Hubungan Indonesia dan Malaysia telah terjalin jauh hari sebelum kedua negeri ini berdiri, bahkan sebelum datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Asia Tenggara. Malaysia tercatat pernah menjadi bagian dari sejumlah kerajaan di Nusantara seperti Sriwijaya, Dharmasraya, Majapahit, Jadi tidak heran kalau Indonesia dan Malaysia ada kesamaan dalam banyak hal. Contoh hal yang sama antara Indonesia dengan Malaysia akibat hubungan yang telah terjalin semenjak lama adalah seni bela diri silat. Baik Indonesia dan Malaysia, sama-sama mengklaim sebagai pewaris silat. Memang sah-sah saja bila Malaysia merasa sebagai pewaris silat karena mereka pernah menjadi bagian dari sejumlah kerajaan di Nusantara dalam waktu yang sangat lama. Apalagi sejumlah raja-raja di sana memiliki darah keturunan Indonesia.
Dekatnya hubungan Malaysia dengan Indonesia yang telah terjalin sejak lama telah memicu arus migrasi orang-orang Indonesia ke Malaysia. Seperti yang pernah disinggung sebelumnya, sejumlah raja-raja di Malaysia memiliki darah keturunan Indonesia. Contohnya raja di Negeri Sembilan yang memiliki darah keturunan Minangkabau. Di Negeri Sembilan, hampir semua lini kehidupan masyarakat di sana bernuansa Minangkabau seperti rumah adat, hukum adat, tradisi, seni dsb. Hal ini terjadi karena raja-raja di sana dan sebagian besar penduduknya adalah keturunan Minangkabau. Dengan demikian, walaupun Negeri Sembilan berada di Malaysia dan memakai budaya Minangkabau sebagai warisan budaya mereka, tidak ada yang menuduh mereka sebagai pencuri budaya karena yang memakai kebudayaan tersebut orang-orang keturunan Minangkabau juga.
Namun hal sebaliknya justru terjadi ketika negeri lainnya di Malaysia bernama Johor menggunakan budaya lainnya asal Indonesia sebagai warisan budaya mereka. Johor tercatat memasukan sejumlah kebudayaan asal suku Jawa sebagai warisan budaya mereka. Beberapa diantaranya adalah wayang, barongan (reog) dan kuda kepang (kuda lumping). Banyak orang Indonesia mempermasalahkan hal tersebut. Bahkan beberapa tahun lalu sempat terjadi protes besar atas penggunaan reog sebagai warisan budaya Malaysia. Padahal kalau ditelusuri lagi, tidak ada yang salah dengan apa yang dilakukan salah satu negeri di Malaysia tersebut. Johor bukan tanpa alasan memasukan sejumlah kebudayaan Jawa sebagai warisan budaya mereka. Mayoritas bangsa Melayu di Johor berasal dari suku Jawa. Komposisi suku Jawa diantara suku-suku lainnya sebagai komponen dari bangsa Melayu di Johor mencapai 50%. Jadi tidak heran bila kebudayaan-kebudayaan bernuansa Jawa sangat kental di Johor. Dan Bagaimanapun, mereka juga berhak melestarikan warisan leluhur mereka serta mengakuinya sebagai milik mereka.
Hal yang hampir serupa juga terjadi ketika Malaysia memasukan tari tortor sebagai warisan budaya mereka. Banyak media yang memberitakan hal tersebut secara negatif yang memicu reaksi keras dari masyarakat terhadap Malaysia. Padahal sebenarnya tidak ada yang salah akan hal tersebut. Yang didaftarkan sebagai warisan budaya Malaysia adalah tortor Mandailing atas prakarsa orang-orang keturunan Mandailing di Malaysia. Ini sama saja seperti kasus yang kita bahas sebelumnya, mereka sebagai orang-orang keturunan Mandailing punya hak yang sama dengan keturunan Mandailing di Indonesia. Satu yang perlu kita pahami adalah orang-orang keturunan Indonesia yang non melayu memang harus mendaftarkan kebudayaan mereka untuk mendapatkan eksistensi di Malaysia. Di Malaysia orang-orang keturunan Indonesia seperti Jawa, Mandailing, Minang, Sunda dan sejenisnya dikategorikan sebagai Melayu dan harus menjunjung kebudayaan Melayu. Jadi kalau ingin mempertahankan eksistensi kebudayaan leluhur mereka, mau tidak mau memang harus mendaftarkannya ke pemerintahan Malaysia. Itu yang diprotes oleh orang-orang Indonesia.
Jadi, pada hakekatnya tidak ada yang namanya pencurian budaya yang dilakukan Malaysia. Budaya itu dibentuk melalui proses yang panjang dan diwarisi secara turun temurun. Setiap keturunan suatu kaum punya hak yang sama mewarisi budaya leluhur mereka dimanapun mereka berada. Khusus di Malaysia, patutnya kita bangga karena para perantau Indonesia masih peduli untuk melestarikan budaya leluhur mereka. Kita harusnya memberi mereka pujian, bukan sindiran dan protesan. Bila Malaysia lebih sukses mempromosikan budaya asal Indonesia melalui orang-orang keturunan Indonesia di sana, jadikanlah itu bahan intropeksi diri bagi kita. Harusnya menjadi pertanyaan besar bagi kita, masihkah kita peduli kepada kebudayaan kita? Kepedulian itu harus ditunjukin dengan aksi nyata untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang kita miliki, bukan cuma sebatas melakukan protes kepada Malaysia.