Pekerjaan rumah (PR) yang menjadi praktik lazim sekolah ternyata belum terbukti mampu meningkatkan performa akademis pelajar SD dan SMP. Setidaknya itulah pernyataan seorang peneliti bernama Harris Cooper dari Duke University, Durham, Carolina Utara, Amerika Serikat.
Laman
Salon, Minggu (6/3/2016), menulis PR bukan berarti tidak bermanfaat. Namun pelajar Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama tidak akan mendapatkan banyak manfaat dari PR.
Manfaat PR sangat bergantung pada umur siswa. Untuk pelajar SD, hasil penelitian mengungkapkan bahwa belajar di kelas punya memiliki dampak lebih baik dibanding mengerjakan tugas di rumah. Hal yang serupa berlaku pula untuk pelajar SMP.
Sedangkan hal agak berbeda berlaku pada pelajar SMA. PR memiliki dampak yang baik ke bidang akademis selama PR bisa dikerjakan tidak lebih dari dua jam pada malam hari. Lebih dari itu manfaatnya akan memudar.
Untuk sampai ke kesimpulan ini, Cooper menggabungkan 120 hasil penelitian pada 1989 dan 60 hasil penelitian lain pada 2006. Analisis komprehensif dari gabungan hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak ada bukti dampak positif akademis di tingkat SD. Cooper justru menemukan dampak negatif perilaku pelajar selama bersekolah.
Pada Maret 2012,
LiveSciencejuga pernah mengangkat informasi dampak PR ke para pelajar yang dilakukan oleh sekelompok peneliti asal Australia.
Menurut Richard Walker, dosen psikologi di Sidney University, menunjukkan data bahwa pelajar yang lebih banyak mengerjakan PR justru punya nilai rendah pada ujian standarisasi --PISA (
Programme for International Student Assessment).
Hasil penelitian ini menyebutkan, PR bisa meningkatkan performa akademis siswa apabila diterapkan pada tiga tahun terakhir masa sekolah atau di SMA.
Bila PR relatif tak berdampak netral atau bahkan kurang baik untuk pelajar SD dan SMP, Gerald LeTendre, peneliti dari Pennsylvania State University, Amerika Serikat, punya solusi pengganti. Dia menyarankan para pelajar bermain musik, mengikuti di kelas non-akademis (ekstra kurikuler), dan bergabung dengan klub olah raga. Namun hal ini tidak mutlak berlaku untuk semua siswa.
LeTendre mengatakan bahwa aktivitas non-akademis punya tujuan lebih beragam dari pada sebuah nilai mata pelajaran. Bahkan para orang tua menjawab bahwa mereka lebih ingin anaknya serba bisa, kreatif, dan menjadi individu yang bahagia. Mereka tak mau anaknya pintar secara akademis saja.