manjuntak15Avatar border
TS
manjuntak15
Ada Apa dengan China

Presiden Jokowi dan Presiden China Xi Jinping

Metrotvnews.com, Jakarta: Awas, lapangan kerja masyarakat Indonesia diserang tenaga kerja asal Tiongkok! Sepuluh juta buruh negara Tiongkok bekerja di Indonesia! Pekerja ilegal Tiongkok sengaja dibiarkan demi suara gelap di pemilihan umum!

Itu lah isu yang tengah beredar masif di dunia maya dan media sosial. Informasi yang tidak bisa dipastikan kebenarannya itu menyebar luas dan –ironisnya—diyakini sebagai kebenaran. Tak ingin semakin liar, Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara untuk meluruskan.

"Banyak yang bersuara, tenaga kerja Tiongkok yang masuk ke Indonesia. (Sampai) Sepuluh juta, dua puluh juta. Itu yang ngitung kapan?” tanya Presiden Jokowi di Karawang, Jawa Barat, Jumat (23/12/2016).

Tiga tahun silam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan harapannya agar pemerintah Republik Rakyat China mau memperbesar investasinya di Indonesia. Dalam sebuah perjanjian kerjasama, Indonesia-China Business Luncheon di Hotel Shangri-La, Jakarta, 3 Oktober 2013, SBY meminta China menjadikan Indonesia sebagai negara utama tujuan investasi.

"Saya berharap, para pengusaha Tiongkok dapat melihat Indonesia sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pengembangan bisnisnya," kata SBY di hadapan Presiden China Xi Jinping. Ajakan ini mendapat respons positif. Minat besar untuk berinvestasi ditunjukkan oleh negeri Tirai Bambu itu. Sayangnya, realisasinya kecil.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada periode 2014-2015, China hanya merealisasikan investasi kurang dari 10%. Dari 10 rencana investasi, hanya 1 yang terealisasi.

Hal yang sama terlihat dalam China Going Global Investment Index (CGGII) 2015, Indonesia berada pada urutan ke-44 dari 67 negara penerima investasi China. Lebih rendah dibandingkan Malaysia yang berada di peringkat ke-20.

Memasuki 2016, keadaan itu berubah. Rasio realisasi investasi China di Indonesia meningkat. Bahkan, China yang semula berada pada posisi ke-10 melejit ke posisi ke-4 negara dengan realisasi investasi terbesar di Indonesia.


INFOGRAFIK TKI

Rupanya, realisasi investasi yang melonjak tinggi ini mendapat sorotan negatif dari sejumlah kalangan. Investasi yang meningkat tinggi dianggap sebagai invasi alias serbuan. Belum lagi isu tenaga kerja ilegal dari China yang sangat masif. Ada apa dengan China?

Amankan Yuan

Pakar ekonomi politik internasional dari Universitas Indonesia Makmur Keliat mengatakan, meningkatnya investasi China di Indonesia merupakan keharusan ekonomi bagi China.

China merupakan negara kedua paling banyak menyalurkan modal keluar (capital outflow) setelah AS. Untuk negara paling banyak menyerap modal (capital inflow), China nomor satu.

"Pengakumulasian dananya sangat besar. Tak heran bila cadangan devisanya juga sangat besar," kata Makmur kepada Metrotvnews.com, Kamis (22/12/2016).

Secara teori, kata Makmur, negara yang memiliki uang masuk yang besar perlu mengeluarkan kembali uangnya. "Kalau perdagangannya selalu surplus, lantas investasi berdatangan, yuan-nya akan mengalami apresiasi," kata Makmur.

Bila mata uang nasionalnya mengalami apresiasi, harga barang ekspornya bisa semakin tinggi dan tidak kompetitif. Maka, mengeluarkan uang ke luar negeri harus dilakukan.

"Yuan harus keluar lagi, channel-nya melalui investasi. Supaya tekanan-tekanan akibat menguatnya yuan dari sisi eksternal bisa dinetralisir," ucapnya.


