zanzenkaiAvatar border
TS
zanzenkai
Mempertanyakan Supersemar
Mempertanyakan supersemar



Tepat di tanggal ini(11/3) limapuluh tahun yang lalu, sebuah mandat berbentuk surat yang mengubah arah kehidupan bangsa dengan begitu drastis diterbitkan. Supersemar(surat perintah sebelas maret) yang konon dibuat oleh founding father Indonesia, Ir. Soekarno, resmi dijadikan sebagai alat untuk mengambil alih komando dalam menertibkan kekacauan pasca peristiwa Gestapu(Gerakan september tigapuluh) pada tahun 1965.

Supersemar yang demikian sakti seolah menjadi dekrit otoritas atas mutlaknya sebuah kekuasaan mampu membuat Jendral Soeharto seperti harimau tumbuh sayap. Dengan berbekal surat itu pula, maka gerakan genosida jutaan orang yang terlibat dalam organisasi kiri disahkan serta dipertontonkan.

Puluhan tahun berlalu semenjak supersemar yang diklaim sebagai alat pemindahan kekuasaan itu terbit, setelah Ir. Soekarno dinyatakan kalah dan tumbang akibat supersemar yang ia buat sendiri, Jendral Soeharto berkuasa penuh dalam jabatan sebagai presiden RI selama 31 tahun, lalu jatuh akibat tindakan subversif yang dipelopori oleh bawahan-bawahan politiknya dengan mahasiswa sebagai eksekutor sekaligus tameng.

Pertanyaan-pertanyaan seputar supersemar kemudian muncul ke permukaan setelah era reformasi. Dengan akibatnya yang begitu besar sampai mengubah peta politik sekaligus sosial wajah Indonesia, dan pula meninggalkan kesan trauma bagi musuh politik atas tragedi pasca diumumkannya supersemar di waktu yang lampau, wajiblah apabila kita mengetahui substansi dari supersemar serta otentikasi sejarah atas surat yang begitu kontroversial dan paling banyak meminta tumbal itu.

Perlu diketahui, pasca tragedi gestapu yang membuat seantero nusantara mengalami ketegangan dan sentimen politik luar biasa itu, Indonesia mengalami krisis keamanan dan dilanda demonstrasi mahasiswa besar-besaran di setiap kota-kota besar. Pada tanggal 25 oktober 1965 di Jakarta dibentuklah KAMI(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) sebagai representasi atas protes kepada kabinet pemerintahan yang dianggap tidak becus dalam menyelesaikan krisis yang terjadi di Indonesia.

KAMI, pada waktu itu dibentuk oleh organisasi-organisasi besar mahasiswa pada zamannya. Keganjilan dalam pembentukan KAMI sebenarnya dimulai dari dianaktirikan nya HMI(Himpunan Mahasiswa Islam) oleh Sjarif Thaheb, menteri PTIP(Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) sekaligus tokoh yang membidani kelahiran KAMI. HMI tidak dimasukan ke dalam kongres pada bulan oktober itu karena tidak memiliki Partai yang menaungi gerakannya.

KAMI sendiri dibentuk dengan komposisi organisasi mahasiswa beraliran kanan yang bernaung di bawah partai-partai politik kanan pada masa itu. Sebut saja PMII yang merupakan anak kandung dari partai NU dan PMKRI yang merupakan anak partai katolik. GMNI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa beraliran kiri terbesar di Indonesia kala itu memang dimasukkan ke dalam KAMI karena berada di bawah naungan PNI. Namun pembentukan KAMI memang penuh nuansa politis yang sengaja dibuat untuk melemahkan posisi Presiden, karena pada akhirnya GMNI menyatakan mengundurkan diridari presidium KAMI dan menolak bergabung bersama KAMI.

Pembentukan KAMI pada saat itu memang ditujukan untuk menganulir gerakan kiri di Indonesia, dengan secara terang-terangan menuntut pembubaran PKI. Tindakan demonstrasi yang pada saat itu gencar dilakukan KAMI memang berujung pada tiga tuntutan yang kelak dikenal dengan sebuan TRITURA,yang isinya adalah 1)Pembubaran PKI, 2)Ritul kabinet Dwikora, 3)Turunkan Harga beras. Namun pembubaran PKI memiliki porsi yang lebih besar kepentingannya di banding dua tuntutan yang lainnya.

