Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

adeknyaeinstenAvatar border
TS
adeknyaeinsten
Sebuah Kertas Kehidupan "Biasa" [CERPEN]
Quote:


Drttt...drttt... Getaran yang berasal dari handphone tua yang memiliki layar retak berhasil mengagetkanku dari lamunan yang sedari tadi membuat aku terdiam mematung. Aku diam beberapa saat, hingga rasa penasaran muncul secara perlahan untuk sekedar melihat sebuah pesan yang sedari tadi meminta untuk dibaca.

From Ana: "Sorry, tidak denganku"

Sebuah kata yang mampu membuatku ingin menghentakkan kepala dimeja cafe ini berulang kali.

"Bodoh!" Aku berteriak, mengutuk diriku sendiri didepan banyak orang.

Tak lama berselang, aku semakin terlihat seperti orang idiot yang kehilangan arah. Seluruh pasang mata para pengunjung cafe melihatku dengan ekspresi muak. Mungkin mereka pikir, aku orang gila yang sedari tadi melamun, kemudian berteriak seperti sedang kesurupan.

Segera aku meninggalkan cafe keparat itu, beserta orang-orang didalamnya. Di titik ini, aku merasa hanya seorang diri. Aku muak! Lagi-lagi aku mengutuk diriku sendiri dengan sumpah serapah yang sedari tadi aku ucapkan dalam hati.

"Anjing!!, aku sangat bodoh!"

Mungkin dengan mengeluarkan makian ini, aku bisa membaik. Tapi, saat ini aku tidak bisa berpikir rasional, semuanya hitam. Sepanjang jalan, aku hanya mendengar suara lalu lalang kendaraan yang melaju dengan velositas tinggi. Ditambah klakson mobil yang sedari tadi selalu ingin berada didepan.

Aku hanya ingin cepat tiba dikamarku, aku masih belum puas mengeluarkan makian dan kutukan yang aku tujukan untuk diriku sendiri. "Kenapa aku sangat bodoh? Kenapa aku bisa berpikir seperti ini?" Kata-kata itulah yang sedari tadi aku pikirkan disepanjang jalan.

....

Jarum jam menunjuk ke angka 10.45, yang berarti aku sudah melamun hampir 5 jam lamanya. Melamunkan hal bodoh, dan mengingat semua kejadian dari titik awal. Titik awal kehancuran didiri sendiri. Seperti bom waktu, yang hanya menunggu menunjukkan angka 0.

....

Ketika aku mengingat semuanya... Aku mulai sadar, bahwa ini semua adalah salahku....

Satu tahun yang lalu, aku duduk disudut ruang tunggu sebuah rumah sakit swasta dikotaku. Menunggu namaku dipanggil oleh Dokter yang sedari tadi sibuk memerika pasien-pasien lain didalam ruangan berdiameter 4x3. Aku menyibukkan diri untuk menghilangkan kebosanan dengan bernyanyi pelan, hampir tak terdengar oleh telingaku sendiri.

"Hendro Dirgantara"

Akhirnya terdengar seorang wanita memanggil kuat namaku. Entah berasal darimana, tetapi aku dapat mendengarnya dengan jelas. Merdu, sangat merdu.

Aku melangkah pelan, menyusuri lorong rumah sakit untuk bertemu dengan dokter. Aku sedang sakit, tiga hari ini badanku terasa dingin, setiap pagi aku selalu bergetar kedinginan dan kepalaku selalu terasa berat.

Setibanya diruangan dokter, aku tidak melihat siapapun didalamnya. Sunyi, hanya terdengar suara air dari kamar mandi yang menetes sesekali. Aku duduk, dan lagi-lagi aku harus menunggu. Aku tidak suka menunggu, aku benci menunggu, karena ini adalah kegiatan yang menurutku sangat tidak berguna!

Sepuluh menit berlalu, tidak seorangpun masuk kedalam ruangan tersebut. Bosan menghampiri, dan ketika aku berniat keluar, ada seorang wanita yang tiba-tiba masuk kedalam dan berkata "Maaf, Dokter sedang menerima telfon dari Rumah Sakit lain. Mohon ditunggu sebentar".

Aku mengingat-ingat suara yang barusan aku dengar. Ya, dia adalah wanita yang memanggil namaku dengan suara merdunya. Lebih dekat aku mendengar suaranya, kali ini semakin merdu.

