Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

xxvrrgAvatar border
TS
xxvrrg
Sebuah Kisah Tentang Pura-Pura Bahagia
OK BTW sebenarnya bingung mau post apaan lebih tepatnya ane kagak tau gimana nulinsya, karena ini hari pertama ane ngaskus, jadi mohon maaf ya agan2 sekalian tulisannya gak beraturan.

Di lingkungan aku dikenal sebagai orang yang suka banget cerita. Apapun kuceritakan, dari horror, lucu misteri, kejelekan temenku ataupun cerita Raffi Ahmad hahaha. Tapi dari semua ceritaku aku gak pernah cerita tentang kesusahan ataupun masalah yang kuhadapi dalam hidupku. Jadinya temen2 ku cuma tahu cerita tentang suka ku dan gak pernah tahu cerita tentang duka yang kualami. So, gak jarang sih temen2 sering nyablak “Enak Har, hidupmu gak pernah susah gak kayak aku”. Hahaha dalam hati aku ketawa (kadang jengkel juga sih). Mereka gak tahu gimana perjuangan ku biar bias kuliah, mulai dari pagi hari nderes karet, habis itu ketika capek belum ilang harus siap2 berangkat kuliah. Mereka juga gak pernah tahu gimana rasanya ngerjain tugas sociolingustics ama grammar di pinggrir kali malem2 sambil nungguin diesel takut diangkut orang. Ya emang sih itu salahku juga, tapi emang aku gak suka nyeritain masalah ke temen2. Kayak gak punya cerita lain aja.

Sebenarnya awal dari kebiasaanku itu dulu ketika aku masih SMA. Aku punya seorang teman, sebut saja namanya Parman. Keriting, kulit hitam dan tinggi kurus. Dia baru saja pindah. Dulunya dia tinggal bersama neneknya. Dan kudengar neneknya meninggal, jadi dia harus kembali ke keluarganya. Dia sama denganku, sama masih SMA seharusnya.

Malam itu seperti biasa, setelah shalat jama’ah maghrib di langgar (surau) kami (temen2 cowok didesaku) ngumpul2 di teras masjid. Kami memang sering kumpul2 cuma untuk bercerita, tapi bukan nggosip. Aku bercerita tentang PENSI yang diadakan di sekolahku, sedangkan temanku yang lain cerita tentang rumput hijau di desa seberang, atau cerita ngangon sapi mereka (emang sih, gak semua teman2ku bisa melanjutkan sekolah denganku.

Dan tiba giliran Parman bercerita, gak banyak sih yang ia ceritakan. Ia menceritakan tentang pengalaman masa kecilnya pergi ke way kambas bersama keluarganya. Dia naik gajah, beli kaos yg ada gambar gajah, obat nyamuk gambar gajah, dan kalau tidak salah martabak (yg ini gak ada gambar gajahnya). Dia juga menambahkan kalo dia juga berfoto dengan gajah. Kami semua cukup antusias dengan cerita dia. Tak lama kemudian waktu isya’ telah tiba dan setelah shalat isya’ kami semua kembali ke rumah masing2.

Keesokan harinya kegiatan kami masih sama, kaya ngomongin cewek disana, modif motor ataupun ada pentas jaranan hahaha. Parman kali ini beda, dia cerita kalau dia dulu waktu tinggal dengan neneknya pernah kehilangan seekor ayam. Padahal ayam itu satu2 nya ayam neneknya. Namun 2 hari kemudian ayam itu kembali tapi dengan kaki yg pincang. Neneknya senang sekali namun juga sedih. Dia tidak tega melihat ayam itu dalam keadaan pincang. Akhirnya neneknya menyuruh Parman memotongnya kemudian neneknya membuat opor dari ayam tersebut. Karena ayam tersebut ayam jago besar, maka dagingnya pun banyak. Akhirnya neneknya dan Parman memberi para tetangga ayam2 tersebut. Begitulah, Parman bercerita dengan sangat gembira. Aku dan kawan2ku yg lain juga ikut tertawa mendengar cerita Parman (meski gak ada yg lucu sih). Dan sperti biasa setelah bercerita kami semua pulang kerumah masing2.

