Tahun 1866, sekitar 150 tahun yang lalu hiduplah sepasang keluarga yang berasal dari eropa, namun kini mereka bermukim di Buitenzorg (Bogor Tempo Doeloe), salah satu kota yang ada di negeri Hindia-Belanda.
Kota Buitenzorg merupakan sebuah kawasan yang teramat sangat indah, dingin dan sejuk. Bahkan iklimnya pun setara dengan sejuknya benua eropa, khususnya di negeri Prancis bagian selatan.
Istana Buitenzorg tahun 1885
Sepasang keluarga eropa tersebut memiliki seorang anak perempuan yang cantik jelita, bahkan kecantikan nona kecil itu melebihi paras cantik Ratu Wihelmina yang ada di negeri Belanda.
Nona kecil itu bernama
Herniena, usianya baru menginjak tiga tahun namun sayang ia sering menderita sakit-sakitan. Penyakit malaria yang diderita oleh nona kecil ketika itu belum ditemukan penawarnya. Perlahan lambat laun penyakit itu pun menggrogoti tubuh nona kecil yang setiap detik selalu berbaring dipangkuan sang bunda.
Berbagai upaya yang dilakukan sang bunda agar nona kecil Herniena kembali sehat dan tertawa. Namun usaha sang bunda tak membuahkan hasil sama sekali, nona kecil tetap diam membisu sambil menggigil. Sang bunda tak henti berdoa kepada Tuhan, namun sayang Tuhan punya kehendak lain.
Tubuh nona kecil Herniena semakin mendingin, kaku membeku dipelukan bunda. Sang bunda khawatir, segera memeluk dan menimang nona Herniena.
Sang bunda menangis, hanya suara tangisan dan nyanyian lirih pelipur lara yang terdengar dari mulut sang bunda, Yah.. sebuah nyanyian untuk nona Herniena agar lekas terlelap dan tak merasakan kesakitan.
Slaap meisje oh slaap meisje ..
Als je niet gaat slapen ..
Zul je door een mug gestoken worden ..
Laten we gaan slapen oh lief meisje ..
Als je niet gaat slapen ..
Zul je door een mug gestoken worden ..
Tidurlah nona oh tidurlah nona ..
Kalo kamu tidak lekas tidur ..
Kamu akan digigit nyamuk ..
Lekas lah tidur oh nona manis ..
Kalo kamu tak lekas tidur ..
Kamu akan digigit nyamuk ..
Nyanyian berbahasa belanda itu selalu diulang-ulang oleh sang bunda agar nona Herniena tertidur dengan lelap. Beberapa detik kemudian heninglah tangisan nona kecil, sang bunda pun senang melihat mata nona kecil telah tertutup.
Namun sang bunda keliru, mata nona kecil itu akan selalu tertidur dan tak akan bangun kembali untuk selamanya. Ajal menjemput nona kecil dalam kehangatan pelukan serta timangan sang bunda.
Sang bunda sedih, nangis, merenggut pilu atas semua kejadian ini. Air matanya membasahi bumi seakan tak rela ditinggali oleh nona kecil. Ajal tak mengenal usia, mati muda atau mati tua hanya Tuhan yang menentukanya.
Selamat jalan Nona Herniena, lagu 'Nina Bobo mu' itu akan selalu menemani tidur putera-puteri kami.
Dongeng ini terinpirasi dari lagu 'Nina Bobo', masih banyak versi dalam asal-usul lagu Nina Bobo tersebut. Ane ambil salah satu versi, lalu ane rangkai sampai menjadi dongeng seperti ini.
Hikmah yang dapat diambil dari cerita ini yaitu sebuah perjuangan Sang Ibu yang tak kenal lelah menemani dan merawat sang anak sampai akhir hayatnya.
Sesuai dengan lagu, kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.
Maaf kalo berantakan threadnye, maklum ane newbie. Semua tokoh cerita hanya imajinasi ane.