Cantik, sangat cantik. Itulah kesan pertama yang aku dapatkan dari wanita ini. Sedikit terlintas, aku pernah melihatnya. Tapi, aku tidak tahu pasti dimana dan kapan aku melihatnya.

....

Entah kenapa, aku mulai tidak nyaman dengan perasaanku. Aku semakin penasaran dengan wanita tersebut, aku ingin mengetahui lebih jauh lagi, siapa wanita itu sebenarnya. Kenapa tiba-tiba otakku dipenuhi oleh wajah wanita bersuara merdu tersebut.

....

Seminggu berlalu, dan seminggu ini aku habiskan dengan memikirkan wanita bersuara merdu yang aku temui dirumah sakit. Apakah aku bodoh? Mungkin. Dan mungkin inilah yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama.

....

Minggu 11.00

Hari ini aku duduk menyelesaikan desainku disebuah cafe yang terletak tidak jauh dari indekostku. Ya, aku adalah seorang karyawan yang bekerja diperusahaan swasta sebagai seorang desainer grafis. Aku juga sering bekerja freelancer, sebagai seorang yang mendokumentasikan sesuatu berbentuk film.
....

Aku hanya seorang babu perusahaan yang tinggal dikamar berukuran 3x3, yang sudah dua tahun ini tidak pernah aku bersihkan. Busuk, itu adalah kesan yang orang lain dapatkan ketika berkunjung kekamarku. Tapi untukku, kamar ini adalah hasil dari semua kerja kerasku. Aku mencium apa yang orang lain cium, tetapi akan berbeda wanginya jika masuk ke rongga hidungku. Aku sudah terbiasa, aku senang dengan bau kamarku.

....

Beberapa jam kemudian, aku mulai bosan dengan apa yang sedang aku kerjakan. Aku mengamati sekitar ruangan cafe, mencari hal-hal lucu yang biasanya akan aku tertawakan didalam hati. Ya, aku adalah orang yang suka mengolok keburukan orang lain, padahal aku sendiri mungkin lebih buruk dari mereka.

Pandanganku terhenti, ketika aku menemukan seorang wanita yang sedang duduk persis didepanku. Hanya berjarak dua meja dari tempat aku duduk. Sedang tersenyum melihat layar handphonenya. Lagi-lagi, aku merasa bahwa aku pernah melihat wanita ini.

Ya! Aku ingat! Dia adalah wanita bersuara merdu yang seminggu lalu aku melihatnya tiba-tiba masuk kedalam ruangan periksa, memakai baju putih, memberitahukan bahwa dokter yang akan memeriksaku sedang menerima telfon dari rumah sakit lain.

Seketika, aku merasa gembira. Entahlah, aku tidak tahu apa yang mendasari kegembiraan ini. Gembira, seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan kesukaannya.

Rasa penasaran mengalahkan rasa maluku. Aku mendatangi wanita tersebut, dan duduk dikursi depannya. Memandang penuh rasa penasaran, kemudian membuka pembicaraan "Hey, bukankah kau wanita yang aku temui dirumah sakit, seminggu yang lalu?" Aku sudah tidak perduli, apa yang akan dilakukan wanita ini. Apakah dia akan pergi, atau apakah dia mengira aku seorang penjahat yang memata-matainya. Atau aku dianggap seorang psycho, karena tiba-tiba datang dan bertanya pertanyaan yang mungkin dia sendiri tidak tahu mengenai apa yang aku tanyakan.

"Ya, aku mengingatmu"

Suara merdu wanita itu kembali aku dengar. Entah kenapa, kali ini suaranya semakin lembut, merdu dan sangat-sangat merdu.

"Apa kau benar-benar mengenaliku?" Wanita itu melanjutkan perkataannya.

"Ya, tentu saja. Kau adalah wanita dengan pakaian putih, yang tiba-tiba datang dan memberitahukan jika dokter yang akan memeriksaku sedang menerima telfon dari rumah sakit lain" Jawabku tegang.

"Selain itu?" Tambah wanita cantik yang sedari tadi memandangiku dengan ekspresi yang sulit aku tebak.

