ahmadzamadiAvatar border
TS
ahmadzamadi
Kabar LGBT News

Mungkin ini yg membuat kaum Gay, lesbian selalu kesepian, dan membutuhkan cinta, kasih sayang yg tulus. Gimana tidak, kita slalu merasa HAMPA, JENUH dan sepi -setiap mau gabung dengan teman yang straight (yang dianggap normal) kita harus berperilaku seperti mereka, dan berpura-pura menyenangi apa yang mereka suka (kecuali yg biseks) – jika ada kaum GAY sejati (mau top atau bot atau flexi pasti ada gemulainya) pasti akan diledek (BENCONG atau BANCI), maka org tersebut akan memilih sendiri, berkurung dirumah, mencari teman yang bisa menerima mereka yaitu kebanyakan (WANITA).

Apa sih salahnya kaum gay? Nggak semua kaum gay itu suka melakukan hal bejat, seperti RIAN PEMBUNUH ITU, atau seperi ORANG YG SUKA SODOMI, ini orang-orang yang berpikiran centek, IQ jongkok karena mereka Kaum GAY divonis tidak baik. Padahal kaum gay juga bisa memberikan penghargaan, seperti salah satu pencipta facebook beliau mengaku sebagai seorang gay, CEO Apple, Alan Turing pencipta komputer dll.

Kita juga bisa memberikan prestasi yg baik. Dan prestasi kita juga digunakan orang yang dianggap normal (heteroseksual). Kita hanya punya orientasi seksual yang berbeda. Kita butuh kasih sayang dan cinta seperti orang „normal” lain. Namun salahnya kebanyakkan kaum gay menyalah gunakan naluri seksual mereka. Mereka menganggap jika berhubungan intim dengan sesama tidak akan ada yang rugi atau tidak akan hamil. Yah…. Memang benar tidak ada yang rugi tapi apa kalian tahu HATI dan PERASAANLAH yg kalian sakiti!

Tentang dosa, Yakin para ulama nggak berdosa? Yakin orang-orang yang sering ibadah nggak berdosa? Masalah dosa TUHAN yang menentukan, TUHAN yang tahu.

GAY yang gila seks itu tergantung orangnya, seperti halnya orang „NORMAL”, tergantung sama orangnya, kalau dia tukang kimpoi atau tukang selingkuh atau tukang ML sama pramuria apa itu nggak dosa?

GAY bukanlah pilihan, kita hanya pasrah menjalani hidup yg penuh kemunafikkan ini, Jadi jangan pandang GAY sebelah mata, DAN mari kita para kaum LGBT memperbaiki sifat kita yang glamour atau menganggap rendah tentang SEKS.

Ditulis oleh sahabat kita berinisial AZ.

Hartoyo mengusahakan pengajuan UU anti kekerasan terhadap LGBT


Aktivis dan Ketua Perkumpulan Suara Kita, Hartoyo mengatakan bahwa ia sedang mengusahakan untuk mengajukan Undang-Undang penghapusan kekerasan LGBT dan diskriminasi gender.

“Kami akan mengusahakan untuk mengajukan undang-undang penghapusan kekerasan LGBT dan diskriminasi gender,” kata Hartoyo dalam talkshow LGBT, beda tapi nyata, di Warung Daun, Cikini, Jumat (20/2).

Undang-undang tersebut tidak hanya membahas tentang LGBT melainkan juga tentang gender.

Ia ingin menghilangkan stigma bahwa homoseksual adalah menular, karena itu tidak benar. Stigma tersebut membuat banyak orang, khususnya heteroseksual yang sebenarnya tidak mempunyai masalah dengan LGBT, menjadi menjauhi mereka (LGBT).

Hartoyo menuturkan bahwa banyak sekali LGBT yang bekerja di salon-salon, bahkan di tempat-tempat yang tidak layak, itu karena diskriminasi tersebut. Karena hak-hak dasar mereka tidak dipenuhi. Dia juga berharap kelompok LGBT bisa mendapat beasiswa untuk pendidikan karena sistem sosial yang tidak memihak.

Kapolri: Jika ada yang melanggar hak, termasuk hak-hak LGBT, polisi akan menindak


Menanggapi isu LGBT dan ancaman tindakan kekerasan yang akan bisa menimpa LGBT, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menegaskan, bahwa LGBT memiliki hak ynag sama sebagai warga negara, tak ada seorang pun yang berhak melanggar hak orang lain.

