Ternyata stereotip itu benar adanya. Anak pertama memang lebih cerdas. Berikut alasannya menurut riset.

Todaymenulis, sebuah riset baru menemukan bahwa orang tua memberikan kasih sayang dan perhatian yang sama untuk semua anak mereka. Namun, soal otak anak pertama lebih unggul.

Mereka mendapatkan stimulasi mental yang lebih banyak daripada adik-adik. Sementara orang tua tak dapat mengimbangi. Semakin jumlah anak bertambah, semakin menurun pula kadar stimulasi tersebut.

Riset ini juga menemukan bahwa waktu orang tua untuk membacakan buku dan mengajarkan konsep-konsep dasar seperti alfabet untuk anak kedua, ketiga dan seterusnya pun berkurang. Mereka juga tidak lagi menawarkan mainan atau aktivitas pemicu tumbuh kembang seperti pada anak pertama.

Menurut hasil riset, anak pertama memang sejak awal dibesarkan untuk meraih sukses secara intelektual dan akademis. Dalam studi yang dipublikasikan dalam Jurnal of Human Resource, perubahan besar dalam pola asuh anak, kemungkinan besar merupakan alasan mengapa anak pertama mendapat nilai lebih baik dalam tes kognitif, daripada adik-adik mereka pada usia yang sama.

"Orang tua baru cenderung ingin melakukan semuanya dengan benar. Secara umum mereka memiliki kesadaran lebih baik soal bagaimana interaksi dengan anak pertama adalah investasi," jelas Jee-Yeon K. Lehmann, salah satu penulis riset yang juga ekonom dari Analysis Group, Boston.

Yang terjadi kata Lehmann, seiring bertambahnya jumlah anak, orang tua cenderung jadi lebih santai. "Mereka jadi melonggarkan kriteria tentang apa yang mereka anggap sebagai kebutuhan penting dan tidak terlalu penting bagi anak-anak mereka," imbuh Lehmann.

Studi ini menampik mitos bahwa urutan lahir membentuk kepribadian anak. Menurut Lehmann dan koleganya, tak ada dampak urutan lahir pada temperamen anak. Namun memang anak pertama kelihatan lebih percaya diri dalam performa akademis mereka.

Sebenarnya hal ini mungkin sudah Anda rasakan. Saat baru punya satu anak, Anda begitu bersemangat memperkenalkan warna, bentuk, alfabet dan lain sebagainya.

Namun semangat itu terkikis untuk anak kedua, ketiga, dan seterusnya. Wajar jika mengingat tuntutan sebagai orang tua yang semakin melelahkan dengan bertambahnya jumlah anak.

"Pelajaran yang bisa diambil bagi orang tua adalah bahwa tipe investasi yang Anda buat untuk anak-anak sangat berarti. Terutama yang Anda buat dalam beberapa tahun awal kehidupan anak," Lehmann berujar.

"Seluruh waktu dan aktivitas belajar yang Anda luangkan untuk anak sebagai orang tua yang bersemangat, sekaligus gugup sebenarnya justru memiliki dampak jangka panjang yang positif bagi perkembangan anak," papar Lehmann.

Temuan riset ini berlandaskan pada survei Children of the National Longitudinal Survey of the Youth. Di dalamnya adalah informasi hampir lima ribu anak warga negara Amerika Serikat.

Mereka diwawancarai pertama kali pada 1979 silam, dan telah melalui serangkaian wawancara ulang secara reguler hingga berusia 14 tahun. Data yang digunakan meliputi pekerjaan, pendapatan, edukasi, dan informasi latar belakang lain. Riset ini merupakan kerjasama antara Analysis Group, University of Sydney, dan University of Edinburgh.