"Mungkin hanya itu. Tetapi, dilain waktu aku juga pernah melihatmu... Entah kapan, tapi aku merasa pernah melihatmu." Lagi-lagi aku menjawab, tetapi kali ini keteganganku mulai menghilang.

"Mungkin..." Wanita itu hanya menjawab satu kata. Kemudian diam...
"Kau benar, kau pernah melihatku dilain waktu" Dia melanjutkan perkataannya.

Aku terkejut, dan rasa penasaranku semakin besar. Aku berkeringat. Menunggu perkataan selanjutnya, yang akan keluar dari wanita bersuara merdu itu.

Beberapa menit berlalu, wanita itu hanya diam sambil memandangi layar handphonenya, sambil mengetik-ngetik sesuatu yang aku sendiri pun tidak tahu isinya. Rasa penasaranku lambat laun hilang. Aku pikir, mungkin dia hanya bercanda. Menganggapku orang asing, yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan bodoh. Jelas bodoh, tentu saja dia tidak mengingatku. Aku hanya pasien biasa yang memeriksakan diri ke dokter. Banyak pasien sepertiku yang seminggu lalu juga bertemu dengannya.

Ketika aku ingin memalingkan badan dan kembali ke kursiku, dia mulai melanjutkan perkataannya. "Hey, kau benar-benar tidak mengingatku?" Dia kembali menanyakan pertanyaan yang membuat aku semakin bingung.

"Tidak" Jawabku sekenanya.

"Kau sombong haha," Kembali wanita itu membuat aku berpikir.
"Ingat Randy? Tiga tahun yang lalu aku adalah pacarnya". Dan kau teman Randy bukan? Haha" Wanita itu tertawa terbahak-bahak. Seakan-akan aku adalah bahan lelucon.

"Hah?! Apakah kau Ana?" Tanyaku terkejut.

"Ya, aku Ana. Hahahaha" Kali ini tawanya makin besar, hingga seisi cafe mendengar tawanya.

"Wow, kau tampak berbeda Ana. Dimana kacamatamu? Dan kau sekarang mengenakan kawat gigi" Tanyaku keheranan.

"Hahaha, kau masih saja lucu. Aku pikir kau pura-pura tidak mengenaliku. Aku sudah tidak mengenakan kacamata. Aku sekarang menggunakan softlens, lebih praktis. Dan kawat gigi, aku ingin meratakan gigiku. Kau tahu sendiri, dulu gigiku sedikit tidak rata haha". Jawabnya, masih diselipi dengan tertawa.

Aku mengingat-ingat memori usang tiga tahun yang lalu. Ternyata ada Ana dimemori tersebut. Seorang wanita kurus dengan perawakan tinggi, yang berpacaran dengan temanku ketika kami SMA.

Tetapi, sekarang dia begitu berbeda. Berubah 180 derajat. Aku saja tidak mengenalinya. Dia sekarang mengenakan kawat gigi, katanya untuk meratakan giginya. Atau mungkin untuk menjaga giginya agar tidak lepas, pikirku. Kulitnya semakin putih, meskipun sejak dulu dia sudah memiliki kulit putih. Sedikit berisi, tidak kurus seperti tiga tahun lalu. Kacamatanya pun sudah tidak dikenakannya, dia sekarang menggunakan softlens. Pantas saja matanya berwarna kecoklatan.

....

17.00

Tidak terasa sudah sekitar dua jam kami berdua mengobrol, membicarakan kenangan semasa SMA. Sedikit yang bisa disimpulkan dari ceritanya, setelah lulus SMA ternyata Ana melanjutkan kuliahnya disalah satu perguruan tinggi Jakarta. Mengambil jurusan Keperawatan gigi. Setelah lulus, dia kembali kekota ini dan mencari pekerjaan. Dan satu tahun yang lalu, Ana resmi bekerja menjadi Asisten Dokter. Katanya, hanya ingin mencari pengalaman. Kemudian membuka prakteknya sendiri.

Ya, aku tidak mengira. Keputusanku memeriksakan diri dirumah sakit ternyata berujung baik. Padahal sedari dulu, aku paling anti untuk datang kerumah sakit. Aku tidak ingin sakit, dan aku benci rumah sakit!

....

Setelah kejadian itu, aku dan Ana sering bertemu hanya untuk sekedar mengobrol ringan ataupun dia meminta bantuanku untuk mendesain sesuatu. Karena diawal pertemuan aku sempat menceritakan bahwa aku bekerja sebagai seorang desainer grafis kepada dia.