“Sepanjang pelanggaran hak orang lain itu adalah bentuk melanggar hukum, pasti kami tindak,” ujar Badrodin di Kompleks Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (19/2/2016) pagi.

Badrodin membantah bahwa polisi sering bertindak diskriminatif jika berhadapan dengan kasus yang berkaitan dengan kaum LGBT.

“Ada banyak juga kok yang kami tindak,” ujar Badrodin.

Menyadari bahwa ada Anti-LGBT di masyarakat, untuk menjaga kestabilan dan ketertiban masyarakat, ia meminta LGBT untuk tidak mempropagandakan keberadaannya.

“Masyarakat mengharapkan, mereka itu tidak mempropagandakan LGBT sehingga orang-orang di luar itu jadi tertarik. Karena kalau propaganda bisa menimbulkan masalah,” ujar Badrodin.

“Tetapi, keberadaan mereka tetap kita hormati kok. Hanya masyarakat resah dan tidak mau mereka memengaruhi,” lanjut dia.

Sumber : Kompas

Pendapat kami @kabarLGBT: LGBT tidak pernah ingin mempengaruhi masyarakat untuk menjadi LGBT, karena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender itu tidak menular dan tidak bisa dijadikan gaya hidup. Karena itu adalah sebuah naluri yang ada sejak lahir.

Justru LGBT yang sering mendapatkan kekerasan baik secara lisan maupun fisik hanya karena mereka dianggap berbeda, walaupun mereka sendiri tidak melakukan apa-apa.

7 + 1 hal ini membuktikan Anda tidak tahu apa-apa tentang LGBT!


1. Apakah seorang homoseks atau LGBT menderita penyakit atau kelainan?

WHO menyatakan bahwa “orientasi seksual bukanlah penyimpangan” sejak tahun 1990. Ini bukan pernyataan sembarangan, karena berbagai lembaga ahli telah menyatakan hal yang sama. Contohnya, Asosiasi Psikolog Amerika (APA) telah mencabut homoseksualitas dari daftar kelainan jiwa sejak tahun 1973. Pemerintah RI juga mengadopsi kriteria WHO sejak 1998. Baru-baru ini, tepatnya Februari 2014, Asosiasi Psikiater Indiamenyatakan bahwa “homoseksualitas bukanlah kelainan jiwa”.

Selain itu, homoseksualitas adalah orientasi seksual. Orang yang berorientasi homoseksual, tidak selalu melakukan hubungan seks dengan sesama jenis.

2. Mengapa homoseksualitas bukan kelainan?

Penelitian oleh Evelyn Hooker membandingkan hasil tes psikologi antara 30 pria gay and 30 pria hetero. Ternyata, pakar-pakar tes kelainan jiwa tidak bisa membedakan mana hasil tes pria gay atau hetero. Kemudian Evelyn menyimpulkan bahwa tidak terbukti ada hubungan antara homoseksual dengan kelainan jiwa. Penelitian ini telah diulang oleh berbagai ilmuwan, dan hasilnya menunjukkan hal yang sama: tidak ada hubungan antara homoseksual dengan kelainan jiwa.

Saat ini, pakar psikologi pada umumnya sepakat bahwa ketertarikan dengan sesama jenis adalah variasi normal dari seksualitas manusia dan bukan indikator kelainan jiwa atau kelainan pertumbuhan. Manusia tidak bisa menentukan orientasi seksualnya dan orang gay bisa befungsi normal di masyarakat.

Selain itu, pasangan LGBT juga mengalami ikatan emosi, romantis, dan seksual seperti layaknya pasangan hetero. Contohnya, dua penelitian tahun 2008 menemukan bahwa pasangan LGBT dan pasangan hetero mengalami kepuasan dan memiliki komitmen yang setara.

3. Apakah seseorang bisa disembuhkan dari homoseksualitas?

83 penelitian antara 1960-2007 tidak membuktikan keberhasilan terapi konversi orientasi seksual. Dari kesekian banyak penelitian itu, hanya satu penelitian yang benar-benar sahih. Terapi-terapi tersebut malah terbukti tidak aman karena berefek samping hilangnya gairah seks, depresi, kecemasan, dan keinginan bunuh diri.

Sejumlah agama memang melarang tindakan homoseksual, maka terapi-terapi tersebut hanya layak ditempuh jika terbukti efek sampingnya tidak parah.

