Pagi ini saya lihat ada berita yang cukup menarik mengenai pengumpulan KTP Bapak Ahok untuk maju sebagai DKI 1 di pemilu yang akan datang.. Kenapa saya bilang menarik ? karena ini terkait dengan ketentuan UU yang disampaikan oleh Pak Yusuf Izha Mahendra..
Semua orang kususnya warga Jakarta taulah Pak YIM ini saingan Ahok memang untuk DKI 1, tapi disini komentar yang dilontarkan bukan sekedar opini untuk menjatuhkan tapi ketentuan UU seperti yang saya bilang..
Yuk Mari disimak beritanya :
Spoiler for Lontaran Pak Yusril:
KOMPAS.com — Sebagai politisi yang berminat untuk bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2017 untuk memperebutkan kursi DKI 1, Yusril Ihza Mahendra sebenarnya terlalu berbaik hati.
Bukannya menyimpan senjata pamungkas pada saat pendaftaran bakal calon gubernur dan wakilnya dimulai, tetapi dia sudah mengumbar hal itu sejak awal melalui pernyataan terbuka.
Pernyataan yang dimaksud adalah saat mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini mengatakan bahwa persyaratan KTP dukungan untuk maju lewat jalur independen bukan hanya ditujukan untuk calon gubernur saja, melainkan juga untuk calon wakil gubernur.
Mau ngumpulin fotokopi KTP tiga juta pun, kata Yusril, kalau belum ada pasangannya harus diulang lagi.
Pernyataan Yusril disampaikan pada Senin 22 Februari 2016 di Jakarta dan dikutip sejumlah media. Pakar hukum tata negara itu juga menyitir peraturan KPU, tetapi tidak menyebut nomor peraturannya.
Pertanyaannya, benarkah apa yang dikemukakan Yusril tersebut? Apa reaksi Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok saat membaca atau mendengar pernyataan salah satu penantangnya itu?
Pertanyaan ini penting dijawab, khususnya oleh Ahok dan sukarelawannya, Teman Ahok, yang konon mampu mengumpulkan fotokopi satu juta KTP dari sekitar tujuh juta pemilih pada bulan Maret ini, persyaratan yang jauh lebih dari cukup dari persyaratan yang telah diturunkan Mahkamah Konstitusi, yakni 523.000 fotokopi KTP saja.
Semula, undang-undang menyebutkan fotokopi KTP yang harus dikumpulkan 7,5 persen dari 10 juta jumlah penduduk DKI alias 750.000. Asumsinya, dengan jumlah fotokopi satu juta KTP, Ahok akan aman melenggang sebagai calon gubernur petahana dari jalur independen yang tidak diusung partai politik.
Namun, sebentar, apa yang dikatakan Yusril itu patut dikaji dan direnungkan kembali.
Dengan pernyataan Yusril itu, mau tidak mau fotokopi KTP yang sudah berhasil dikumpulkan, bahkan kalau jumlahnya mencapai tiga juta pun, sebagaimana Yusril katakan, harus diulang kembali dari awal.
Bukankah ini pekerjaan berat karena dengan demikian Ahok harus menggandeng dulu pasangannya baru kemudian mencari dukungan lewat pengumpulan fotokopi KTP baru sebagaimana yang disyaratkan.
Lantas, bagaimana sesungguhnya bunyi undang-undang atau peraturan soal KTP bagi calon gubernur independen ini? Mari kita simak bunyi pasalnya di bawah ini:
Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang menyebutkan, "Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan..."
Terdapat lima ketentuan dimaksud, yakni karena jumlah penduduk DKI Jakarta antara enam juta hingga 12 juta sebagaimana termaktub dalam poin c, maka harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Sementara itu, ayat (2) adalah ketentuan untuk calon perseorangan untuk calon bupati dan wali kota beserta wakilnya.
Ayat (3) Pasal 41 itu menyebutkan, "Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik, kartu keluarga, paspor, dan atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Ayat (4) menegaskan, "Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan."