Presiden SBY dan Presiden China Xi Jinping menyaksikan penandatanganan kerjasama ekonomi yang ditandatangani oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa Mendag China Gao Hucheng di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (2/10).

Jalur sutera

Saat ini AS tidak lagi menjadi kekuatan tunggal ekonomi global. Faktanya, kekuatan ekonomi si Tirai Bambu sudah menyaingi Paman Sam.

Untuk memperkuat eksistensinya, China menginisiasi konsep One Belt One Road pada 2013. Sebuah konsep pembangunan zona integrasi ekonomi Eurasia yang diilhami kemashyuran jalur ekonomi sutera pada masa kekaisaran China kontemporer. Pada 2015, gagasan ini semakin matang.

Jalur Sutera ini terbagi atas jalur darat yang melintasi wilayah Eurasia, dan jalur laut yang melintasi Laut China Selatan dan negara-negara ASEAN.

Banyak pakar ekonomi memprediksi, strategi ekonomi Jalur Sutera ini akan menguntungkan negara-negara yang dilaluinya. Karenanya inisiatif ini disambut baik oleh sejumlah negara Asia dan Eropa.

Bagi Indonesia, kerjasama One Belt One Road ini sejalan dengan strategi Poros Maritim Dunia yang digagas Presiden Joko Widodo.

Dari peta One Belt One Road, pembangunan jalan darat sudah dilakukan. Yang belum adalah infrastruktur jalur laut. "Itu yang pelabuhan-pelabuhan," ucap Makmur.

Bagi Makmur, fakta ini dapat menjelaskan mengapa China datang dengan investasi yang besar untuk Indonesia. "Karena bagian dari jalan maritim ke pasifik selatan. Dia (China) harus membenahi interkonektifitasnya," kata Makmur.

AIIB

Untuk mewujudkan Jalur Sutera modern ini, China menginisiasi pembentukan lembaga keuangan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank). Tujuannya, mengatasi kendala pendanaan pembangunan Jalur Sutera.

Sebanyak 57 negara menandatangani konsorsium pendanaan ini. China menyediakan hampir US$30 miliar dari US$100 miliar untuk bank baru ini, terbesar dari negara lain.

Banyak kalangan yakin AIIB dan strategi Jalur Sutera ini membuat AS kebat kebit. Dominasi AS dalam perekonomian global bisa terancam. Lagi pula, bank ini dianggap berfungsi sama dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang disokong AS dan Jepang.

Pada Juni 2015, kantor Berita AFP menulis, Washington bahkan berusaha membujuk sekutu-sekutunya untuk tidak bergabung dalam AIIB. Namun, Inggris, Prancis dan Jerman malah ikut menandatangani pendirian AIIB. Alasannya, mereka berusaha memperkuat hubungan dengan China yang menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Invasi?

Keikutsertaan Indonesia dalam inisiatif One Belt One Road dan AIIB tidak selalu dipandang positif. Sebagian kalangan menganggap keikutsertaan itu hanya membuka pintu bagi China untuk menguasai ekonomi Indonesia.

Ekonom Faisal Basri menanggap penilaian itu berlebihan. Bagi pengajar Universitas Indonesia itu tidak tepat apabila China disebut menyerbu Indonesia melalui permodalan. Bagi Faisal, Indonesia bukan negara tujuan prioritas China untuk investasi.

"Kalau saya lihatnya data, investasi terbesar China masih di AS, Eropa. Indonesia itu jauh di bawah, tidak terlalu prioritas," kata Faisal kepada Metrotvnews.com, Jumat (23/12/2016).

Dari sisi ekonomi, Faisal tidak khawatir dengan meningkatnya investasi China di Indonesia. "Secara keseluruhan saja investasi asing tidak dominan di Indonesia," ujar Faisal.

Faktanya, Indonesia lah yang menganggap penting AIIB. Karena AIIB bermanfaat dalam mempercepat pembangunan infrastruktur dalam negeri yang mencakup energi, transportasi, telekomunikasi, pembangunan pertanian dan infrastruktur pedesaan, sanitasi dan air bersih, perlindungan lingkungan, logistik dan sektor produktif lain.

