DetikComJakarta - Panitia pengawas kecamatan (Panwascam) Tanjung Priok mendapatkan protes dari warga ketika menurunkan
alat peraga kampanye (APK) dan spanduk provokatif yang terpasang di ruang publik. Protes tersebut disampaikan oleh simpatisan tersebut dengan menggunakan kata makian.
Ketua Panwascam Tanjung Priok Muhammad Mualam mengatakan peristiwa ini terjadi pada Minggu (26/3). Ketika itu petugas tengah beroperasi di daerah Warakas, Tanjung Priok, Jakut.
"Kejadian simpatisan paslon 2 mencaci maki dengan kata-kata tak pantas dilakukan di Jalan Warakas 5 Gang 1. Simpatisan tersebut mencari Satpol PP yang melakukan penertiban dan berjumpa di lokasi TKP (tempat kejadian perkara) itu," kata Mualam saat dihubungi, Rabu (29/3/2017).
Panwascam Tanjung Priok saat menertibkan spanduk / Panwascam Tanjung Priok saat menertibkan spanduk / Foto: Dok. Panwascam Tanjung Priok
Yusuf Alghifari selaku Komisioner Panwascam Tanjung Priok Divisi Hukum dan Penindakan mengaku ada di lokasi ketika simpatisan tersebut protes. Ia mengatakan simpatisan tersebut mengejar petugas menggunakan sepeda motor. Kemudian mereka memberhentikan Satpol PP yang sedang beroperasi bersama petugas Panwascam lainnya.
"Begitu kita kembali muter, ada orang pakai kemeja kotak-kotak setop Satpol PP. Lalu dia ngomong kasar. Lalu saya sebagai Panwascam, saya hampiri. Saya tanya kenapa. Lalu dia ngomong, 'Lu jangan asal cabut spanduk ya. Jangan intimidasi warga!'," ujar Yusuf dikonfirmasi terpisah.
Mendapati kata-kata tak pantas yang terlontar dari simpatisan tersebut, Yusuf pun mengambil foto dan video. Dia juga mengatakan akan memproses hukum peristiwa yang terjadi itu.
"Terus dia tanya, saya siapa. Saya jawab, saya Panwascam. Lalu dia ngomong kasar lagi. Lalu saya katakan ke dia, 'Heh, lu gua proses ya. Lu menghina aparat. Satpol PP, Panwascam adalah aparat. Lu menghina ya!'. Tapi dia tetap marah. Setelah dia maki, kita sempat foto dan video dia. Lalu kita pulang," tuturnya.
Yusuf mengatakan pada penertiban tersebut memang ada APK yang dicopot dari sebuah rumah yang tertulis Rumah Komunitas Djarot. Namun, sebelum pencopotan, petugas sempat mengkonfirmasi kepada pemilik rumah untuk memastikan apakah termasuk posko yang terdaftar di KPU.
Saat itu, petugas mencopot APK dari paslon Ahok-Djarot sebanyak 5 buah. Sebanyak 3 APK dibawa petugas dan 2 lainnya dikembalikan kepada warga. Selain itu, ada 10 APK dari paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Ada 7 buah APK dibawa petugas dan 3 lainnya dikembalikan ke warga.
Yusuf mengatakan, saat ini proses hukum diserahkan kepada Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang ada di Panwas Kota Jakut.
"Proses hukum penghinaan, saya minta untuk dilanjut. Diproses di Gakkumdu Kota. Kemarin katanya sudah diproses di Gakkumdu. Apakah akan dipanggil dia (simpatisan, red)," ucapnya.
Peristiwa tersebut, lanjutnya, berdampak pada tertundanya kegiatan penertiban APK dan spanduk. KPU dan Bawaslu sendiri mengatakan pada masa kampanye putaran kedua Pilgub DKI ini dilarang memasang APK.
Ketua Panwaslu Kota Jakut, Ahmad Halim mengatakan akan memproses peristiwa ini. Saat ini petugas tengah mengkaji tentang jenis pelanggaran apa yang dilakukan oleh simpatisan tersebut.
"Yang pasti ini akan kami proses. Ini termasuk pelanggaran apa. Ini kan harus kita kaji dulu. Yang pasti ini ada penghinaan untuk lembaga kami," ujar Halim.
(jbr/imk)