Perhatikan huruf tebal "1 (satu) pasangan" yang seharusnya menjadi perhatian Ahok dengan Teman Ahoknya itu, bahwa dukungan KTP itu diberikan kepada satu pasangan, bukan untuk calon gubernur sendiri atau wakil gubernur sendiri, kecuali ada penafsiran lain dari bunyi ayat (4) Pasal 41 undang-undang tersebut.
Disebut pasangan, artinya harus untuk calon gubernur beserta wakil gubernur sekaligus. Pertanyaan paling mendasar, apakah Ahok sudah memiliki pasangannya sebagai calon wakil gubernur?
Jika jawabannya "belum"—dan kenyataannya memang belum punya calon wakil gubernurnya— maka sudah dapat dipastikan pengumpulan KTP sebanyak persyaratan untuk calon gubenur saja belum terpenuhi dan karenanya harus diulang kembali.
Solusinya, Ahok harus segera memilih calon wakil gubenur yang akan mendampinginya, baru kemudian bergerilya kembali mengumpulkan fotokopi KTP DKI Jakarta minimal sebanyak yang disyaratkan undang-undang.
Harap dicatat, bahwa fotokopi satu KTP berlaku untuk satu pasangan, bukan untuk Ahok sendirian!
Pernyataan Yusril bahwa hal itu diatur oleh peraturan KPU sesungguhnya bisa diabaikan. Sebab, ada atau tidak ada aturan KPU itu, undang-undang yang kedudukannya lebih tinggi dari aturan KPU telah mensyaratkannya demikian.
Apakah kemudian Teman Ahok yakin mampu memenuhi persyaratan ini, yakni satu KTP untuk pasangan dan bukan hanya untuk Ahok semata yang sudah telanjur dikumpulkan?
Bagus juga kalau mampu mengumpulkan fotokopi KTP sebanyak 750.000 atau 1 juta atau minimal 523.000 sebagaimana disyaratkan untuk pasangan calon gubernur dalam sisa waktu terbatas pada saat calon wakil gubernurnya belum diputuskan.
Kalau memang optimistis mampu melakukannya, Ahok harus didorong segera memilih calon wakilnya. Kalau tidak mampu, menghadap ke kamera dan lambaikan tangan segera pertanda menyerah mengingat proses pengumupulan KTP itu bukan hal yang mudah.
Kalau mau terus maju sebagai calon petahana pada saat persyaratan KTP untuk pasangan calon tidak terpenuhi, Ahok terpaksa harus berpaling kepada partai politik yang bakal menjadi tandu untuk mengusungnya sebagai kandidat petahana gubernur DKI Jakarta. Sejauh ini, memang ada beberapa parpol yang rela dan bersedia menjadi tandu bagi Ahok.
Sudah selayaknya Ahok pun tidak terlalu "nyinyir" atau menunjukkan sikap "antipati" terhadap parpol yang terang-terangan bersedia menyediakan bahu untuk menandunya. Jika terlambat, salah-salah Ahoklah yang harus mengejar kendaraan politik yang akan menuju arena Pilkada DKI mendatang.
Untuk itu, sudah sepantasnyalah Ahok mendengar apa kata Yusril. Jangan melihatnya sebagai pesaing, pandanglah kapasitasnya sebagai pakar hukum tata negara yang sudah berbaik hati mengingatkannya sejak dini.
Sumber Kompas.com 4 Maret 2016
Spoiler for Tanggapan KPU:
JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya Teman Ahok untuk mengusung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengikuti Pilkada DKI Jakarta melalui jalur independen, menuai keraguan.
Salah satunya berkaitan dengan prosedur mengenai harus tidaknya dukungan berupa fotokopi KTP warga juga ditujukan kepada calon wakil gubernur.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra sebelumnya mengatakan bahwa persyaratan KTP dukungan untuk maju pilkada melalui jalur independen, bukan hanya ditujukan untuk calon gubernur, melainkan juga untuk calon wakil gubernur.
Artinya, saat pengumpulan KTP dilakukan, maka harus sudah ada nama calon wakil gubernur yang disertakan.
Pengumpulan KTP yang dilakukan Teman Ahok dinilainya tidak sah apabila ditujukan hanya untuk mengusung Basuki tanpa adanya calon wakit gubernur.
