Komjen Pol Tito Karnavian (tengah) melambaikan tangan seusai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di ruang Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/6).
Komisi Hukum DPR secara aklamasi menyetujui Komjen Tito Karnavian menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Badrodin Haiti yang bakal memasuki pensiun Juli mendatang. Mereka menilai, Tito sangat mumpuni.

"Selamat atas persetujuan kami. Fraksi kami (PPP) setuju sepenuhnya. Bapak sosok Kapolri yang kami idamkan. Semoga bapak bisa terus sampai 2022, sampai habis masa jabatan presiden yang sekarang. Lalu bapak bisa jadi wapres dan menteri ke depan," kata anggota Fraksi PPP Hasrul Azwar disambut tawa anggota lainnya.

Persetujuan di Komisi III ini nantinya akan dibawa ke rapat Paripurna 27 Juni untuk selanjutnya disampaikan ke Presiden Joko Widodo.

Saat uji kepatutan dan kelayakan, Kamis (23/6/2016), Tito memaparkan delapan program yang bakal jadi prioritasnya jika dirinya terpilih menjadi Kapolri. Delapan program itu yakni melanjutkan reformasi internal Polri, mewujudkan organisasi dan postur Polri yang ideal dengan didukung sarana dan Prasarana kepolisian yang modern.

Selain itu, ia juga berjanji mewujudkan pemberdayaan kualitas Sumber Daya Manusia Polri yang profesional dan kompeten, yang menjunjung etika dan HAM, peningkatan kesejahteraan anggota Polri, meningkatkan kualitas pelayanan prima dan kepercayaan publik kepada Kepolisian RI. Ia juga berjanji memperkuat kemampuan pencegahan kejahatan dan deteksi dini berlandaskan prinsip pemolisian proaktif dan pemolisian yang berorientasi pada penyelesaian akar masalah, meningkatkan Harkamtibmas dengan mengikutsertakan publik melalui sinergitas polisional.

"Dan terakhir mewujudkan penegakan hukum yang profesional, berkeadilan, menjunjung tinggi HAM dan anti KKN," kata Tito dihadapan anggota Komisi Hukum seperti dikutip dari Merdeka.com.

Layanan publik, kata dia, nantinya harus lebih mudah diakses masyarakat, lebih cepat, bebas calo dan berbasis teknologi informasi. Reformasi pelayanan publik ini dilakukan agar masyarakat mendapat kemudahan akses. "Menyederhanakan regulasi dan proses pada loket-loket pelayanan yang tidak berbelit-belit," ujarnya seperti dilansir detikcom. Selain itu, ia juga berjanji akan mengaktifkan layanan quick response 110.

Sejumlah anggota Komisi Hukum sempat melontarkan pertanyaan dan mengklarifikasi soal di antaranya kasus Aiptu Labora Sitorus yang punya rekening gingga Rp1,5 triliun dan loyalitasnya kepada presiden.

Dalam kasus Labora Sitorus, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Aboebakar Al-Habsyi, meminta Tito menjelaskan duduk perkaranya hingga dirinya disebut-sebut menerima uang dari hasil pembalakan liar yang dilakukan Labora.

Tito membantah dirinya menerima uang dari Labora. Justru, kata dia, saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Papua, dirinya mencopot Kapolres Raja Ampat yang saat itu mencoba menyuapnya agar dimutasi menjadi Kapolres Sorong. Kata Tito, uang suap yang akan diberikan Kapolres Raja Ampat itu berasal dari Labora.

"Yang bersangkutan (Labora) beri uang ke Kapolres karena pinjam uang untuk urus jadi Kapolres Sorong. Tapi tidak pernah diberikan ke saya," ujar Tito seperti dilansir Kompas.com.

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menanyakan loyalitas Tito jika nantinya menjadi Kapolri kepada Presiden Joko Widodo. "Apakah Anda loyal dengan Presiden?" kata Benny.

Institusi Polri, kata Tito, adalah institusi yang berbeda karena berada pada dua komponen, yakni komponen eksekutif dan komponen yudikatif.

"Dalam konteks eksekutif, penyelenggara negara, Polri harus loyal penuh kepada Pak Presiden. Kemudian, dalam konteks yudikatif, Polri harus tunduk kepada hukum," ujar Tito. Mendengar jawaban itu, sang penanya terlihat tersenyum puas.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...enjadi-kapolri

---