INILAHCOM, Jakarta --- Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya RI, Minggu (24/1/2016), menyimpulkan bahwa pembangunan kilang LNG darat (Onshore LNG/OLNG) menjadi pilhan terbaik untuk pengembangan lapangan gas abadi Masela, di Maluku Selatan.
Menurut penelitian Poten & aprtners Inc, perusahaan yang antara lain bergerak dalam market inteligence bidang perminyakan dan gas yang bermarkas di New, York, AS, biaya pengembangan OLNG lebih murah dibanding dengan kilang LNG terapung (FLNG).
Kilang OLNG lebih menguntungkan karena produksi gas alam yang dialirkan ke darat dapat diproses s menjadi gas alam cair (LNG ) dan sekaligus bisa digunakan untuk bahan baku industri petrokimia. jika yang dipilih FLNG harga gas alam menjadi tidak ekonomis untuk bahan baku industri kimia atau industri lain, karena harga gasnya lebih mahal US$ 5-6 terkait proses regasifikasi dibanding dengan harga gas alam yang disalurkan lewat pipa ke kilang OLNG, jelas Dr Haposan Napitupulu, tenaga Ahli Bidang Energi Kemenko Maritim dan Sumber Daya.
Skema pipanisasai memungkinkan LNG dapat dipasok ke pulau-pulau di sekitar Maluku dan Nusa tenggara Timur untuk memenuhi kebutuhan energi, baik untuk pembangkit listrik atau LPG (liquified petrolum gas) untuk bahan bakar rumah tangga.
Saat ini harga minyak mentah jatuh di bawah US$ 30 per barel, sekenario FLNG menyebabkan pendapatan negara tersedot untuk membayar cost recovery yang ditagih operator ke pemerintah.
Sedangkan dengan skenario OLNG, sebagian gas bisa digunakan industri petrokimia yang harga gasnya tidak terikat dengan harga minyak mentah, sehingga menjamin pendapatan menjadi lebih stabil, tambah Dr Napitupulu.
OLNG dikombinasikan dengan industri petrokimia bakal memberi nilai tambah serta penyediaan lapangan kerja yang jauh lebih tinggi dibanding skenario FLNG.
Pengembangan lapangan Prelude, 200 km dari lepas pantai Australia Barat ,oleh Royal Dutch Shell kini masih dalam tahap konstruksi kilang LNG terapung FLNG. Kilang ini merupakan proyek teknologi uji coba pertama di dunia yang dikembangkan Royal Dutch Shell , perusahan patungan Belanda-Inggris dan diprediksi baru beroperasi pada 2017.
Karena FLNG ini merupakan pilot project, maka belum ada perusahaan asuransi yang berani menjamin proyek di lepas pantai Australia ini.
Shell dengan jelas menyebutkan FLNg Prelude akan memompa gas alam dari perut Bumi, dicairkan dan diubah menjadi LNG di laut sebelum diekpor dalam bentuk LPG dan kondensat. Jadi memang tujuannya opengembangan lapangan Prelude untuk ekspor. Pemegang saham lapangan Prelude adalah: shell 67,5%, Inpex 17,5%, Kogas (konsorsium Korea) 10% dan Opic (konsorsium Saudi Arabia) 5%. Sebanyak 7.000 langan kerja tak tercipta dalam pengembangan FLNG Prelude ini.
Kilang FLNG Prelude panjangnya mencapai 488 meter, lebar 74 m yang semacam menjadi kapal induk terbesar di dunia dengan bobot 600.000 ton dan mengugunakan sekitar 260 ribu ton baja alias sekitar lima kali berat baja Sydney harobur Bridge yang termasyhur itu.
Source :
http://m.inilah.com/news/detail/2269...g-darat-masela
Jangan tunggu lama, segera putuskan metode pengolahan LNG yang memiliki dampak positif bagi rakyat Indonesia.