Seandainya dia tahu. Tiga tahun yang lalu, ketika pertama kali aku melihat dia berlari karena terlambat dihari senin saat mengikuti upacara bendera, aku sudah suka kepadanya. Sayangnya, ketika dulu aku ingin mengenalnya, aku mengetahui kabar jika Randy temanku adalah pacarnya.

Sangat disayangkan. Randy adalah pria tampan, idola semua wanita disekolah. Tinggi, putih, dan mungkin semua kelebihan ada pada temanku ini. Aku kalah telak, aku hanya seorang pecundang yang cuma membayangkan menjadi seperti Randy.

Aku selalu berpikir, tidak mungkin orang sepertiku bisa memiliki wanita cantik seperti Ana. Sementara selera Ana, pasti sekelas pria seperti Randy. Sedangkan aku? Tidak akan dipikirkan sama sekali! Ya, aku tidak memiliki rupa yang di impikan seorang wanita. Pendek, hitam, dekil, gaya kampungan, dan tidak berbakat. Aku juga bukan berasal dari keluarga kaya, aku hanya seorang anak dari petani kampung. Ya, aku adalah pecundang!

....

Minggu, Pertengahan November 2012

Hari ini, aku diminta Ana untuk datang ke cafe biasa. Cafe dimana aku menyadari, bahwa wanita cantik bersuara merdu itu adalah Ana, teman semasa SMAku. Ana memintaku untuk datang jam delapan pagi.

Keparat! Hari minggu yang biasa aku gunakan untuk bangun siang, karena terbebas dari pekerjaanku sebagai babu perusahaan, dirusak oleh seorang Ana. Anehnya, aku tidak keberatan. Dan aku merasa senang.

Jam menunjukkan pukul tujuh. Aku segera bergegas mandi dan berangkat. Sekitar jam delapan, aku sampai dicafe yang sudah tidak asing lagi bagiku. Tepat didepan pintu masuk, aku melihat Ana sudah duduk, mengenakan pakaian rapi. Dan selalu terlihat cantik. Mungkin, setiap hari Ana semakin cantik. Itu adalah pikiranku.

"Sial!!" Aku bergumam, karena aku datang terlambat. Ya, aku tidak suka terlambat. Apalagi jika bertemu dengan Ana, aku tidak ingin melewatkan satu menitpun kebersamaanku dengan Ana. Semua ini gara-gara jalanan yang macet! Metromini yang aku tumpangi jadi sering terhenti, keparat!! Aku terus bergumam sembari berjalan kearah Ana.

"Hey, sudah lama?" Aku membuka pembicaraan, sambil mengeluarkan laptop dari tas kusam kepunyaanku.

"Tidak, baru beberapa menit. Pesananku juga belum datang" Jawabnya dengan suara merdu.

Tak henti-hentinya aku mengatakan bahwa Ana memiliki suara merdu dan wajah yang cantik. Ya, menurutku dia adalah wanita sempurna, sangat-sangat sempurna. Jika dibandingkan dengan aku, aku lebih terlihat seperti supirnya, atau bahkan pembantunya.

"Maaf tadi macet, ada apa kau menyuruhku kesini?" Aku bertanya sambil melihat-lihat menu, memikirkan apa yang akan aku pesan. Meskipun aku sedang tidak punya uang, aku rela datang ke cafe mahal ini demi bertemu dengan Ana.

"Anak dokter dirumah sakitku dua hari lagi akan merayakan ulang tahunnya. Lalu dokter itu menyuruhku untuk mendesain undangan ulang tahun untuk anaknya. Apakah kau bisa membantuku?" Pintanya, kali ini tidak perlu lagi dijelaskan mengenai suaranya. Tetap lembut, dan merdu.

"Itu hal yang sangat mudah bagiku, akan aku kerjakan sekarang" Jawabku antusias. Apapun yang Ana minta, aku akan coba mengabulkannya. Seperti jin botol, tapi aku seorang manusia.