Saat itu pertengahan bulan April, artinya sudh memasuki musim panas. Dan pada saat itu juga sedang musim panen padi. Aku dan teman2ku pun ikut membantu manen padi, tapi bagian kami hanya membawa gabah2 (padi yg sudah dipanen tapi belum jadi beras) itu pulang kerumah. Ketika itu aku dan kawan2ku termasuk Parman kesawah untuk membantu membawa padi. Tapi kami datang terlalu cepat, padi2 itu belum selesai. Akhirnya kami duduk2 sambil menunggu padi2 itu dikarungin. Ketika duduk2 ngumpul Parman bercerita dulu dia dengan neneknya punya pengalaman lucu. Mereka dulu pernah disuruh membantu memanen padi milik tetangganya. Neneknya dan Parman berangkat pagi2 setelah shalat shubuh, ya waktu itu para pekerja yang memanen padi juga belum berangkat. Sampai para pemanen datang, Parman dan Neneknya sudah dapat banyak dan ternyata mereka salah sawah. Sawah yang mereka ambil ternyata bukan sawah yang mereka mau panen. Kami semua tertawa mendengar cerita parman.

Bulan2 selanjutnya Parman sudah lama berteman dengan kami. Tapi kami mulai jengkel dengan parman, bagaimana tidak. Ketika kita semua kumpul2 Parman hanya bercerita ttg Way kambas, cerita memotong ayam ataupun salah panen. Selalu itu saja. Kami bosan dan kadang ketika Parman mau cerita kami malah sibuk sendiri seolah tidak mau dengar cerita dari Parman. Berulang kali dia cerita seperti itu.

1 tahun berlalu, aku sekarang kelas 12 SMA. Suatu ketika aku disuruh ibuku mengantarkan udang dari tambak kerumah Parman. Waktu itu pukul 19:00 malam dan gemuruh suara petir menggelegar tapi ya aku nekat aja, rumahku dengan rumah Parman juga gak jauh2 amat.

Akhirnya aku sampai dirumah Parman, aku masuk disambut oleh ibunya Parman. Parman sendiri tengah mengajari adiknya yang masih SD mengerjakan PR. Ayahnya Parman udah gak ada. Enggak, bukan meninggal kata Parman. Kata ibuku juga aku gak boleh tanya2 soal Ayah Parman ke ibunya, Cuma nambah sedih aja. Aku gak ngerti ada apa dengan ayah Parman tapi sepertinya Ibuku serius dengan ucapannya.

Segera kuberikan udang itu. Ibu Parman senang sekali dengan udang yang kuberikan. Setelah itu Parman berterimakasih padaku. Setelah itu hujan turun deras banget, aku mau pamitan tapi dilarang oleh ibu Parman karena hujannya deras dan anginnya kencang. Aku disuruh menginap. Baiklah aku meniyakan, aku juga belum pernah nginap di rumah parman. Aku segera SMS ibuku kalo aku mau menginap di rumah Parman dan ibuku mengizinkan.

Setelah itu aku ngobrol dengan ibu parman tentang sekolahku, tambak, bahkan sempet nanyain pacarmu yang mana. Karena asyuk tak terasa udah jam setengah sebelas malam. Aku dan Parman akhirnya pergi kekamar tidur Karena kami memang sudah mengantuk sekali.

Aku tercengang dengan kamar Parman, isinya hanya sebuah dipan sempit, dan dipojok kamarnya ada banyak koran bekas, ketika parman kutanya untuk apa koran sebanyak itu Parman menjawab katanya kalo ada waktu senggang buat dibaca2 aja. Gak ada lemari baju di kamar Parman, Karena mungkin lemari baju Parman bergabung (buka megazord tapi. Maksudnya baju Parman dan ibunya jadi satu dalam satu lemari gitu).

Kami tak banyak cerita ketika mau tidur dan akhirnya kami tertidur juga.

Entah berapa lama aku terjaga, kulihat jam arlojiku masih pukul dua pagi. Tapi kulihat Parman sudah tidak ada disampingku. Aku keluar kamar yang kutemui hanya ibunya Parman, ketika kutanya Parman kemana. Katanya dia ke pasar sayur mengantar daun singkong dan bayam dari kebunnya untuk dijual. Karena kalo kesiangan ntar gak laku. Kata ibunya tiap har ya kaya gitu, jam 02 pagi sudah berangkat ke pasar buat jual sayur, kadang kalo gak punya yg dijual mereka membantu menjualkan sayur para tetangga. Haaa tiap hari jam 02 pagi harus kepasar sayur. Padahal pasar sayur itu ada kalo 8 km dari desa kami, dan Parman melakukannya tiap hari? I’m not sure that I’ll be survive on that condition.

Jam 05:30 Parman udah pulang dari pasar sayur, “Eh udah bangun kamu Har!” sapanya. Aku cuma bisa senyum. Parman kemudian istirahat sebentar kemudian minum segelas teh hangat yang dibuat oleh dirinya sendiri. Aku gak banyak tanya atau bicara dengan parman, karena kutahu dia kecapekan. Tapi selanjutnya aku kaget. Parman dan ibunya bersiap2 menuju pinggir kali, katanya sih mau nenok plus nyiramin bayam dan singkong tanamannya. Aku diam saja, kemudian aku pamit pulang sebelum mereka berangkat kira2 pukul 06:00 pagi.

