaik. Tapi masalahnya, sejauh mana akal pikiran kita dipakai buat mencari kebenaran yang paling benar, bukan kebenaran atas dasar pingin tenar. Balik lagi ke tantangan yang kakak sebutkan diatas, adakah agama lain yang punya ayat setegas Al-Baqarah ayat 2?
Label neraka atau surga, itu juga gak lebih kayak guru yang bilang ke murid nya yang pemalas bahwa dia gak bakalan naik kelas. Logis toh? Gimana cara nya naik kelas kalau belajar aja nggak? Sama kayak label neraka, gimana mau masuk surga kalau sama Allah aja gak percaya?
Tidak ada dek yang meragukan kekuasaan Tuhan, tapiiii... Baca lagi ya dek sejarah nya, Allah gak pernah membuat agama lain selain Islam, orang-orang dhalim lah yang memutar balikkan fakta menjadi agama-agama baru yang beraneka ragam. Itu juga jadi salah satu bukti kekuasaan Allah & salah satu bentuk ujian di dunia untuk makhluk-Nya. Makanya banyak baca ya dek, mumpung masih muda emoticon-Smilie
Soal kerukunan dek, kita bandingin aja yuk arab saudi vs italia, negara yang mewakili dua agama terbesar di dunia, di negara mana terjadi lebih banyak kriminalitas? Mohon bandingin nya pake akal sehat yah dek, jangan pake kebencian terhadap kaum bergamis.
Yang nama nya mayoritas, wajar kok kalau mereka menerapkan hukum mereka, analogi nya, di rumah adek, yang berlaku adalah adat istiadat di keluarga dek Afi kan? Kalau semisal ada orang lain yang ujug-ujug dateng ke rumah adek dan maksa keluarga adek ikutin adat istiadat dia, apa adek mau terima?
Adek kayaknya beneran gak tau ya sejarah pancasila? Clue nya jelas dek, sila ke satu apa? Agama apa yang sepaham dengan sila ke satu? Adek harus tau, bahwa dasar negara kita yang paling inti diambil dari Alquran, bukan dari injil, weda, tripitaka atau kitab lain nya. Makanya kakak aneh liat tulisan adek yang bilang dasar negara gak boleh dari salah satu agama. Tanah yang kamu pijak itu juga bisa terbebas dari penjajah atas jasa para ulama dan santri loh dek, apa coba kitab panutan mereka? Yang jelas bukan komik Doraemon.
Suatu hari nanti kakak akan menceritakan kepada keturunan kakak bahwa ada banyak oknum bertulisan seperti bijak yang aslinya bahkan nggak ngerti apa arti bijak itu sendiri. Orang-orang yang menginginkan situasi yang sangat fana dan diluar jangkauan realitas hanya karena ingin diterima oleh berbagai pihak. Kakak harap dek Afi gak masuk sebagai jajaran oknum itu
Terakhir, kakak mau menukil quote dari Abdullah bin Mas'ud : "Ilmu itu bukanlah sebuah kemahiran dalam berkata-kata, tetapi ilmu itu (menimbulkan) taqwa kepada Tuhan"
Dari hamba Allah yang masih mencari ilmu.
Quote:
Surat Bantahan dari Temannya Afi:
Oalah kak... kak, kakak itu rupanya sungguh bijaksana dan cerdas... Tapi cuma di luaran doang, jadi ibarat toples krupuk yang keliatan kriuk menggoda tapi dalemnya ternyata uda melempem semua.
Mohon maaf kak, jangan marah2 dulu kayak kaum sumbu pendek di luaran sana, dimana mereka bebas mencerca, mencaci-maki, mencubit orang lain. Tapi giliran dibalas, mereka langsung ngamuk luar biasa, nangis-nangis, ngadu sana-sini karena merasa sudah didholimi. Jadi coba kak, kita berargumen dengan penalaran logika awam aja, jangan bawa-bawa dogma agama mulu kak. Kenapa? Karena kalo masing2 bawa dogma agamanya sendiri, sampe Naruto dihidupkan jadi orang, juga gak bakalan ketemu ujungnya.
Semua argumentasi kakak 99% didasarkan pada dogma agama kakak sendiri. Sudah tentu kakak sangat yakin bahwa semua yang didogmakan dalam keyakinan kakak adalah mutlak benar. Maka persis seperti ucapan kakak sendiri bahwa "semua orang berhak mengklaim agama mereka yang terbaik, gak ada yang larang kok, wong iklan detergen aja bilang produk mereka yang terbaik". Jadi silakan saling membanggakan agama sendiri, tapi tolong kak jangan menghakimi keyakinan umat lain, membenci mereka, lalu memaksa umat lain untuk setuju dan sepakat dengan agama kakak, dengan dalih memang itulah kebenaran tunggal, supaya mereka yang tersesat kembali ke fitrahnya. Lalu kemudian kalo kakak dikritik kok gampang memusuhi umat lain, kakak akan membantah dengan dalih yang lain, bahwa keyakinan kakak itu adalah keyakinan damai penuh rahmat bagi semesta.