Sebenarnya, mahasiswa sendiri pada masa itu lebih berfokus kepada masalah utama yang membelit Indonesia di masa itu, yaitu penuntutan diturunkannya harga beras. Pembubaran PKI dan ritul kabinet Dwikora adalah gagasan tambahan yang diprovokasi oleh kepala staf kodam jaya kolonel A.J Witono, sebabnya adalah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia saat itu tidak lepas dari keterlibatan PKI dalam kabinet kementrian.

Sikap pihak pemerintah yang tidak kalah memprovokasi mahasiswa pada saat itu adalah pernyataan Wakil Perdana Menteri II Chairul Saleh yang mengatakan bahwa tidak mungkin bagi pemerintah untuk menurunkan harga beras. Perlu diketahui, Chairul Saleh adalah pihak yang mengeluarkan dokumen yang menyatakan PKI akan melakukan kudeta terhadap Presiden serta mengincar kedudukan Menlu Soebandrio sebagai Waperdam I.


Akumulasi dari provokasi-provokasi itu memuncak tatkala pelantikan kabinet dwikora pada tanggal 24 februari 1966, pada saat itu demonstran mahasiswa entah bagaimana caranya berhasil menembus penjagaan militer dan langsung berada di depan pintu Istana negara, pada saat itu pasukan Tjakrabirawa menembak mati salah seorang demonstran dan melukai seorang demonstran lainnya yang belakangan diketahui sebagai anggota puteri KAPPI(Kesatuan aksi pemuda pelajar Indonesia).

Sikap provokatif militer lagi-lagi ditunjukan dengan diumumkannya keputusan KOGAM tentang pembubaran KAMI oleh laksamana muda udara Sri Mujono Herlambang, serta memberlakukan larangan berkumpul lebih dari lima orang. Mahasiswa yang berang menganggap keputusan itu sebagai bentuk penindasan pemerintah terhadap rakyat.

Atas tindakan tersebut, posisi pemerintah menjadi serba salah. Tekanan terus mengalir dari mahasiswa yang tergabung dalam KAMI untuk segera mengabulkan TRITURA. Puncaknya yaitu pada tanggal 10 maret ketika Presiden Soekarno memanggil wakil-wakil dari parpol, mereka setuju untuk tidak membenarkan tindakan-tindakan yang dilakukan para mahasiswa, pelajar serta pemuda dalam aksinya menuntut TRITURA. Padahal sebagian besar aksi demonstrasi mahasiswa diprakarsai oleh organisasi mahasiswa di bawah naungan partai-partai politik itu. Pada titik ini, pemerintahan Presiden Soekarno mengalami fase awal keruntuhannya.


Dalam keadaan yang semakin genting akibat tindakan mahasiswa yang dianggap represif terhadap pemerintahan itu, presiden Soekarno memberikan mandat berupa supersemar kepada Soeharto. Tentang bagaimana dan kapan tepatnya pemberian supersemar itu masih menjadi kontroversi, namun pada tanggal 11 maret ketika sidang dwikora berlangsung, di luar istana terjadi demonstrasi besar-besaran dengan melakukan aksi pengempesan ban di jalan-jalan untuk menimbulkan kemacetan.

Keadaan saat itu sangat genting bagi pemerintahan, ditambah isu tentang munculnya pasukan tidak berseragam(yang belakangan diketahui adalah pasukan RPKAD) yang mengincar keselamatan waperdam I Soebandrio. Sehingga presiden yang melihat keadaan semakin tidak kondusif memutuskan untuk menyingkir ke istana Bogor. Pada hari itu Soeharto berhalangan hadir dalam sidang dengan alasan sakit.


Maka tetap menjadi pertanyaan kapankah Soeharto menerima mandat supersemar itu, sebagian pendapat mengatakan bahwa supersemar ‘dititipkan’ oleh Soekarno kepada tiga jendral yang menghadap dirinya setelah sebelumnya mereka menghadap kepada Soeharto. Jadi penyerahan supersemar tidak dilakukan langsung oleh presiden kepada Soeharto.