Dibeberapa kesempatan disela-sela pekerjaanku mendesain undangan permintaan Ana, aku selalu mencuri-curi pandangan, melihat wajah Ana yang sangat cantik. Kadang aku terlena, hingga lupa dengan pekerjaanku. Aku selalu suka, ketika dia bertanya mengenai caraku bekerja, dan bagaimana cara mendesain sesuatu agar terlihat lebih menarik.

....

12.45

Aku menyelesaikan desain yang diminta Ana. Sedikit lama, karena terkadang aku diganggu oleh Ana.

Biasanya, aku akan marah jika aku diganggu ketika sedang bekerja. Tetapi, lain halnya dengan Ana. Aku tidak bisa marah kepada Ana. Malah, aku sangat suka ketika dia mengganggu dan membuatku harus mengulang desain dari awal.

Difase ini, aku semakin gila. Rasa suka tiga tahun lalu terus ada, dan dari pertemuan lalu, rasa suka kepada Ana semakin besar.

Kadang aku berpikir, apakah ini semua rencana Tuhan? Menemukanku dengan Ana, yang dari tiga tahun lalu aku sudah tidak pernah lagi bertemu dengannya. Jika ini rencana Tuhan, apakah akan indah untuk diriku? Tetapi, dengan segera aku menghilangkan pikiran ini. Aku hanya ingin memikirkan Ana, Ana, dan Ana.

....

Intensitas pertemuanku dengan Ana semakin tinggi. Aku yang biasanya tidak semangat untuk menjalani hari kerjaku, kini menjadi lebih bersemangat. Aku yang tidak pernah membersihkan kamar indekostku, sekarang setidaknya dua minggu sekali selalu aku bersihkan. Kini bau busuk yang menemani hari-hariku selama dua tahun belakangan sudah hilang, tergantikan dengan pewangi ruangan, wangi yang dicampur dengan cinta.

Ana semakin sering datang ke indekostku hanya untuk menumpang makan siang, ataupun jika dia sedang suntuk dirumah. Aku selalu senang jika Ana datang. Dan akan selalu senang.

....

Rabu, Akhir Maret 2013

Seiring berjalannya waktu, hubunganku dengan Ana semakin lama semakin dekat. Aku merasa, bahwa Ana memiliki rasa kepadaku. Bukan terlalu percaya diri, tetapi dari perlakuannya beberapa bulan belakangan ini, dia sering menunjukkan perhatiannya kepadaku.

Ketika aku sakit dan tidak bisa bekerja, dia datang ke indekostku untuk sekedar membelikan aku obat dan membelikan aku makan. Ataupun ketika aku mengajak dia untuk menonton salah satu film dibioskop, dia tidak pernah menolak. Meskipun beberapa kali aku sempat melihat dia berbicara melalui telfon dengan seseorang.

Tetapi aku yakin. Dan kali ini, aku tidak ingin menjadi seorang pecundang, lagi. Aku harus berani mengungkapkan perasaanku sejak tiga tahun yang lalu, ketika pertama melihat dia. Aku tidak ingin tertinggal dibelakang lagi. Dan aku harus menerima semua resiko yang terjadi selanjutnya.

Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Sejak seminggu yang lalu, aku sudah mempersiapkan rencana untuk memberikannya kejutan. Aku memilih memberikannya kejutan dicafe tempat pertama kami bertemu. Ya, cafe dipinggiran jalan dekat indekostku.

Aku mempersiapkan semuanya dengan matang. Dan dengan mudah aku mendapatkan izin dari supervisor cafe tersebut, mungkin karena aku sering berada disana.

Tidak mewah, dan tidak mahal. Hanya sebuah meja yang dilengkapi dengan lilin, dan band akustik yang nantinya akan menyanyikan lagu sesuai dengan permintaanku. Aku ingin membuat candle light dinner sederhana dengan Ana. Aku pikir, Ana suka dengan kesederhanaan.

18.30

Aku berdandan rapi, layaknya seorang pria tampan. Aku sudah menyiapkan parfum kesukaan Ana, untuk aku pakai malam ini. Rambut yang sudah lama tidak aku sisirpun malam ini akan aku sisir serapi mungkin. Aku sudah siap. Karena malam ini adalah malam spesial, aku tidak ingin terlambat. Aku meminjam motor teman indekostku, yang kebetulan tidak dia pakai.

....

Quote:

Quote:
Diubah oleh adeknyaeinsten 25-12-2015 21:24
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.2K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.