Pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak memeriksa laporan keuangan Bank BCA dan menemukan keuntungan laba fiskal BCA yang pada 1999 mencapai Rp 6,78 triliun. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun. Atas transaksi kredit dengan BPPN itulah kemudian Bank BCA dibebankan pajak sebesar Rp 375 miliar.

Dikenakan pajak sebesar itu Bank BCA tidak tinggal diam. Tercatat pada tanggal 17 Juli 2003 Bank BCA mengajukan permohonan keberatan pajak. Oleh Direktorat Pajak Penghasilan (PPh), permohonan keberatan pajak Bank BCA dikaji selama hampir setahun. Setalah dilakukan pengkajian, diputuskan bahwa permohonan keberatan pajak Bank BCA ditolak pada 13 Maret 2003.
Hasil kajian tersebut kemudian diserahkan kepada Dirjen pajak saat itu, Hadi Poernomo. Namun oleh Hadi, keberatan pajak Bank BCA justru diterima seluruhnya. Di tahap ini KPK mencium adanya keganjilan. Hadi tidak mengindahkan hasil kajian Direktorat PPh terhadap keberatan pajak Bank BCA, selain itu Hadi juga mengabaikan permohonan keberatan pajak yang diajukan bank-bank lain dengan permasalahan yang sama namun permohonan pajak bank BCA diterima.

Rupa-rupanya Hadi terindikasi telah terima suap dari Bank BCA agar permohonan keberatan pajaknya diterima. KPK dan PPTK menemukan bukti transaksi mencurigakan di rekening Hadi. Diduga transaksi tersebut berasal dari petinggi BCA yang menyuap Hadi dengan menggunakan jatah saham di salah satu perusahaan kongsiannya dengan Hadi Poernomo. Dengan sedikit ‘pelicin’ segala urusan beres, Hadi untung, Bank BCA untung, negara buntung.

Referensi :
1. http://www.tribunnews.com/nasional/2...-hadi-poernomo
2. http://skalanews.com/berita/detail/1...-Hadi-Poernomo
3. http://www.rmol.co/read/2014/10/18/1...-Dirjen-Pajak-