Dari manapun datangnya investasi, bagi Makmur, baik dari barat maupun timur, tentu bermanfaat bagi Indonesia. Yang penting jangan ada perlakuan yang menunjukkan bahwa kedekatan dengan China itu karena insentif politik. Tapi lakukan berdasarkan prosedur-prosedur bisnis.

"Kita membuka seluruh ruang (investasi) yang ada. Jepang contohnya, juga dapat proyek kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Yang penting terbuka agar tidak ada kesan hengki pengki," timpal Makmur.

Cina rantau

Istilah China rantau (overseas chinese) selalu disematkan pada masyarakat China yang tinggal di luar RRC. Puluhan atau ratusan tahun lalu, masyarakat ini sudah meninggalkan tanah leluhurnya untuk berdagang dan menetap di perantauan.

Kini, sebagian dari mereka merupakan pedagang sukses. Taipan ini mampu membangun konglomerasi bisnis di banyak negara di dunia, temasuk di Indonesia.

Bagi RRC, membangun ekonomi bersama para taipan di negara-negara tujuan investasinya adalah penting. Bahkan, pemerintah RRC mengimbau kepada BUMN maupun perusahaan swasta agar menjalin kerjasama dengan overseas chinese.

Langkah inilah yang membedakan investasi China dengan negara-negara barat. Peran BUMN di China memang besar. Ada hubungan yang spesial antara pihak swasta dengan negara.

Menurut Makmur, biasanya saat menjalin kerjasama dengan negara tujuan investasi, China selalu memberikan ruang untuk pelaku bisnis swasta, dalam hal ini overseas chinese.

"Negaranya datang, kerjasama, kemudian digulirkan kegiatan-kegiatan yang memudahkan, memfasilitasi pelaku bisnis," ucap Makmur.

Boleh jadi, dengan kemudahan dan fasilitas bisnis yang memadai, keuntungan-keuntungan itu diinvestasikan kembali ke tanah leluhurnya. Hal ini seiring sejalan dengan kebijakan zona ekonomi khusus (Special Economic Zone) yang digagas Presiden RRC Deng Xioping pada 1979.

Investasi dari overseas chinese turut menjadi tulang punggung ekonomi China hingga saat ini. Ini yang membuat China tidak perlu membuka pintu terlalu lebar untuk investor barat. Di sisi lain, di negeri rantau, pebisnis Tionghoa memiliki penguasaan aset yang cukup besar.

Sentimen negatif

Terlepas persoalan politik ekonomi, sentimen negatif terhadap China yang muncul di Indonesia kemungkinan besar karena penguasaan aset tadi. Bukan soal investasi.

"Akar masalahnya adalah munculnya ketimpangan di Indonesia. Penguasaan aset yang sangat besar, kebetulan di kelompok Tionghoa. Kan itu masalahnya," ujar Faisal Basri.

Semakin parah, nada miring berikutnya adalah isu komunis. Hal ini muncul karena RRC adalah negara berideologi komunis. Hasilnya, karena hubungan ekonomi ini, pemerintah dicap akan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.

Kemudian heboh penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahja Purnama, turut mewarnai sentimen negatif terhadap China. Pasalnya, Ahok, sapaan Basuki, adalah keturunan Tionghoa.

Selain itu, politisasi wacana juga muncul ketika Presiden Jokowi mengusulkan agar mata uang China, yuan, dijadikan rujukan nilai tukar rupiah. Tidak lagi merujuk pada dolar AS. Kemudian, di media sosial muncul topik liar soal wajah baru rupiah, yang penampilannya disebut-sebut mirip dengan yuan.

Pekerja China

Dalam beberapa bulan terakhir, isu yang ramai dan menyebar masif adalah akan datangnya 10 juta tenaga kerja China ke Indonesia. Padahal, itu target wisatawan asing dari China yang dikemukakan Presiden Jokowi. Kementerian Tenaga Kerja pun sibuk untuk meluruskan.



