SUNGGUH pedih penderitaan Hanafi (75). Setahun lebih ia tergolek lemas tak berdaya di rumahnya yang terletak di bilangan Pondok Labu, Jakarta. Jangankan untuk berjalan, menggerakkan kakinya saja, ia tak mampu.

Setahun yang lalu, saat kaki Hanafi mati rasa, ia sempat terjatuh. Kepalanya membentuk tembok yang cukup keras. Ia pun harus dilarikan ke puskesmas terdekat. Sang istri, Suwelen (50) tak tahu harus berbuat apa pada peristiwa tragis yang dialami suaminya. Ia hanya ingat bahwa pendamping hidupnya itu diberikan beberapa obat. Lalu, kepalanya diperban untuk menghentikan pendarahan.



Penyakit yang menyebabkan kedua kaki Hanafi lumpuh juga belum diketahui pasti. Suwelen hanya berujar kalau suaminya terkena stroke. Tapi, hingga saat ini Hanafi belum memeriksakan keadaan kakinya karena alasan himpitan ekonomi.

Kondisi Hanafi yang lemas lunglai membuatnya tak bisa menjalankan tugas sebagai kepala keluarga. Ia tak bisa mencari nafkah untuk istri dan anaknya. “Semenjak saya tidak bisa jalan, saya bingung cari uang karena tidak bisa kemana-mana lagi,” beber dia.

Pasangan yang sudah menikah sejak 20 tahun silam tersebut punya seorang anak bernama Siti (18). Ia terlahir dalam kondisi Down Syndrome.

Ketidakmampuan Hanafi untuk berjalan ditambah keterbatasan yang dialami Siti membuat Suwelen tak tinggal diam. Ia berusaha mencarikan suaminya kursi roda agar tetap bisa beraktifitas.

“Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong. Saya lemas lihat bapak yang gak sanggup jalan lagi, apalagi anak saya harus dijagain terus karena dia gak kayak orang normal, sering di usir orang kalau lewat atau duduk di depan rumah orang” kisah Suwelen ketika didatangi Relawan PutusUratMiskin.

Hanafi sadar dengan kondisinya. Ia pun kerap meminta maaf pada istri dan anaknya karena sempat tidak bekerja beberapa bulan. Selama itu, keluarga ini hanya hidup dari pemberian makanan dan sedikit uang dari tetangga.



Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya pasutri ini memiliki usaha, yakni berjualan pisang di seputaran rumah. Pagi hari selepas salat subuh, Suwelen berangkat ke pasar untuk membeli setandan pisang.

Pasangan ini hanya mengais rezeki dengan menjual pisang. Sesisir pisang dihargai Rp15 ribu. Dalam sehari, Hanafi hanya bisa menghasilkan uang paling banyak Rp 50 ribu.

Terkadang Hanafi tak bisa menghasilkan uang sama sekali. “Kadang ada yang nawar Rp 8000, kita kasih karena memang butuh uang. Malah pernah beli pisang sampai busuk gak ada yang beli satu pun, akhirnya hanya dijadikan makanan burung,” ujarnya sambil tergolek di rumahnya.

Sementara itu ketika Hanafi dan Suwelen berjualan pisang, sang anak dikunci di dalam rumah. Ia sendirian, tanpa teman. Suwelen menyadari bahwa putusan itu memang menyakitkan bagi sang buah hati. Tapi, itu yang harus dilakukan. tak ada pilihan. “Dia pernah hilang setengah hari gak bisa pulang, saya kasihan,” ujar Suwelen.



Hanafi dan Suwelen tengah mendapatkan cobaan berat dari yang Maha Kuasa. Meski begitu, mereka tak putus asa. Hanafi yang tak kuat berjalan, tetap berusaha keras untuk menahan derita dan bertanggungjawab sebagai kepala keluarga, walau harus ia lakukan di atas kursi roda.

Sebagai manusia kita memiliki kekuatan untuk melakukan apapun, namun sebagai manusia kita tidak mampu untuk melakukan segalanya. Kita butuh orang lain untuk membantu menyempurnakan kita. Banyak sekali mereka yang terhempas dan jatuh oleh keadaan, dan banyak dari mereka membutuhkan uluran tangan dari kita. Berilah kail bagi mereka sehingga mereka dapat mengail ikan untuk kehidupan.

Caranya berdonasi :
1. Klik https://ktbs.in/so1gi
2. Klik Donasi Sekarang
3. Masukkan Nominal Donasi Kalian
4. Masukkan identitas kalian (nama, email, no.hp)
5. Pilih Metode Pembayaran (BCA, BNI, Mandiri, BRI, Kartu Kredit)
6. Dan lakukan transfer

Semoga Allah membalas kebaikan kita semua dan menjadikan Pak Hanafi sebagai inspirasi agar kita lebih banyak bersyukur.
Bantu juga share cerita Pak Hanafi agar lebih banyak orang terinspirasi untuk membantu Pak Hanafi.