"Undang-undangnya kan begini, peraturan mengatakan, dukungan itu harus untuk pasangan. Mau kumpulin KTP 3 juta pun kalau belum ada pasangan, harus ulang lagi (kumpulkan KTP)," ujar Yusril di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (22/2/2016).
Menurut Yusril, mekanisme ini diatur dalam Peraturan KPU. Namun, pengamat hukum tata negara ini tidak menyebutkan nomor peraturan KPU yang dimaksudnya itu.
Merujuk undang-undang
Jika merujuk pada undang-undang, maka mekanisme terkait pengumpulan KTP dukungan ini diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-undang.
Dalam Ayat 1 pasal tersebut diatur bahwa calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan sejumlah ketentuan.
Berdasarkan ayat tersebut, karena jumlah penduduk DKI Jakarta antara 6 juta hingga 12 juta sebagaimana termaktub dalam huruf (c), maka harus didukung paling sedikit 7,5 persen penduduk.
Sementara itu, ayat 2 pasal tersebut berbicara mengenai ketentuan untuk calon perseorangan yang mendaftarkan diri sebagai calon bupati dan wali kota beserta wakilnya.
Kemudian ayat 3 pasal tersebut menyebutkan, "Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik, kartu keluarga, paspor, dan atau identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Lalu, dalam ayat 4 ditegaskan bahwa dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 hanya diberikan kepada satu pasangan calon perseorangan.
Berdasarkan ayat 4 tersebut, dukungan dapat diberikan kepada satu pasangan calon.
Pasal tersebut tidak menyebutkan apakah dukungan bisa diberikan hanya kepada seorang calon gubernur atau seorang calon wakil gubernur saja.
Strategi Teman Ahok
Terkait aturan ini, juru bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas, mengatakan, mereka menyadari bahwa pengumpulan fotokopi KTP dukungan terhadap Ahok untuk maju melalui jalur independen, harus menyertakan nama calon wakil gubernur dalam formulir, seperti yang disebut Yusril.
"Kami sadar, kalau Teman Ahok jalannya menunggu wakil dari Pak Ahok akan memakan proses yang lebih lama. Padahal, kalau mau ngumpulin fotokopi sejuta KTP harus mulai secepatnya," kata Amalia.
Teman Ahok lalu berinisiatif untuk mengumpulkan fotokopi KTP serta formulirnya terlebih dahulu. (Baca: Penjelasan Teman Ahok soal Dukungan Tanpa Ada Nama Cawagub).
Dalam formulir tersebut tercantum kolom nama calon gubernur, yaitu Basuki Tjahaja Purnama dan kolom untuk nama calon wakil gubernur.
Namun, kolom cawagub itu masih dikosongkan.
"Kami sepakat untuk menyerahkan nama wakil itu kepada Pak Ahok. Kalau nanti sudah ada nama wakil, Teman Ahok akan siapkan cara paling cepat untuk mencetak nama wakilnya ke formulir dukungan yang sudah kami kumpulkan," ujar Amalia.
Metodenya, kata Amalia, bisa dengan menggunakan cap atau cetak. Sampai saat ini, Teman Ahok masih mencari metode pencetakan yang paling pas.
Kata KPUD DKI
Terkait polemik ini, Ketua KPUD DKI Sumarno angkat bicara. Dia mengatakan bahwa memang benar data KTP tersebut ditujukan untuk satu pasangan.
"Memang benar dukungan itu untuk pasangan calon ya. Kalau pasangan berarti kan dua orang ya, calon gubernur dan calon wakil gubernur," ujar Sumarno ketika dihubungi, Kamis (3/3/2016) malam.
Namun, ada satu hal yang ditekankan oleh Sumarno. Dia mengatakan bahwa yang diterima KPUD DKI adalah formulir berisi data KTP.
Formulir itu dinamakan form B1-KWK. Dalam form B1-KWK tersebut, tercantum nama, alamat, nomor kependudukan, dan tanda tangan.
Ada pula pernyataan akan mendukung pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur tertentu.