Jadi percuma kak, kalo debat bawa-bawa dogma agama sendiri, misalnya nanya sudah baca ayat ini belom? Hapal ayat ini belom? Bagaimana kalo kakak debat dengan suku primitif di tengah hutan Amazon sambil bawa-bawa dogma agama sendiri? Tentu gak nyambung kan? Lagipula buat suku Amazon, tentu aja keyakinan versi mereka yang paling benar. Disana kakak menjadi minoritas, sedangkan mereka menjadi mayoritas. Gimana kalo kakak dipaksa mereka untuk membenarkan keyakinan versi suku Amazon yang jadi mayoritas? Mau jawab apa kak kalo ditanya suku Amazon, "bro sudah hapal isi kitab sabda Dewa Viracocha, belom?"
Adek juga bingung kak dengan 2 pernyataan kakak, yaitu "liat aja dek sejarah nya, agama mana yang paling suka memaksa orang lain memeluk agama mereka ketika mereka menjadi mayoritas"dan pernyataan "yang nama nya mayoritas, wajar kok kalau mereka menerapkan hukum mereka", bukankah 2 pernyataan itu saling kontradiktif, kak??? Kakak berarti mengucapkan di pernyataan kedua bahwa agama mana pun bila sudah jadi mayoritas akan dianggap wajar menerapkan (memaksakan) ajaran mereka ke orang lain, bener gak? Adek juga coba baca2 sejarah dan sulit menentukan agama mana kak, karena di zaman dulu ternyata hampir semua agama melakukannya. Kalo di zaman sekarang, yang paling menonjol justru agama yang kakak peluk, yaitu lewat intimidasi, ancaman, sweeping, demo, dsb. Contoh paling nyatanya cerita tentang imigran Timteng, kak. Mereka datang ke Eropa minta dikasihani, tapi setelah diterima, mereka tidak mau menuruti adat istiadat/hukum tuan rumah, tetap memaksakan memakai adat istiadatnya sendiri dengan dalih HAM. Nah, setelah mereka berkembang menjadi mayoritas, mereka justru mulai memaksakan adat istiadatnya dipakai si tuan rumah.
Kakak juga konyol sekali, membandingkan Arab Saudi dengan Italia untuk mencari pembenaran bahwa di negeri "syariat" lebih rendah kriminalitasnya. Kenapa tidak membandingkan dengan Singapore, kak? Singapore adalah negeri non-syariat yang malahan sering disindir kaum nasbung sebagai "tanah Melayu yang diambil dan dijajah Aseng", tapi tingkat kriminalitas di Singapore malah hampir mendekati 0%, kak. Kenapa ya? Apakah Singapore lebih "syariat" daripada Arab Saudi, kak? Oke, mungkin itu kebetulan. Kakak mau contoh negara lain? Ada pula Swiss yang saking gak ada kriminalitas, profesi polisi disana dibubarkan kak, karena mereka lebih sering nganggur. Apakah Swiss juga termasuk negeri "syariat", kak?
Ooh kakak merasa paling paham sejarah Pancasila ya? Hebatttt, adek malah terkagum2 dengan penjelasan baru dari kakak. Karena yang adek tahu, Pancasila justru diterapkan untuk mengakomodir multiagama di negeri ini dibanding hanya mewakili 1 agama saja. Karena usulan dasar negara yang versi 1 agama yaitu "Piagam Jakarta" sudah tegas ditolak para Founding Fathers kita, kak. Sayangnya sampe sekarang masih ada aja orang-orang usil yang terus mengusulkan pemakaian "Piagam Jakarta" untuk menggantikan Pancasila. Semoga kakak bukan termasuk salah satunya, ya.
Sila pertama Pancasila memang berdasarkan Ketuhanan yang ESA. Boleh2 aja kok diklaim sesuai agama kakak, karena memang itu fakta. Tapi umat lain pun juga boleh kak ikut mengklaim bahwa sila pertama Pancasila juga mewakili ajaran agama mereka. Toh, negara sudah resmi mengakui 5 agama lho kak, bukan cuma agama kakak saja. Nah, kalo kakak protes, lah agama yang itu kan Tuhannya ada tiga, ada 10, dsb, bukankah itu berarti kakak sudah mencampuri keyakinan umat lain, padahal kakak juga gak mempelajari betul dogma agama-agama itu kan? Sama kayak ex-gubernur kemaren yang ngomong menyinggung ajaran agama lain, padahal agamanya beda. Kan kakak ikutan berkoar, kok doi usil banget sih ikut campur keyakinan orang lain, emang doi uda paham betul sama ajaran agama yang diomongin?
Suatu hari nanti adek akan menceritakan kepada keturunan adek bahwa ada banyak oknum bertulisan seperti bijak yang aslinya bahkan nggak ngerti apa arti bijak itu sendiri. Orang-orang yang menginginkan situasi yang sangat fana dan diluar jangkauan realitas hanya karena ingin kebenaran versi dirinya diterima oleh semua pihak. Adek harap kakak gak masuk sebagai jajaran oknum itu
Terakhir, adek mau menukil 2 quote bijak : "You do not need any religion to justify love, but no better tool has been invented to justify hate." - Anonymous
"The extremists are afraid of books and pens, the power of education frightens them. they are afraid of women." - Malala Yousafzai
Dari hamba Allah yang masih belajar introspeksi diri terus-menerus.
Diubah oleh roberthw 16-06-2017 06:19
0
13.8K
Kutip
111
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
670.8KThread•40.8KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru