rg7mAvatar border
TS
rg7m
KPK Gamang atau Mandiri dalam Kasus RS Sumber Waras
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui salah satu pimpinannya (Basaria Panjaitan) pada hari Senin, 29 Februari 2016 menyatakan bahwa hingga saat ini masih menyelidiki dugaan korupsi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provisi DKI Jakarta dan belum dapat menaikkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan oleh karena belum ditemukan dua alat bukti yang cukup.

Mengapa KPK telihat 'GAMANG' dalam menangani kasus tersebut padahal kasus tersebut berasal dari Laporan Hasil Pemeriksaan dan Audit Investigatif BPK? Apakah kegamangan KPK dalam kasus tersebut dikarenakan adanya dugaan keterlibatan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok? Untuk dapat memahami langkah KPK dalam menangani kasus tersebut maka penulis akan berupaya menerawang kira-kira apa yang sebenarnya terjadi.

Berdasarkan informasi yang didapat dalam beberapa artikel dapat dikemukakan bahwa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI Tahun 2014 telah ditemukan penyimpangan dalam melakukan pembelian tanah eks RS Sumber Waras sebagaimana diatur dalam UU No.2 Tahun 2012 dan harga tanah yang dibayar Pemprov DKI terlalu mahal.

Proses transaksi pembelian tanah RS Sumber Waras dimulai ketika ada pengajuan penawaran tanah RS Sumber Waras di Jalan Kyai Tapa seluas 36.410 meter persegi seharga sesuai NJOP tahun 2014 yaitu Rp 20,77 juta per meter persegi atau sebesar Rp 755.689 miliar dan Pemprov DKI secara resmi telah melakukan transaksi jual beli dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) yang ditandatangani pada tanggal 17 Desember 2014. Pada pemeriksaan rutin oleh BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI Tahun 2014 telah ditemukan adanya penyimpangan prosedur dalam proses transaksi pembelian tanah eks RS Sumber Waras.

Singkat kata, LHP BPK dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh unsur LSM dan DPRD. Namun KPK tidak langsung menindaklanjuti laporan tersebut dan meminta BPK melakukan audit investigasi. Adapun hasil Audit Investigasi BPK keluar pada tanggal 7 Desember 2015 dengan kesimpulan terdapat penyimpangan dalam tahap perencanaan, penganggaran, pembentukan tim, proses pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil sebagaimana diatur dalam UU No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Suatu undang-undang memerlukan aturan pelaksanaan baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden yang secara tegas maupun tidak tegas pembentukannya diatur dalam UU dimaksud. Peraturan pelaksanaan tersebut dimaksudkan untuk mengatur hal-hal detil dan teknis yang tidak dapat dimuat dalam suatu UU dan UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum juga memerintahkan penerbitan Peraturan Presiden.

Pada prinsipnya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tahapannya diatur dalam UU No.2 Tahun 2012, akan tetapi untuk efektifitas dan efisiensi terkait dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di bawah 5 (lima) hektar (pengadaan tanah skala kecil) dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pemegang hak dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 121 Peraturan Presiden No.71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum jo. Peraturan Presiden No.40 Tahun 2014 Tentang Perobahan atas Peraturan Presiden No.71 Tahun 2012. Sehingga transaksi pengadaan tanah RS Sumber Waras yang luasnya hanya 36.410 meter persegi termasuk pengadaan tanah skala kecil atau dibawah 5 hektar.

Hal tersebut diperkuat dengan Pasal 53 ayat (3) Peraturan Kepala BPN No.5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah yang menjelaskan bahwa:

Pengadaan tanah yang dilakukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa melalui tahapan penyelenggaraan pengadaan tanah yang diatur dalam UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingann Umum dan Peraturan Pelaksanaannya.

Peraturan teknis berupa Perpres No.71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum jo. Peraturan Presiden No.40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.71 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala BPN No.5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah merupakan peraturan perundang-undangan yang menjadi satu kesatuan dengan UU No.2 Tahun 2012.

Apabila merujuk pada keseluruhan peraturan perundang-undangan di atas maka proses transaksi pembelian tanah dibawah 5(lima) hektar yang dilakukan Pemprov DKI tidak harus melalui tahapan yang diatur dalam UU No.2 Tahun 2012 namun cukup melalui proses jual beli sebagaimana diatur dalam Perpres No.71 Tahun 2012 jo. Prepres No.40 Tahun 2014 dan Peraturan Kepala BPN No.5 Tahun 2012, sehingga dengan kata lain transaksi pembelian tanah eks RS Sumber Waras tidak terdapat penyimpangan atau tidak ditemukan adanya Perbuatan Melawan Hukum.

Sedangkan temuan BPK terkait mahalnya harga tanah di RS Sumber Waras disebabkan karena BPK menghitungnya dengan cara membandingkan antara transaksi YKSW dan Pemprov DKI di tahun 2014 dengan rencana YKSW menjual tanah yang sama ke Ciputra Karya Utama (CKU) di tahun 2013, sebagai berikut:



Berdasarkan sertifikat BPN Tanggal 27 Mei 1998 berada di Jalan Kyai Tapa Grogol dengan status HGB No.2878 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di tahun 2014 sebesar Rp 20.700.000 atau naik 80% dibandingkan NJOP 2013 yaitu sebesar Rp 13 juta. Kenaikan NJOP tersebut tiap tahunnya tidak hanya untuk lokasi a quo tetapi termasuk wilayah sekitarnya dan NJOP dinilai berdasarkan sistem perhitungan perpajakan. Sehingga dugaan kemahalan harga yang ditemukan BPK tersebut dinilai tidak apple to apple, oleh karena seharusnya BPK menghitung NJOP yang riil di tahun dilakukannya pemeriksaan yaitu tahun 2014. Sehingga kemahalan harga yang ditemukan BPK tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai unsur kerugian Negara oleh karena cara perhitungannya tidak valid dan berbeda tahunnya.

Dengan belum ditemukan unsur Perbuatan Melawan Hukum dan unsur Kerugian Negara dalam pembelian tanah eks RS Sumber Waras sebagaimana djelaskan di atas, maka penerapan delik korupsi pada Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara", tidak dapat dilakukan.

Menurut Penulis, pernyataan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan yang mengatakan KPK masih harus menemukan dua alat bukti sehingga kasus tersebut sulit untuk ditingkatkan ke penyidikan adalah bukti nyata KPK sebagai penegak hukum yang INDEPENDEN, oleh karena KPK tidak menelan bulat-bulat LHP dan Audit Investigasi BPK.

*) Dr. Reda Manthovani, SH, LLM adalah Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta

gamang

Nasbung crot yg tertib ya emoticon-Traveller
Diubah oleh rg7m 08-03-2016 05:08
0
1.6K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.2KThread40.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.