"Nanti itulah yang akan diserahkan kepada KPUD. Jadi kalau KPUD yang dilihat adalah formulir yang diserahkan kepada KPUD. Kalau nanti ketika diserahkan kepada KPUD, tidak ada nama pasangannya dalam form, maka sama KPUD akan dikembalikan karena itu tidak memenuhi syarat," ujar Sumarno.
"Tapi kalau ketika diserahkan kepada KPUD sudah ada nama pasangannya, ya itu kita terima dan dinyatakan sah," tambah dia.
Menurut dia, teknis pengumpulan KTP itu tidak diatur KPUD DKI. Apakah KTP dikumpulkan sebelum nama cawagub tersedia atau tidak, itu merupakan bagian dari proses pengggalangan dukungan.
KPUD hanya melihat formulir yang mereka terima saja. Formulir itulah yang akan dijadikan acuan KPUD kemudian.
"Bagaimana cara mereka mengumpulkan cara itu tidak diatur," ujar Sumarno.
Lagipula, menurut dia, masih ada tahap verifikasi dukungan dalam bentuk fotokopi KTP tersebut.
Apabila warga yang telah memberikan dukungannya kepada Basuki tidak setuju akan cawagub yang dipilih Basuki, kata dia, maka warga tersebut bisa menarik dukungan pada tahap verifikasi.
Sumber Kompas.Com 4 Maret 2016
Menurut saya ini menarik.. kenapa ?
1. Teman Ahok sudah menyadari hal tersebut
2. Ketua KPUD membenarkan ketentuan tersebut
3. Lantas apa yang harus dilakukan ?
Jika dilihat memang benar sejauh ini warga Jakarta mendukung karena yang disusung adalah Ahok, tetapi apakah dukungan itu akan tetap diberikan jika wakilnya tidak disenangi masyarakat ??
Jika demikian akan mucnul polemik baru mengenai dukungan yang telah diberikan masyarakat.. Apa ?
1. Harus ada jaminan bahwa dukungan tersebut dapat dicabut sewaktu-waktu saat masyarakat berubah pikiran mengenai Ahok. Jangan sampai dukungan yang diberikan tidak dapat dicabut
2. Apakah semua wagra Jakarta sadar akan hal ini ? masyarakat Jakarta yang notabenenya sehari-hari sibuk dengan pekerjaan bisa jadi luput dengan ketentuan ini sehingga warga yang berubah pikiran atas dukungannya tidak menarik dukungan yang telah diberikan
3. Lihat pada bagian yang saya Bold pada keterangan juru bicara Teman Ahok.. Mereka akan menyiapkan cara paling cepat untuk mengumpulkan KTP jika Wagub sudah dipilih Ahok.. Bisa berupa Cap atau semacamnya.. ini maksudnya bagaimana ? apa surat dukungan yang sudah ada dan di ttd dicap dengan nama Wagub yang baru ada ? kalau demikian berarti isi dalam surat dukungan dirubah dong ?
4. Ingat Kopi KTP sudah diserahkan, formulir dukungan sudah di tandatangani sudah kompiltkan ?
5. Dari keterangan Ketua KPUD DKI Jakarta, dikatakan bahwa akan ada verivikasi terhadap dukungan yang diberikan oleh teman ahok. Pertanyaannya seperti apa verivikasinya ? diteleponi satu-satu ? buka laman verivikasi di Internet yang tujuannya supaya warga Jakarta memastikan dukungan mereka ? Ini yang harus dijelaskan tahapannya, jangan samapi verivikasi hanya dijadikan istilah a.k.a formalitas yang sebenarnya tidak real memverivikasi data.
Saya merasa berita ini menarik, sebagai Warga Indonesia Ibu Kota DKI Jakarta merupakan cerminan Indonesia di dunia. Tentunya saya ingin DKI Jakarta menjadi lebih dan lebih baik lagi dengan dipimpin sosok yang mampu mewujdukan harapan tersebut. Tidak mendukung pihak manapun dalam tulisan ini, namun mari kita lihat secara objektif mengenai aturan yang ada..
Bagi agan-agan yang berkomentar mari berdiskusi.. barangkali sepatah duapatah kata kita disini bisa memberikan solusi
Thank You
0
1.3K
Kutip
8
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!