SanEggAvatar border
TS
SanEgg
Antasari Azhar, Senjata Jokowi dalam ‘Perang’ Melawan SBY
Di tengah kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan isu adanya agenda makar pada demo 2 Desember 2017 mendatang, banyak pihak menyebut ini merupakan ‘perang’ antara dua kekuatan besar yakni presiden dan sang mantan.

Ya, sejak Jokowi menjabat presiden. SBY terkesan tidak ikhlas menerima keadaan. Bukan hanya karena ‘post-power syndrome’, SBY merasa citranya selama 10 tahun berkuasa ‘dicoreng’ oleh Jokowi. Jokowi dengan slogannya ‘kerja kerja kerja’ sudah mulai terbukti kinerjanya membuat masyarakat membandingkan kinerja pemerintahan keduanya. Apalagi, pengamat politik dan media semakin memanasi suasana sehingga tercipta kesan ‘2 tahun Jokowi lebih baik daripada 10 tahun SBY’.

Maka tak heran, SBY merasa gerah. Bahkan melalui akun Twitter @SBYudhoyono, pada Februari 2016 SBY pernah mencuit dirinya kesal disebut bahwa berbagai masalah yang sekarang muncul dikatakan warisan atau akibat kesalahan pemerintahannya. Padahal, tak ada pun kata secara eksplisit dari Jokowi-JK dan menterinya soal hal itu.

Tak hanya itu, untuk mengkritik Jokowi, SBY melakukan “tour de Java”.selama 16 hari pada Maret 2016. Selama melakukan safari, SBY dan timnya memang sengaja menyewa media online terbesar di Tanah Air untuk meliputnya dan menambah ‘bumbu’ untuk melakukan pencitraan. Entah apa maksud SBY melakukan itu. Untuk sekedar memuaskan ‘harga dirinya” atau untuk menaikkan sang istri menjadi capres pada 2019 mendatang. Banyak analisis di media yang menebak-nebak.

Tapi apa yang dilakukan SBY tersebut terasa sia-sia usai Jokowi berkunjung ke Hambalang yang menjadi salah satu ‘warisan’ terburuk SBY. Citra SBY dan Demokrat pun bukannya membaik tetapi malah terjun bebas.

Setelah itu, SBY pun terkesan diam di hadapan publik. Namun setelah sang putra sulung “dipaksakan’ menjadi Cagub DKI 2017, langkah SBY semakin kencang menyerang Jokowi.

Jokowi sendiri mencium adanya ‘gerakan’ SBY yang akan melengserkannya secara ‘inkonstitusional’. Secara halus, Jokowi menyerang SBY dengan berita mangkraknya 32 proyek listrik dan hilangnya dokumen TPF Kasus Munir. Namun hal ini tak diketahui publik secara luas sampai SBY ‘curhat’ di Cikeas soal ‘Lebaran Kuda”.

Pengamat politik yang merupakan pendukung Jokowi, Boni Hargens secara terang-terangan menuduh dana aksi demo 4 November berasal dari hasil korupsi SBY selama 10 tahun berkuasa. Tentu saja, suhu politik pun semakin memanas tatkala sebagian umat muslim ‘panas’ akan ucapan Ahok soal Al Maidah.

Pertarungan ini pun semakin kelihatan usai mantan Ketua KPK, Antasari Azhar bebas bersyarat pada 10 November yang lalu. Antasari seperti menjadi amunisi baru Jokowi melawan SBY. Bukan rahasia lagi, tercipta opini di masyarakat, Antasari adalah korban kriminalisasi SBY karena tindak-tanduknya selama Ketua KPK yang menjadi ancaman pada masa pemerintahan SBY. Mulai dari kasus Century hingga dugaan korupsi pengadaan perangkat IT (Information technology) di KPU yang memenangkan SBY pada Pilpres 2004.

Antasari pun seperti mendapat dukungan dari pemerintahaan Jokowi untuk buka-bukaan. Saat Antasari menggelar acara syukuran pada Sabtu (26/11/2016), Wapres JK dan Menkum HAM, Yasonna Laoly. JK sendiri menyebut “kebenaran harus diungkap” saat menghadiri acara tersebut.

Yasonna Laoly mencium bau amis dalam kasus Antasari Azhar. Yasonna mengatakan ada misteri di balik kasus Antasari tersebut. “Saya baca berkas, saya baca pertimbangan hukum, saya baca apa yang disampaikan beliau, saya sendiri juga seperti apa yang dikatakan Wapres (Jusuf Kalla) tadi. Saya orang hukum, saya merasakan something smelly, ada bau-bau amisnya begitu,” kata Yasonna.