Akan tetapi, sebelum kita sibuk soal terapi, ada pertanyaan yang lebih mendasar: jika LGBT bukan penyakit atau kelainan, mengapa harus disembuhkan?

4. Lalu bagaimana dengan cerita-cerita tentang terapi yang membantu LGBT “kembali normal”?

Pertama, seseorang bisa dilahirkan biseksual dengan kecenderungan ke sesama jenis. Dengan demikian terapi ini sebetulnya tidak banyak membantu. Kedua, kalau kita bilang sebuah terapi itu sukses, maka kita harus membandingkan sekelompok orang LGBT yang diberi terapi dan sekelompok orang LGBT yang tidak diberi terapi. Kemudian, setelah selang beberapa waktu, kedua kelompok tersebut dicek secara menyeluruh apakah benar mereka hanya tertarik ke lawan jenis.

Jika langkah-langkah dilalui, kita baru bisa mengatakan bahwa terapi tersebut berhasil.

5. Apa penyebab orang menjadi homoseksual?

Penyebab homoseksualitas telah diteliti sejak 1989, namun ilmuwan belum bisa menyimpulkan mengapa seseorang dilahirkan LGBT. Kesimpulan sementara, ketertarikan dengan sesama jenis adalah kombinasi antara faktor bawaan genetik, hormonal, dan lingkungan. Misalnya, penelitian tahun 2010 pada semua orang kembar di Swedia (7625 orang responden) menemukan bahwa orientasi seksual banyak terpengaruh oleh faktor genetik dan lingkungan

6. Apakah legalnya LGBT membuka jalan bagi pedofilia?

LGBT dan pedofilia itu tidak sama, sehingga diterimanya LGBT tidak membuka jalan untuk pedofilia. Hubungan pasangan LGBT adalah hubungan manusia dewasa yang bisa memutuskan sendiri pilihannya. Hubungan pedofilia melibatkan orang dewasa dan anak-anak yang dianggap belum bisa membuat keputusan sendiri. Hubungan pedofilia juga masalah hukum, dan di Indonesia dilarang oleh UU Perlindungan Anak.

7. Apakah homoseks menyebarkan penyakit?

Penyakit infeksi seksual seperti HIV/AIDS menyebar melalui hubungan seksual yang tidak aman. Umpama ada dua orang A dan B. A dilahirkan gay dan berperilaku seks aman, sementara B seorang yang hetero dan berperilaku seks tidak aman. Maka B lebih beresiko menyebarkan HIV/AIDS daripada A yang homoseksual.

Perilaku seks aman meliputi berpantang hubungan seks, tidak gonta-ganti pasangan, atau memakai kondom. Selain itu, resiko penularan HIV bisa ditekan dengan mengkonsumsi OBAT TRUVADA.

8. Homoseksualitas adalah pilihan!*

Ini mungkin pernyataan -tuduhan- yang sering dilontarkan kepada LGBT. Apakah semudah itu orang bisa memilih orientasi seksual? Kalau memang orientasi seksual bisa dipilih, Coba Anda untuk 1 hari saja, memilih orientasi seksusual seorang homoseksual. SIlahkan anda membuktikan bahwa anggapan itu benar. Penelitian tentang homoseksualitas adalah pilihan.

Penolakan terhadap LGBT adalah konstuksi sosial, mengingat ada banyak masyarakat yang menerima LGBT. Kita diajari untuk membenci LGBT. Memang ada beberapa agama yang mengutuk hubungan seks homoseksual. Tapi Indonesia bukan negara agama. Melarang dan mengatur hubungan LGBT adalah tindakan yang tidak pada tempatnya. Saya setuju dengan pendapat Menristekdikti, Mohamad Nasir, bahwa menjadi lesbian atau gay itu hak individu:

Akan tetapi, konsensus komunitas riset sudah mengakui bahwa LGBT bukanlah penyakit atau kelainan jiwa. Maka, menteri yang mengatur riset dan pendidikan tinggi seharusnya justru melindungi kelompok minoritas LGBT di perguruan tinggi. Bukan malah mendiskriminasi mereka.

*point tambahan kabarLGBT

Dikutip dari Herman Saksono dengan judul asli “Tujuh Hal tentang LGBT yang sebaiknya Anda tahu”, truvada.com
0
11.1K
98
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.