Sampai di rumah aku segera bersiap2 ke sekolah. Di sekolah aku kepikiran tentang sebegitu susahkah kehidupan Parman. Bahkan ketika disuruh keliling lapanagan karena gak bisa ngerjain soal kimia aku juga tetap kepikiran tentang Parman.

Sepulang sekolah aku segera keumah Parman, tapi Parman udah gak di rumah. Ibunya parman sedang bekerja sebagai buruh cabut rumput di ladang tetangga. Sedangkan Parman sedang mencari rumput untuk ke 3 sapi yang dipeliharanya. Bukan, sapi itu bukanlah milik Parman, tapi milik para tetangga yang dipelahara oleh Parman. Aku pulang kerumah karena tidak bertemu Parman.

Maghrib akhirnya datang, seperti biasa aku dan teman2 (termasuk Parman) berumpul di teras masjid ya Cuma untuk nggedubuk (cerita ngalor ngidul) gak jelas. Giliran parman ahirnya bercerita. Ya bisa ditebak, dia becerita tentang liburannya di way kambas. Teman2 ku semua kelihatan bosan dan ogah mendengarkan cerita parman karena cerita itu udah diceritain ratusan kali, mungkin.

Sepulang shalat Isya’ aku menemui Parman. Aku bertanya kenapa dia sering banget nyeritain ttg way kambasnya, motong ayam atau salah manen padi. Padahal aku yakin banyak sekali cerita di kehidupan dia. Parman menjawab, “Memang banyak sekali yang terjadi dalam hidupku Har, tapi aku hanya mau cerita yang senang2 saja, dan Cuma 3 cerita menyenangkan itu yang aku ingat, ingat Har, sebuah bagus tidaknya sebuah kisah itu bergantung pada penceritnya, aku hanya ingin bercerita yang senang2 karena aku mau ketika ada seseorang menanyakan tentang kisahku kepada kalian, kalian akan berkisah tentang kehidupan yang bahagia.” Aku terdiam, dan berpikir dalam.

Esoknya ketika kita bercerita dan Parman bercerita tentang way kambasnya dan lain2 aku tidak lagi bosan mendengarnya, tapi dengan serius kudengarkan walaupun dalam hati aku pengen nangis.

4 bulan berlalu, aku juga udah Ujian Nasional, pagi itu ketika aku akan berangkat sekolah buat maen2 doang (kan abis UN jadi ya kesekolah tinggal maen2 aja) aku denger kabar kalo Parman mau pergi ke Serang untuk kerja. Aku segera kerumah Parman, dan kutanya kenapa kok mendadak sekali. Dia jawab sebenernya gak mendadak, Cuma dia gak cerita aja. Aku membantunya menaikkan ransel ke mobil. Setelah itu dia pamitan kepada ibu, adiknya dan para tetangga sekitar. Lalu yang terakhir kepadaku, namun bukan kalimat perpisahan yang aku dengar darinya.

“Har akhirnya aku punya banyak cerita bahagia yang bisa aku ceritakan kepada orang2 di Serang, cerita tentang kalian, teman2 disini. Makasih banyak lho.” Aku diem gak jawab karena ya ga tau lagi mau jawab apaan.

Sekarang parman kayaknya udah bahagia disana, ibunya juga ikut pindah kesana. Dan ketika kutelepon kebiasaannya gak pernah berubah. Dia gak pernah mau cerita tentang masalah2 atau kejadian buruk yang menimpanya tapi ada satu hal yang berubah, cerita dia jadi banyak dan pastinya gak ngulang2 cerita bahagianya lagi.

Well, sampai sekarang aku ngikutin parman, gak pernah cerita susahku kepada orang lain. Orang lainnya mah tahunya aku selalu senang.

Nah begitulah kisah panjaaaaaaaaaaaaangku, apakah ini nyata atau tidak. It depends on you, but I hope ada pelajaran yang bisa temen2 petik dari cerita diatas.

Kebenaran dari sebuah cerita tergantung kepada penceritanya. Entah itu kisah akan jadi kisah bahgia, sedih atau garing sekalipun tergantung pencerintanya. Ok sampai jumpa lagi di lain kesempatan.
someshitnessAvatar border
someshitness memberi reputasi
1
2.4K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
B-Log Personal
B-Log Personal KASKUS Official
6.1KThread9.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.