Lalu apa kata Jokowi. Jokowi memang tak bisa menghadiri syukuran tersebut karena mengikuti acara di Makassar.

Antasari mengaku bahwa, meski tidak hadir, Presiden Jokowi telah menghubunginya lewat telepon untuk menyampaikan maaf.

“Dia (Presiden Jokowi) telepon kira-kita pukul 10.00 WIB. Kata dia, mohon maaf Pak Antasari, saya lagi di Makassar ada kegiatan kenegaraan, ada peresmian. Oh enggak apa-apa Pak, kata saya,” ujar Antasari saat ditemui usai acara syukuran.

Sepintas permintaan maaf Presiden Jokowi terlihat biasa-biasa saja. Tetapi di tengah ketegangan politik saat ini- sehingga Jokowi menyebut dirinya sampai harus “naik kuda” untuk meredakan situasi, permintaan maaf itu memiliki “daya ledak” tinggi. Sebab permohonan maaf Presiden dapat dimaknai sebagai bentuk penghargaan sekaligus dukungan moril terhadap Antasari.

Lalu apakah Antasari mau buka-bukaan sekaligus ‘digunakan’ Jokowi menyerang SBY?

Antasari memilih untuk mengendapkan diri dulu sebelum menuntaskan pengungkapan kasus ini dan akan beristirahat tiga bulan dulu.

“Kalau tanya itu berarti pertanyaan itu untuk tiga bulan lagi. Sekarang saya lagi istirahat, bayar nazar ziarah orang tua, ke leluhur saya. Itu dulu saya laksanakan. Setelah itu Januari saya mau umroh. Setelah umroh baru kita bicara itu. Terlalu dini kita bicara itu sekarang,” kata Antasari usai syukuran.

“Saya takut sama siapa? Saya sudah menjalani tujuh tahun enam bulan loh. Apa yang saya takutkan? Cuma nanti ada waktunya. Kita perlu taktik, perlu strategi,” lanjut Antasari.

Taktik jitu perlu dia rumuskan supaya tak gagal di tengah jalan. Soalnya kekuatan dia bukanlah kekuatan istimewa di mata hukum. Dia hanya akan menjalankan pengungkapan kasus sesuai koridor hukum.

“Dan satu hal, kalau saya punya kewenangan hari ini, mungkin sudah saya bongkar. Tapi saya tidak punya kewenangan. Kita harus melalui lembaga yang formal. Kalau lembaga formal itu tidak mau? Kita harus melalui upaya lagi, pelan-pelan dong. Ibaratnya mencari jarum di jerami itu,” kata Antasari.

Antasari sendiri sudah memberi sinyal kepada Jokowi soal keterbatasan kondisinya sekarang ini. Ia tak memiliki kekuatan politik dan masih berstatus bebas bersyarat. Ia seakan meminta grasi dan ‘jabatan’ ke Jokowi untuk melakukan misinya sekaligus ‘membersihkan’ dirinya sebagai terpidana kasus pembunuhan.

Lalu jabatan apa yang akan diberikan Jokowi? Mengembalikan jabatan Ketua KPK mungkin saja diberikan Jokowi mengingat Ketua KPK saat ini, Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP. Namun langkah ini mungkin tak dipilih Jokowi dengan banyak pertimbangan. Memilih Antasari sebagai Jaksa Agung yang baru lebih mudah dilakukan. Dengan catatan mendapat dukungan Surya Paloh.

Ketika hal ini terealisasi maka akan kita lihat langkah cantik Jokowi dalam membidik SBY dan di sekelilingnya saat mereka merasa menang dan jumawa, termasuk membidik dugaan korupsi sang putra bungsu.

Perang ini memang akan terus berlanjut ditandai keengganan Jokowi mengikuti ‘rengekan’ pengurusan Demokrat agar mau membuka pintu dan melakukan pertemuan dengan SBY seperti yang ia lakukan ke Prabowo. Jadi tak heran, Ruhut Sitompul ‘membelot’ dari SBY. Si ‘Poltak’ ini memang sudah tahu bakal terjadi “perang’ antar keduanya sebelum Pilpres 2014.

Lalu siapakah akan memenangkan perang? Jawabannya sederhana, yang bisa meraih simpati atau mendapat dukungan opini mayoritas rakyat akan menjadi pemenangnya.

https://radarbolmongonline.com/2016/...g-melawan-sby/

semut digigit aja gigit apalagi manusia
0
5.6K
36
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.5KThread40.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.