Permasalahan muncul ketika dihadapkan pada pertanyaan siapa yang mengkonsep isi surat tersebut. Beberapa sumber mengatakan bahwa supersemar dikonsep dan dibuat oleh militer dan diserahkan kepada Soekarno untuk ditandatangani.

Berbekal supersemar itulah, Soeharto kemudian membubarkan PKI pada tanggal 12 maret. Pada saat itu Soekarno marah besar karena tindakan Soeharto membubarkan PKI, sehingga pada tanggal 13 maret 1966, presiden mengutus waperdam III J Leimena untuk meminta Soeharto menjelaskan tindakannya itu, namun Soeharto tidak menggubrisnya.
Pada tanggal 14 maret 1966, harian Kompas menerbitkan salinan surat perintah sebelas maret(supersemar). Otentifikasi supersemar yang selama ini diragukan kebenarannya mungkin bisa terjawab dengan menilik salinan yang diterbitkan Kompas pada tanggal tersebut, karena jika supersemar dianggap sebagai surat fiktif, maka tentu presiden Soekarno sudah mengklarifikasi saat itu juga melihat hebatnya efek dari supersemar itu sendiri.

Pada tanggal 17 maret, presiden memerintahkan Waperdam II Chairul Saleh untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa supersemar tidak berarti keputusan pemerintah untuk menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Karena jelas dalam supersemar yang dimuat dalam harian kompas berdasarkan salinan aslinya tersebut tidak mengisyaratkan pengalihan kekuasaan sama sekali.



Sayang, Soeharto yang sudah berada di atas angin berbekal penyebaran opini atas interprestasi yang keliru pada supersemar itu benar-benar seperti harimau yang diberi sayap. Pada tanggal 18 maret, Soeharto memerintahkan penangkapan terhadap 15 menteri kabinet dwikora karena dicurigai terlibat dalam tragedi gestapu, Chairul Saleh yang merupakan penentang PKI justru ikut ditangkap dalam perintah Soeharto tersebut. Sejak kabinet Dwikora dibabat habis, Soeharto dengan mudah menjalankan kekuasaannya saat itu.

Kontroversi seputar supersemar seharusnya bisa dihabiskan dengan keluar dari perdebatan ada dan tidak ada, menjadi persoalan pemahaman yang keliru atas isi surat tersebut dan bagaimana Soeharto mampu begitu leluasanya bertindak berbekal supersemar. Karena melihat dari berbagai edaran salinan yang ada dan terverifikasi, tidak ada pernyataan yang menyangkut soal pemberian kewenangan tidak terbatas atau bahkan penyerahan kekuasaan, maka dengan sendirinya masalah ada atau tidak ada dan mana yang asli atau tidak asli, menjadi teranulir.

Menurut pandangan penulis, supersemar hanya merupakan simbol yang digunakan Soeharto sebagai alat untuk menarik perhatian masyarakat dan mengambil keuntungan dari sikap Soekarno yang istimewa semenjak peran Soeharto dalam meredam Gestapu.

Keberhasilan Soeharto dalam mengambil alih kekuasaan justru diperoleh dengan siasat politik yang dibangun jauh sebelum Gestapu, dengan terlebih dahulu mempreteli PKI yang diketahui merupakan pendukung pemerintahan. Provokasi-provokasi yang dilakukan elit militer kala itu merupakan strategi mujarab yang dipakai oleh Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan militer.

Jika kita membentuk peta gerakan yang dilakukan oleh para elit militer di bawah komando Soeharto pada masa krisis sepanjang gestapu hingga 11 maret itu, kita akan menemukan suatu titik yang bermuara pada usaha untuk menghapus pergerakan sayap kiri pemerintahan yang selama itu berseberangan dengan militer. Dengan posisinya sebagai elemen negara yang kredibel dan memiliki power, tidak sulit bagi militer kala itu untuk menggiring opini masyarakat sesuai dengan yang sudah direncanakan.


Bagaimanapun, kudeta yang dilakukan secara terstruktur, sistemik dan massif itu membuktikan bahwa orang Indonesia tidak kalah berbahayanya dengan tokoh Darth Vader dalam kisah Starwars.


penulis : Bayu Setiawan
sumber : http://www.pojoksamber.com/mempertan...an-supersemar/
0
3.4K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.