Meski begitu, isu ini patut mendapat perhatian. Pasalnya, cukup banyak fakta yang muncul mengenai tenaga kerja asing ilegal, khususnya dari China. Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chris Kanter mengatakan, China adalah rekan yang penting bagi Indonesia, baik dalam perdagangan maupun investasi.

"Tapi kalau mengenai pekerja, jelas menurut saya masalah yang harus jadi perhatian utama," ujar Kanter kepada Metrotvnews.com, Jumat (23/12/2016).

Bagi Kanter, tenaga kerja kasar ilegal dari China amat dilematis. Masih besarnya angka pengangguran saat ini membuat dunia usaha didorong membuka lapangan pekerjaan besar-besaran. Di sisi lain, masuknya tenaga kasar illegal bakal menekan pekerja domestik.

Karena itu, Kanter berharap pemerintah tidak memberikan kelonggaran terhadap persyaratan investasi. Investasi harus membatasi tenaga kerja asing.

Peraturan ketenagakerjaan hanya memperbolehkan pekerja asing bekerja dengan keahlian khusus. Warga asing tak boleh bekerja sebagai buruh kasar.

"Aturan kita sudah cukup ketat. Tapi pelaksanaannya memberikan kelonggaran. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka (tenaga kerja asing) masuk dalam jumlah besar," kata Kanter.

Dari sisi aturan telah ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk aturan teknis untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015.

Kementerian Tenaga Kerja dan jajaran di bawahnya, termasuk di daerah, plus keimigrasia dan kepolisian banyak ditangani masalah ketenagakerjaan oleh pihak berwenang. Kementerian Tenaga Kerja telah menangani 700 kasus pelanggara ketenagakerjaan. Sementara itu, di periode Januari-November 2016 ini ribuan kasus administrasi keimigrasian telah ditindak.

Sebanyak 1.837 dari 7.787 orang warga Tiongkok telah dideportasi. Sebanyak 126 dari 329 berkas perkara pidana hukum atau pro-justitia yang diajukan pada 2016 sudah diproses.

Faisal Basri berpandangan berbeda. Tenaga kerja ilegal dari China karena ada kebijakan bebas visa untuk wisatawan. "Ya ini dampaknya, visa kunjungan buat visa kerja," ujar Faisal.

Sebagai solusi, kata Faisal, kebijakan bebas visa itu harus ditinjau ulang. Kalau dipertahankan, perlu pengawasan ketat.

"Bila Presiden menargetkan 10 juta turis, lantas 100 ribu ugal-ugalan (menjadi pekerja ilegal), ya itu risiko. Tapi fakta buruh ilegal China tidak sampai 100 ribu kan?" katanya.

Bagi Faisal, ramainya isu pekerja ilegal China sama sekali bukan karena persoalan investasi. "Ini karena kontaminasi isu lain di luar ekonomi, seperti soal Ahok, dan lain-lain," ujarnya.

Makmur Keliat mengatakan, meski investasi China penting, pemerintah harus tetap berani buka mulut bila memang ada sesuatu yang aneh pada persoalan pekerja ilegal China.

"Tapi kalau itu sebagai suatu proses yang wajar, bagian dari komitmen bisnis yang perlu dilakukan, ya tidak masalah. Setelah itu mereka harus pulang. Transparan," ucap Makmur.

Seperti jarum jam yang diputar ulang, bagi Makmur, bila saat ini ada gejolak akibat meningkatnya investasi China di Indonesia itu wajar. Hal serupa pernah terjadi di tahun 1970-an ketika Jepang menggenjot investasinya di Indonesia. Protes besar-besaran terjadi. “Ujungnya terjadi peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari),” ujar Makmur.

http://telusur.metrotvnews.com/news-telusur/nbwePqmK-ada-apa-dengan-china
0
1.8K
12
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.6KThread40.7KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.