atfrieAvatar border
TS
atfrie
Kebakaran Hutan Dinilai Jadi Pekerjaan Rumah Indonesia yang Tak Pernah Selesai


TRIBUN PEKANBARU / MELVINAS PRIANANDA
Asap mengepul dari kebakaran hutan yang berbatasan dengan kawasan konsesi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Selasa (15/3/2016).
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Forest Watch Indonesia (FWI) Togu Manurung menilai pemerintah tidak konsisten dalam mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.

Pengalaman Indonesia selama bertahun-tahun dilanda kebakaran hutan dinilai tak memberi pelajaran kepada pemerintah dalam menanggulangi masalah ini.

"Saya sebut ini sebagai perayaan hari ulang tahun karhutla. Permasalahan ini selalu terjadi setiap tahun tapi tidak pernah ada penanganan berarti," ujar Togu ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Menurut Togu, masalah karhutla selalu menjadi pekerjaan rumah Indonesia yang tak pernah selesai.

Padahal, Indonesia telah melakukan perjanjian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2020-2030 sesuai yang disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) 21 di Paris.

"Kita janji pada dunia internasional untuk menangani masalah emisi gas rumah kaca, tapi kebakaran hutan terus menjadi pekerjaan rumah," kata Togu.

Karhutla yang terjadi di Indonesia, kata Togu, seakan menjadi pembiaran atas tindakan yang dilakukan oleh pembakar hutan, baik perseorangan maupun korporasi.

Togu mengatakan, seharusnya pemerintah menindak tegas pelaku pembakar hutan sesuai dengan peraturan pidana yang berlaku. Peraturan tersebut antara lain berasal dari tiga undang-undang yang mengatur persoalan karhutla.

Pertama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 78 ayat (3) menyebut, pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi kurungan 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Adapun, pada Pasal 78 ayat (4) menyebut, pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi kurungan 5 tahun dam denda maksimal sebesar Rp 1,5 miliar.

Kedua, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan, seseorang yang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar dikenakan sanksi kurungan 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Ketiga, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.

Pada Pasal 108 menyebutkan, seseorang yang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar dikenakan sanksi minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp 10 miliar.

"Bagaimana pemerintah menangani ini? Ini seperti pembiaran. Sudah jelas dibakar tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah," ujar Togu.

Selain itu, Togu juga mengimbau pemerintah untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat secara konsisten dan berjangka panjang.

Apalagi, masih banyak masyarakat memiliki tradisi membuka lahan baru dengan cara membakar, seperti yang dilakukan oleh suku Dayak Gawai di Kalimantan.

"Pemerintah juga harus memberikan penyuluhan yang konsisten dan jangka panjang. Beri mereka alternatif bagaimana membuka lahan tanpa perlu membakar," tutur dia.

Togu memperkirakan jika hal ini tidak dilakukan segera, titik api di daerah rawan karhutla akan bertambah. Hal ini karena kebakaran hutan yang terjadi sekarang baru memasuki awal musim kemarau.

"Ini baru awal musim kemarau. Nanti saya perkirakan titik api semakin banyak," ucapnya.


Sumber ; http://nasional.kompas.com/read/2016/08/26/13474861/kebakaran.hutan.dinilai.jadi.pekerjaan.rumah.indonesia.yang.tak.pernah.selesai?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
0
982
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.